Ekstradisi Maria Lumowa, Pemerintah Diminta Tangkap Buron Kakap Lain

Jum'at, 10 Juli 2020 - 07:19 WIB
loading...
Ekstradisi Maria Lumowa,...
Buron Pembobol Bank BNI Rp1,7 Triliun ketika baru tiba di Jakarta usai diekstradisi dari Serbia, kemarin. Foto/Koran SINDO/Yorri Farli
A A A
JAKARTA - Keberhasilan pemerintah, dalam hal ini Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham), mengekstradisi Maria Pauline Lumowa , pelaku pembobol Bank BNI Rp1,7 triliun dari Serbia patut diapresiasi.

Meski demikian, pemerintah tidak boleh larut dengan euforia karena masih ada sejumlah buronan lain yang masih bebas berkeliaran. Pengamat hukum pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar mengatakan, keberhasilan mengekstradisi Maria harus menjadi pembelajaran sekaligus “pelecut” bagi aparat penegak hukum agar tak kebobolan dengan buronan yang lain. Mengingat, dalam sepekan ini, publik dikejutkan buron kasus cessie Bank Bali Djoko Tjandra yang ternyata sempat berada di Indonesia.

Menurut Fickar, buron kasus suap mantan anggota KPU, Wahyu Setiawan, Harun Masiku juga belum jelas keberadaannya sehingga menjadi pekerjaan rumah tangga bagi aparat penegak hukum. "Bagi buron yang kuat finansialnya seperti Djoko Tjandra, belum tentu bisa, bahkan aparat Indonesia 'dikentutin' sebagai buron bolak-balik lenggang kangkung tanpa ditangkap. Bahkan, bisa buat e-KTP dan paspor, gila kan ini!" katanya kemarin.

Fickar mengingatkan jangan gembira dulu. Bisa jadi apa yang dilakukan menteri hukum dan HAM (menkumham) meski itu suatu keadilan, tapi juga bisa jadi gimmick menutupi kekurangannya, terutama lembaga Imigrasinya yang sering kebobolan soal Masiku yang belum juga tertangkap. “Gajah di depan mata sering tak sengaja tak ditampakkan," ucapnya. (Baca: Ekstradisi Maria Pauline Bisa Ditiru untuk Bawa Pulang Djoko Tjandra)

Seperti diketahui, setelah buron hampir 17 tahun, pelaku pembobolan Bank BNI sebesar Rp1,7 triliun Maria Pauline Lumowa akhirnya ditangkap dan dibawa ke Jakarta. Menkumham Yasonna H Laoly memimpin langsung ekstradisi Maria dari Serbia ke Tanah Air.

Proses negosiasi ekstradisi Maria oleh pemerintah Indonesia kepada pemerintah Serbia memakan waktu hampir satu tahun. Maria merupakan salah satu tersangka pelaku pembobolan kas Bank BNI cabang Kebayoran Baru lewat letter of credit (L/C) fiktif.

Pada Oktober 2002 hingga Juli 2003, Bank BNI mengucurkan pinjaman senilai USD136 juta dan 56 juta euro, atau sama dengan Rp1,7 triliun dengan kurs saat itu kepada PT Gramarindo Group yang dimiliki Maria Pauline Lumowa dan Adrian Waworuntu.

Aksi PT Gramarindo Group diduga mendapat bantuan dari “orang dalam” karena BNI tetap menyetujui jaminan L/C dari Dubai Bank Kenya Ltd, Rosbank Switzerland, Middle East Bank Kenya Ltd, dan The Wall Street Banking Corp yang bukan merupakan bank korespondensi Bank BNI.

Pada Juni 2003 pihak BNI yang curiga dengan transaksi keuangan PT Gramarindo Group mulai melakukan penyelidikan dan mendapati perusahaan tersebut tak pernah melakukan ekspor. Dugaan L/C fiktif ini kemudian dilaporkan ke Mabes Polri tapi Maria sudah lebih dahulu terbang ke Singapura pada September 2003 atau sebulan sebelum ditetapkan tersangka oleh tim khusus yang dibentuk Mabes Polri. Perempuan kelahiran Paleloan, Sulawesi Utara, pada 27 Juli 1958 tersebut belakangan diketahui keberadaannya di Belanda pada 2009 dan sering bolak-balik ke Singapura. (Baca juga: Dilaporkan Hilang, Wali Kota Seoul Ditemukan Meninggal)

Pemerintah Indonesia sempat dua kali mengajukan proses ekstradisi ke pemerintah Kerajaan Belanda, yakni pada 2010 dan 2014, karena Maria ternyata sudah menjadi warga negara Belanda sejak 1979. Namun, kedua permintaan itu direspons dengan penolakan oleh pemerintah Kerajaan Belanda yang malah memberikan opsi agar Maria disidangkan di Belanda.

Upaya penegakan hukum lantas memasuki babak baru saat Maria ditangkap oleh NCB Interpol Serbia di Bandara Internasional Nikola Tesla, Serbia, pada 16 Juli 2019. "Penangkapan itu dilakukan berdasarkan red notice Interpol yang diterbitkan pada 22 Desember 2003. Pemerintah bereaksi cepat dengan menerbitkan surat permintaan penahanan sementara yang kemudian ditindaklanjuti dengan permintaan ekstradisi melalui Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Kemenkumham," kata Yasonna.

Keseriusan pemerintah ditunjukkan dengan permintaan percepatan proses ekstradisi terhadap Maria Pauline Lumowa. Di sisi lain, pemerintah Serbia juga mendukung penuh permintaan Indonesia berkat hubungan baik yang selama ini dijalin kedua negara.

"Dengan selesainya proses ekstradisi ini, berarti berakhir pula perjalanan panjang 17 tahun upaya pengejaran terhadap buronan bernama Maria Pauline Lumowa. Ekstradisi ini sekaligus menunjukkan komitmen kehadiran negara dalam upaya penegakan hukum terhadap siapa pun yang melakukan tindak pidana di wilayah Indonesia," ucap Yasonna. (Baca juga: Kapal Esa Windu dan 3 Nelayan Hilang di Legok Jawa Pangandaran)

Pengamat hukum Universitas Al Azhar Indonesia Suparji Ahmad menyatakan, keberhasilan pemerintah mengekstradisi Maria patut diacungi jempol. Namun, Suparji mengingatkan masih banyak yang masih berstatus buron yang tanpa publik ketahui.

Dia menyarankan, agar seluruh buronan negara yang telah merugikan keuangan negara dikejar secara serius dan ditangkap. Dengan begitu, keberhasilan ekstradisi atau menangkap buronan tak menjadi kepentingan politik suatu lembaga. Terlebih, kata Suparji, beberapa waktu lalu Presiden Jokowi telah mengeluarkan peringatan reshuffle kabinet dan kepala lembaga. "Data tentang buronan harus diperjelas. Jangan sampai status buron ternyata ada yang dicabut, baru kemudian keluarkan status buron lagi," katanya.

Ketua Komisi III DPR Herman Herry berpendapat, proses ekstradisi tak lepas dari sinergi yang baik antara sesama lembaga penegak hukum, termasuk Kemenkumham. "Kita harus mengapresiasi pendekatan yang dilakukan Menteri Yasonna yang melakukan diplomasi hukum terhadap otoritas Serbia sehingga ekstradisi ini terwujud. Proses ekstradisi ini kan tidak mudah dan bahkan sempat ditolak oleh Belanda," tutur Herman.

Dia mengatakan, keberhasilan mengekstradisi Maria merupakan bukti komitmen dan kehadiran negara dalam penegakan hukum. "Ini sekaligus memberi pesan bahwa negara tidak akan berhenti melakukan penindakan terhadap siapa pun yang melakukan tindak pidana di negeri ini," kata politikus PDI Perjuangan ini.

Anggota Komisi III DPR Didik Mukrianto mengingatkan pemerintah masih punya banyak buronan kakap lain yang mesti dibekuk. Sebut saja dalam kasus pengalihan hak tagih Bank Bali, Djoko Sugiarto Tjandra, dan suap kepada eks Komisioner KPU Wahyu Setiawan, Harun Masiku, dan lain-lainnya. Dua kasus itu masih menjadi pekerjaan rumah bagi Kemenkumham. (Baca juga: The Rolling Stones Perlihatkan Potongan Video Lagu Baru)

"Melihat keberhasilan ini, tentu kita berharap dan punya keyakinan, selama ada political will yang kuat dari pemerintah, seharusnya akan lebih banyak lagi DPO atau buronan yang lari ke luar negeri bisa dipulangkan," kata Didik.

Namun demikian, banyak pekerjaan rumah Kemenkumham, khususnya di Dirjen Imigrasi yang harus diperbaiki. "Potret buruk terkait dengan kasus Harun Masiku, dan Djoko Tjandra mestinya mesti evaluasi mendasar buat perbaikan kinerja dan sistem keimigrasian yang dibangun dengan uang negara," tambah Kepala Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia DPP Partai Demokrat ini.

Didik menuturkan, jangan sampai sistem dan basis IT yang dibangun bisa dikelabui penjahat. "Atau lebih jauh lagi, jangan sampai sistem yang ada dijadikan tempat berlindungnya atau menjadi sarana para perencana kejahatan dan penjahat," kata Didik. (Lihat videonya: Maria Lumowa Berhasil Diesktradisi ke Indonesia, Simak Kronologisnya)

Wakil Ketua MPR Jazilul Fawaid menilai pemulangan Maria menjadi peringatan (warning) bagi pelaku pidana lainnya yang kabur ke luar negeri bahwa negara akan mengejarnya kapan pun dan di mana pun. "Kejar dan tangkap para buron yang lari ke luar negeri seperti Syamsul Nursalim (buronan kasus skandal BLBI) dan istrinya dan lainnya yang juga belum ketahuan rimbanya. Publik masih menunggu sukses yang lainnya. Selamat Pak Yasonna. Kejar yang lainnya," pinta Wakil Ketua Umum DPP PKB ini. (Abdul Rochim/Rico Afrido Simanjuntak/Rakhmatulloh)
(ysw)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1896 seconds (0.1#10.140)