Revolusi Kertas Putih di China Bisa Mengubah Sistem Otoriter di Taiwan?

Selasa, 06 Desember 2022 - 21:09 WIB
Mereka melampiaskan kemarahan mereka yang terpendam selama ini. Mereka mengubah wajah dan senyuman yang taat menjadi pandangan yang sinis dan penuh dendam kepada pemerintah otoriter komunis. Kepatuhan rakyat China dan kemampuan menyesuaikan diri rakyat China dengan diktator berubah dengan cepat hanya karena kebijakan pembatasan kebebasan bergerak selama hampir tiga tahun dari pemerintah. Kepatuhan rakyat terhadap pemerintah yang diktator menghilang dalam semalam saja.

Demikian juga hal yang sama terjadi di Taiwan. Para pemuda Taiwan yang mulai muak dengan propaganda China dan propaganda kelompok pro-kemerdekaan mulai menyuarakan pendapat mereka. Selama ini, para pemuda Taiwan yang terbuai oleh janji manis dari pemerintah yang manjanjikan kemerdekaan selalu menganggap diri mereka adalah sebuah entitas yang berbeda dengan China. Mereka selalu memandang saudara-saudara mereka di daratan China sebagai musuh yang terbelakang, tidak berpendidikan, kasar, dan tidak mengerti sopan santun.

Peristiwa di Xinjiang yang menewaskan 10 orang dalam kebakaran dan menyulut demonstrasi besar-besaran di seantero China telah menyadarkan kelompok pemuda Taiwan, bahwa ternyata selama ini mereka mempunyai nasib yang sama. Mereka patuh pada pemerintah yang salah, patuh pada pemerintah yang otoriter. Ini dibuktikan dengan gagalnya pemilihan kepala daerah di Taiwan yang dilaksanakan akhir November lalu.

Kemudian, kenapa Partai Komunis China mengumumkan segera menghapus segala bentuk pembatasan bergerak? Ini hanya semata-mata ingin mempertahankan kediktatorannya kembali. Konghucu pernah berkata, bahwa diktator harus memiliki pengikut yang patuh, kalau tidak, diktator akan seperti tubuh yang kehilangan nutrisi. Oleh karena itu, Partai Komunis harus segera memposisikan bahwa Revolusi Kertas Putih bukanlah revolusi rakyat yang menentang diktator, akan tetapi kebebasan bersuara yang “nyata” dari rakyat China. Partai Komunis siap menampung aspirasi rakyat, sebagaimana mereka adalah pasukan pembebasan rakyat di zaman Chiang Kai-shek, dan tentu ini semata-mata demi memenangkan hati rakyat kembali.

Kembali ke kekalahan kelompok pro-kemerdekaan di pilkada Taiwan, mengapa pemerintah diktator di Taiwan mengabaikan suara rakyat? Berbeda dengan saudaranya Partai Komunis, Partai DPP yang berkuasa di Taiwan mengetahui dengan jelas bahwa mereka dan rakyat yang taat berada di perahu yang sama, sehingga pemerintah diktator di Taiwan tidak akan gentar dengan perlawanan rakyat, karena mereka mempunyai musuh bersama, yaitu Daratan China dan komunis China. Lebih tepatnya lagi, otoritas yang berkuasa di Taiwan menjiplak ilmu politik Amerika dan menganggap yang berasal dari Amerika itu sebagai demokrasi rakyat. Pemerintah Taiwan bahkan tidak sadar bahwa mereka bersama Amerika telah membentuk sistem otoriter yang membungkam kebebasan rakyat Taiwan.

Sementara itu, para pendukung pemerintah pro kemerdekaan Taiwan tidak hanya tidak peduli dengan demokrasi, bahkan mereka tidak bisa berdemokrasi, karena sistem demokrasi menganggap bahwa setiap orang memiliki preferensinya sendiri, dan pilihan para pendukung pemerintah Taiwan adalah mereka rela dikibuli oleh kelompok pemecah belah bangsa yang berkuasa.

Hampir seluruh rakyat Taiwan yang mendukung kemerdekaan, tidak ada identitas atau pilihan yang layak dipertahankan, karena mereka atas nama kemerdekaan, berusaha keras menipu diri mereka sendiri dengan menghapus identitas kecinaan mereka. Bahkan, sesungguhnya mereka takut demokrasi yang benar-benar demokrasi. Oleh karena itu, mereka selalu berteriak bahwa nasib rakyat Taiwan ditentukan oleh rakyat Taiwan sendiri, bukan oleh negara lain, akan tetapi mereka selalu mengandalkan Amerika untuk menentukan nasib mereka.
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
(zik)
Halaman :
tulis komentar anda
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More