Cegah Provokasi, Masyarakat Diminta Cerdas Pilah Informasi
Kamis, 09 Juli 2020 - 20:56 WIB
“Nah masyarakat perlu berlatih untuk tahu, untuk tidak mengambil dari situs-situs yang tidak jelas. Secara prinsip media, media yang bisa dipercaya adalah media yang sudah terdaftar di Dewan Pers yang bisa lebih terjamin ke validannya,” katanya.
Septiaji mengungkapkan, media yang terdaftar di Dewan Pers bekerja berdasarkan Kode Etik Jurnalistik dan diawasi oleh Dewan Pers. Karena media yang terdaftar di Dewan Pers lebih bisa dipercaya dan media tersebut juga harus mengikuti ketentuan Kode Etik Jurnalistik dan diawasi oleh Dewan Pers.
“Tapi memang saat ini ada fenomena di media online yang seringkali memuat informasi yang membingungkan karena belum dilakukan verifikasi secara detail atau cover both side tapi sudah muncul di media online,” ucapnya.
Septiaji menuturkan media online tidak seharusnya hanya mengutamakan kecepatan berita, tetapi akurasi juga harus diperhatikan. Hal ini akibat adanya persaingan dari masing-masing nmedia yang berlomba-lomba untuk bisa menayangkan berita secara cepat terhadap sebuah peristiwa yang terjadi.
“Jangan sampai karena persaingan antarmedia jadi cepat-cepatan bikin berita tapi akurasi berita dikorbankan apalagi sampai menggunakan judul-judul yang clickbait, itu harus diperbaiki. Tetapi bukan berarti bila ada kesalahan di media-media online yang terverifikasi itu kemudian kita tidak perlu membaca dari media-media online. Itu tidak begitu juga, karena bisa lakukan kroscek di media lainnya,” ungkapnya.
Dia mengungkapkan, pihaknya saat ini telah melakukan upaya-upaya penangkalan informasi keliru dan menghasut dengan melibatkan masyarakat.
“Kami dari Mafindo mengelola dua situs turnbackhoax.id dan cekfakta.com, kemudian dari Kominfo itu juga punya data-data tentang isu-isu yang dinyatakan hoax atau salah. Termasuk kawan-kawan media online juga ada kolom atau kanal-kanal untuk cek fakta. Saya rasa masyarakat perlu tahu bahwa itu ada,” ungkap Septiaji.
Selain itu, dia jjuga mengadakan workshop dan seminar dengan menggandeng berbagai pihak. Dimana Mafindo sendiri berkolaborasi dengan banyak pihak, yang salah satunya dengan komunitas literasi digital dengan sebutan gerakan nasional literasi digital.
“Setiap tahun di Mafindo kami menjangkau 20-30 ribu orang untuk kita edukasi, kita ajak berhati-hati dalam memilah informasi, berhati-hati kepada konten yang menghasut,” ujarnya.
Septiaji juga menyarankan bahwa perlu ada kegiatan silaturahimi antara tokoh masyarakat atau tokoh agama yang ditengahi oleh pemerintah sebagai penyambung lidah antara pemerintah dengan masyarakat.
Septiaji mengungkapkan, media yang terdaftar di Dewan Pers bekerja berdasarkan Kode Etik Jurnalistik dan diawasi oleh Dewan Pers. Karena media yang terdaftar di Dewan Pers lebih bisa dipercaya dan media tersebut juga harus mengikuti ketentuan Kode Etik Jurnalistik dan diawasi oleh Dewan Pers.
“Tapi memang saat ini ada fenomena di media online yang seringkali memuat informasi yang membingungkan karena belum dilakukan verifikasi secara detail atau cover both side tapi sudah muncul di media online,” ucapnya.
Septiaji menuturkan media online tidak seharusnya hanya mengutamakan kecepatan berita, tetapi akurasi juga harus diperhatikan. Hal ini akibat adanya persaingan dari masing-masing nmedia yang berlomba-lomba untuk bisa menayangkan berita secara cepat terhadap sebuah peristiwa yang terjadi.
“Jangan sampai karena persaingan antarmedia jadi cepat-cepatan bikin berita tapi akurasi berita dikorbankan apalagi sampai menggunakan judul-judul yang clickbait, itu harus diperbaiki. Tetapi bukan berarti bila ada kesalahan di media-media online yang terverifikasi itu kemudian kita tidak perlu membaca dari media-media online. Itu tidak begitu juga, karena bisa lakukan kroscek di media lainnya,” ungkapnya.
Dia mengungkapkan, pihaknya saat ini telah melakukan upaya-upaya penangkalan informasi keliru dan menghasut dengan melibatkan masyarakat.
“Kami dari Mafindo mengelola dua situs turnbackhoax.id dan cekfakta.com, kemudian dari Kominfo itu juga punya data-data tentang isu-isu yang dinyatakan hoax atau salah. Termasuk kawan-kawan media online juga ada kolom atau kanal-kanal untuk cek fakta. Saya rasa masyarakat perlu tahu bahwa itu ada,” ungkap Septiaji.
Selain itu, dia jjuga mengadakan workshop dan seminar dengan menggandeng berbagai pihak. Dimana Mafindo sendiri berkolaborasi dengan banyak pihak, yang salah satunya dengan komunitas literasi digital dengan sebutan gerakan nasional literasi digital.
“Setiap tahun di Mafindo kami menjangkau 20-30 ribu orang untuk kita edukasi, kita ajak berhati-hati dalam memilah informasi, berhati-hati kepada konten yang menghasut,” ujarnya.
Septiaji juga menyarankan bahwa perlu ada kegiatan silaturahimi antara tokoh masyarakat atau tokoh agama yang ditengahi oleh pemerintah sebagai penyambung lidah antara pemerintah dengan masyarakat.
tulis komentar anda