Masjid Klenteng, Simbol Toleransi di Salatiga
Selasa, 29 November 2022 - 12:52 WIB
Selain beragama yang moderat di tengah masyarakat multikultural, keberhasilan ini, tak lepas dari kebijakan pemerintah kota yang tidak diskriminatif terhadap semua penganut agama.
Hal ini juga didukung oleh kuatnya kolaborasi dan sinergi dari berbagai pihak, mulai dari pemerintah kota selaku pemangku kebijakan, Kementerian Agama, Forkopimda, organisasi keagamaan terutama Forum Komunikasi Umat Beragama (FKUB) Kota Salatiga. Terus terjaganya kerukunan ini juga sejalan dengan program prioritas Kementerian Agama yang menempatkan 2022 sebagai Tahun Toleransi.
Gambaran lain kuatnya toleransi dan kerukunan beragama ini bisa dilihat dalam momen hari besar agama. Seperti saat Bulan Suci Ramadan, umat kristiani di Salatiga turut menyediakan takjil untuk berbuka puasa bagi warga muslim yang melintas di depan Gereja Paulus Miki, di Jalan Diponegoro Salatiga dan tempat lainnya.
Saat Idul Fitri, warga nonmuslim juga memberikan ucapan selamat Hari Raya Idul Fitri dan saling meminta maaf. Begitu pula saat warga Nasrani merayakan Natal.
Warga muslim seperti anggota Banser dan organisasi keagamaan lainnya di Salatiga juga ikut menjaga pelaksanaan Misa Natal yang digelar di alun-alun Pancasila dan sejumlah gereja. Ini wujud tingginya toleransi dan kuatnya kerukunan beragama di Salatiga.
Ketua FKUB Kota Salatiga Noor Rofiq mengakui hal ini. FKUB bahkan terus berupaya mempererat toleransi antar umat beragama di antaranya sosialisasi terkait toleransi kepada pelajar SMA dan PKK hingga tingkat RT.
“Upaya yang kita lakukan juga mengantarkan Salatiga meraih penghargaan kota tertoleran pelajar se-Indonesia yang diberikan oleh Direktorat Jenderal Pendidikan belum lama ini,” katanya.
Selain soal tempat ibadah, tingginya praktik moderasi beragama juga terlihat di kampus atau lembaga pendidikan. Di Kota Salatiga terdapat perguruan tinggi yang mahasiswanya berasal dari Sabang sampai Merauke.
Ini turut memberikan andil terhadap kemajemukan di Kota Salatiga. Bahkan Kota Salatiga yang dihuni oleh penduduk dari beragam suku, agama dan ras berbeda, namun kehidupan sosial dan kerukunan beragama bisa terjalin rukun, sejuk dan damai.
Ketua DPRD Kota Salatiga Dance Ishak Palit menuturkan Kota Salatiga dikenal sebagai Indonesia Mini karena terdapat lebih dari 30 etnis yang hidup berdampingan dengan menjaga semangat kebersamaan. Masyarakat juga bisa merawat kebhinekaan dan keberagaman.
Hal ini juga didukung oleh kuatnya kolaborasi dan sinergi dari berbagai pihak, mulai dari pemerintah kota selaku pemangku kebijakan, Kementerian Agama, Forkopimda, organisasi keagamaan terutama Forum Komunikasi Umat Beragama (FKUB) Kota Salatiga. Terus terjaganya kerukunan ini juga sejalan dengan program prioritas Kementerian Agama yang menempatkan 2022 sebagai Tahun Toleransi.
Gambaran lain kuatnya toleransi dan kerukunan beragama ini bisa dilihat dalam momen hari besar agama. Seperti saat Bulan Suci Ramadan, umat kristiani di Salatiga turut menyediakan takjil untuk berbuka puasa bagi warga muslim yang melintas di depan Gereja Paulus Miki, di Jalan Diponegoro Salatiga dan tempat lainnya.
Saat Idul Fitri, warga nonmuslim juga memberikan ucapan selamat Hari Raya Idul Fitri dan saling meminta maaf. Begitu pula saat warga Nasrani merayakan Natal.
Warga muslim seperti anggota Banser dan organisasi keagamaan lainnya di Salatiga juga ikut menjaga pelaksanaan Misa Natal yang digelar di alun-alun Pancasila dan sejumlah gereja. Ini wujud tingginya toleransi dan kuatnya kerukunan beragama di Salatiga.
Ketua FKUB Kota Salatiga Noor Rofiq mengakui hal ini. FKUB bahkan terus berupaya mempererat toleransi antar umat beragama di antaranya sosialisasi terkait toleransi kepada pelajar SMA dan PKK hingga tingkat RT.
“Upaya yang kita lakukan juga mengantarkan Salatiga meraih penghargaan kota tertoleran pelajar se-Indonesia yang diberikan oleh Direktorat Jenderal Pendidikan belum lama ini,” katanya.
Selain soal tempat ibadah, tingginya praktik moderasi beragama juga terlihat di kampus atau lembaga pendidikan. Di Kota Salatiga terdapat perguruan tinggi yang mahasiswanya berasal dari Sabang sampai Merauke.
Ini turut memberikan andil terhadap kemajemukan di Kota Salatiga. Bahkan Kota Salatiga yang dihuni oleh penduduk dari beragam suku, agama dan ras berbeda, namun kehidupan sosial dan kerukunan beragama bisa terjalin rukun, sejuk dan damai.
Ketua DPRD Kota Salatiga Dance Ishak Palit menuturkan Kota Salatiga dikenal sebagai Indonesia Mini karena terdapat lebih dari 30 etnis yang hidup berdampingan dengan menjaga semangat kebersamaan. Masyarakat juga bisa merawat kebhinekaan dan keberagaman.
tulis komentar anda