Orisinalitas Kunci Karya Mendapat Pelindungan Hak Cipta
loading...
A
A
A
JAKARTA - Hak cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Terdapat salah satu aspek penting dari hak cipta adalah orisinalitas. Orisinalitas merupakan titik pondasi dari suatu ciptaan agar memiliki pelindungan hak cipta. Karya hasil dari plagiat atau tidak orisinal tidak akan memiliki hak ciptanya.
Hal tersebut disampaikan oleh Anggoro Dasananto selaku Direktur Hak Cipta dan Desain Industri pada wawancara yang dilakukan pada 21 Februari 2023 di kantor Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI).
“Salah satu substansi yang mengikat adalah pertama, orisinalitas merupakan konsep di mana karya yang dihasilkan dari orang yang bersangkutan. Dibuat sendiri, bersifat khas dan pribadi serta karya yang dibuat dihasilkan sendiri tanpa mengutip, menyalin, atau pun plagiasi dari karya orang lain,” kata Anggoro.
Kemudian, substansi kedua pada hak cipta yang mengikat adalah berwujud. Anggoro menjelaskan, dalam hal ini ketika seseorang memiliki sebuah ide dan dituangkan dalam suatu karya, maka karya tersebut harus berbentuk. Ada wujudnya yang bisa dilihat atau pun dirasakan.
“Lalu, apabila karya tersebut memiliki orisinalitas dan berwujud maka otomatis karya tersebut akan memiliki hak eksklusif yang melekat atas karya cipta tersebut,” tutur Anggoro.
Menurutnya, berbicara orisinalitas adalah berbicara ide yang mempengaruhi hasil karya cipta seseorang. Hak cipta tidak melindungi ide, tetapi ekspresi dari ide tersebut.
Anggoro juga menjelaskan bahwa hak cipta dapat dibedakan menjadi dua karya yaitu, karya original dan karya turunan. Karya orisinal merupakan dari hasil olah pikir sendiri yang dituangkan dalam kekhasan pribadinya. Adapun untuk karya turunan adalah karya yang mengambil karya orang lain yang kemudian diadaptasi menjadi karya yang berbeda.
“Adaptasi ciptaan itu beragam, misalnya dari sebuah buku diangkat menjadi karya film atau fotografi yang dituangkan ke sebuah karya patung. Ini merupakan bentuk adaptasi ciptaan,” tuturnya.
Menurut Anggoro ada juga bentuk lain dari karya orisinal dan turunan contohnya adalah buku Harry Potter yang ditulis oleh JK Rowling. "Di mana bukunya merupakan karya orisinal dan buku terjemahannya adalah sebuah karya turunan,” katanya.
Dengan demikian, pada pelindungan hukum atas hak cipta karya orisinal dan turunan memiliki perbedaan. Untuk karya orisinal mendapatkan pelindungan hak cipta seumur hidup pencipta +70 tahun dan untuk karya turunan mendapatkan pelindungan 50 tahun sejak pertama kali dipublikasikan.
Lalu, bagaimana jika terjadi pelanggaran pada karya orisinalitas? Bagaimana cara menunjukan karya tersebut memang orisinal milik pencipta dimaksud? Anggoro menjelaskan, maka harus dibuktikan terlebih dahulu apakah orang tersebut yang benar membuat karya tersebut atau ada bukti - bukti secara kronologinya atas lahirnya karya dimaksud.
“Oleh karena itu, orisinalitas berhubungan erat dengan pencipta. Tidak ada karya yang benar-benar baru di dunia, yang ada saling menginspirasi dan terinspirasi. Maka bagaimana hak cipta mengatur pelindungan tapi tidak mengekang untuk berkarya? Dikatakan melanggar hak cipta jika mengambil sebagian, seluruh dari karya dimaksud. Namun, jika mengambil karya orang lain dan dikembangkan dengan khasan sendiri maka tidak
dikategorikan melanggar hak cipta,” pungkasnya.
Terdapat salah satu aspek penting dari hak cipta adalah orisinalitas. Orisinalitas merupakan titik pondasi dari suatu ciptaan agar memiliki pelindungan hak cipta. Karya hasil dari plagiat atau tidak orisinal tidak akan memiliki hak ciptanya.
Hal tersebut disampaikan oleh Anggoro Dasananto selaku Direktur Hak Cipta dan Desain Industri pada wawancara yang dilakukan pada 21 Februari 2023 di kantor Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI).
“Salah satu substansi yang mengikat adalah pertama, orisinalitas merupakan konsep di mana karya yang dihasilkan dari orang yang bersangkutan. Dibuat sendiri, bersifat khas dan pribadi serta karya yang dibuat dihasilkan sendiri tanpa mengutip, menyalin, atau pun plagiasi dari karya orang lain,” kata Anggoro.
Kemudian, substansi kedua pada hak cipta yang mengikat adalah berwujud. Anggoro menjelaskan, dalam hal ini ketika seseorang memiliki sebuah ide dan dituangkan dalam suatu karya, maka karya tersebut harus berbentuk. Ada wujudnya yang bisa dilihat atau pun dirasakan.
“Lalu, apabila karya tersebut memiliki orisinalitas dan berwujud maka otomatis karya tersebut akan memiliki hak eksklusif yang melekat atas karya cipta tersebut,” tutur Anggoro.
Menurutnya, berbicara orisinalitas adalah berbicara ide yang mempengaruhi hasil karya cipta seseorang. Hak cipta tidak melindungi ide, tetapi ekspresi dari ide tersebut.
Anggoro juga menjelaskan bahwa hak cipta dapat dibedakan menjadi dua karya yaitu, karya original dan karya turunan. Karya orisinal merupakan dari hasil olah pikir sendiri yang dituangkan dalam kekhasan pribadinya. Adapun untuk karya turunan adalah karya yang mengambil karya orang lain yang kemudian diadaptasi menjadi karya yang berbeda.
“Adaptasi ciptaan itu beragam, misalnya dari sebuah buku diangkat menjadi karya film atau fotografi yang dituangkan ke sebuah karya patung. Ini merupakan bentuk adaptasi ciptaan,” tuturnya.
Menurut Anggoro ada juga bentuk lain dari karya orisinal dan turunan contohnya adalah buku Harry Potter yang ditulis oleh JK Rowling. "Di mana bukunya merupakan karya orisinal dan buku terjemahannya adalah sebuah karya turunan,” katanya.
Dengan demikian, pada pelindungan hukum atas hak cipta karya orisinal dan turunan memiliki perbedaan. Untuk karya orisinal mendapatkan pelindungan hak cipta seumur hidup pencipta +70 tahun dan untuk karya turunan mendapatkan pelindungan 50 tahun sejak pertama kali dipublikasikan.
Lalu, bagaimana jika terjadi pelanggaran pada karya orisinalitas? Bagaimana cara menunjukan karya tersebut memang orisinal milik pencipta dimaksud? Anggoro menjelaskan, maka harus dibuktikan terlebih dahulu apakah orang tersebut yang benar membuat karya tersebut atau ada bukti - bukti secara kronologinya atas lahirnya karya dimaksud.
“Oleh karena itu, orisinalitas berhubungan erat dengan pencipta. Tidak ada karya yang benar-benar baru di dunia, yang ada saling menginspirasi dan terinspirasi. Maka bagaimana hak cipta mengatur pelindungan tapi tidak mengekang untuk berkarya? Dikatakan melanggar hak cipta jika mengambil sebagian, seluruh dari karya dimaksud. Namun, jika mengambil karya orang lain dan dikembangkan dengan khasan sendiri maka tidak
dikategorikan melanggar hak cipta,” pungkasnya.
(ars)