Masjid Klenteng, Simbol Toleransi di Salatiga
Selasa, 29 November 2022 - 12:52 WIB
Untuk pengembangan, lahan sebelah timur masjid juga dibangun mess bagi santri. Saat ini sudah ada 10 santriwan dan 25 santriwati dari berbagai daerah di Indonesia. Santriwan dan santriwati itu belajar mulai dari jenjang SMP, SMA dan kuliah.
Seperti pada umumnya, pesantren ini juga untuk memperdalam ilmu agama. Namun nilai plus lain di ponpes di bawah Yayasan H. Zaenal Abidin ini adalah para santri juga dibekali dengan ilmu kewirausahaan (entrepreneurship).
Salah seorang pendiri Yayasan Zaenal Abidin, Ustaz Agus Ahmad (46) mengatakan, selain memperdalam ilmu agama berbasis salaf dengan kitab-kitab kuning, santri juga dibekali dengan ilmu entrepeneuer atau berbisnis. Harapannya ketika lulus kuliah dan lulus dari ponpes, santri tidak bingung masalah pekerjaan karena sudah bisa menghasilkan uang sendiri.
Tak hanya dikenal dengan pesantren wirausaha, Masjid Klenteng juga masyhur dengan aktivitas sosial kemasyarakatan. Ini mudah terlihat ketika Bulan Ramadan. Pengelola Masjid Klenteng dan santri rutin menggelar bagi-bagi takjil. Bahkan, begitu menyatunya dengan masyarakat maupun budayanya, pengelola juga menggelar buka puasa bersama.
Masyarakat Multikultural
Masjid Klenteng. (Foto: dok Kemenag Jateng)
Masjid Klenteng adalah sedikit potret keunikan dari Kota Salatiga yang dikenal dengan kota dengan toleransi tinggi. Toleransi ini terbangun karena masyarakat kota yang bermukim di bawah Gunung Merbabu ini sudah terbiasa menjalankan cara pandang, sikap dan perilaku yang moderat dalam beragama.
Berkat praktik moderasi beragama yang teguh dijaga ini, Kota Salatiga pun selalu masuk dalam langganan tiga besar kota tertoleran se-Indonesia sejak 2015 hingga sekarang. Pada 2015, Salatiga dinobatkan sebagai kota paling toleran nomor dua. Kemudian pada 2017 turun di nomor tiga.
Pada 2018 naik ke nomor 2 dan 2020 Salatiga ditetapkan sebagai kota tertoleran nomor satu di Indonesia.
Seperti pada umumnya, pesantren ini juga untuk memperdalam ilmu agama. Namun nilai plus lain di ponpes di bawah Yayasan H. Zaenal Abidin ini adalah para santri juga dibekali dengan ilmu kewirausahaan (entrepreneurship).
Salah seorang pendiri Yayasan Zaenal Abidin, Ustaz Agus Ahmad (46) mengatakan, selain memperdalam ilmu agama berbasis salaf dengan kitab-kitab kuning, santri juga dibekali dengan ilmu entrepeneuer atau berbisnis. Harapannya ketika lulus kuliah dan lulus dari ponpes, santri tidak bingung masalah pekerjaan karena sudah bisa menghasilkan uang sendiri.
Tak hanya dikenal dengan pesantren wirausaha, Masjid Klenteng juga masyhur dengan aktivitas sosial kemasyarakatan. Ini mudah terlihat ketika Bulan Ramadan. Pengelola Masjid Klenteng dan santri rutin menggelar bagi-bagi takjil. Bahkan, begitu menyatunya dengan masyarakat maupun budayanya, pengelola juga menggelar buka puasa bersama.
Masyarakat Multikultural
Masjid Klenteng. (Foto: dok Kemenag Jateng)
Masjid Klenteng adalah sedikit potret keunikan dari Kota Salatiga yang dikenal dengan kota dengan toleransi tinggi. Toleransi ini terbangun karena masyarakat kota yang bermukim di bawah Gunung Merbabu ini sudah terbiasa menjalankan cara pandang, sikap dan perilaku yang moderat dalam beragama.
Berkat praktik moderasi beragama yang teguh dijaga ini, Kota Salatiga pun selalu masuk dalam langganan tiga besar kota tertoleran se-Indonesia sejak 2015 hingga sekarang. Pada 2015, Salatiga dinobatkan sebagai kota paling toleran nomor dua. Kemudian pada 2017 turun di nomor tiga.
Pada 2018 naik ke nomor 2 dan 2020 Salatiga ditetapkan sebagai kota tertoleran nomor satu di Indonesia.
tulis komentar anda