Perubahan Iklim dan Pertanian Hijau
Kamis, 17 November 2022 - 16:15 WIB
Kuntoro Boga Andri
Kepala Biro Humas dan Informasi Publik, Kementan, Pengurus Pusat Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia
DUNIA saat ini sedang dilanda krisis ekonomi, krisis energi, dan krisis pangan. Presiden Joko Widodo bahkan mengatakan ketidakpastian global akibat kondisi pandemi, geopolitik perang Rusia-Ukraina, dan perubahan iklim akan terus mengancam dunia. Banyak negara dihantui krisis dan ancaman inflasi.
IMF beberapa kali dalam tahun ini memperingatkan tentang tren kenaikan harga pangan. Sekjen PBB Antonio Gutteres meminta semua negara waspada krisis. Tahun ini saja harga pangan sudah melonjak lebih dari 33%, harga pupuk meningkat lebih dari 50%, dan kenaikan harga BBM nyaris 70%. Tren kenaikan harga ini telah berujung pada wabah kelaparan yang meningkat lebih 500% di seluruh dunia sejak 2016.
Baca Juga: koran-sindo.com
Salah satu faktor penyebab krisis tersebut adalah perubahan iklim. Dampak perubahan iklim sudah jelas terlihat di Indonesia dan kemungkinan akan memburuk bila tidak diantisipasi. Peningkatan konsentrasi gas rumah kaca akan terus menaikkan suhu permukaan dan lautan, mengubah pola curah hujan, meningkatkan permukaan air laut, dan berbagai dampak lainnya.
Peningkatan kekeringan, banjir, tanah longsor, dan kebakaran hutan akibat cuaca ekstrem mengganggu produksi pangan dan industri pertanian. Kenaikan permukaan laut global juga mengancam pesisir dan garis pantai Indonesia yang akan menghadapi risiko banjir dan intrusi air laut. Penurunan curah hujan musim kemarau akan berdampak serius pada lahan pertanian yang terkonsentrasi di daerah pesisir dataran rendah.
Jika tidak diantisipasi, sektor pertanian akan menghadapi masalah besar seperti penurunan produktivitas dan produksi, degradasi sumber daya lahan dan air yang mengakibatkan penurunan tingkat kesuburan, pencemaran tanah, banjir dan kekeringan, serta alih fungsi lahan pertanian.
Posisi Sentral Pertanian
Kepala Biro Humas dan Informasi Publik, Kementan, Pengurus Pusat Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia
DUNIA saat ini sedang dilanda krisis ekonomi, krisis energi, dan krisis pangan. Presiden Joko Widodo bahkan mengatakan ketidakpastian global akibat kondisi pandemi, geopolitik perang Rusia-Ukraina, dan perubahan iklim akan terus mengancam dunia. Banyak negara dihantui krisis dan ancaman inflasi.
IMF beberapa kali dalam tahun ini memperingatkan tentang tren kenaikan harga pangan. Sekjen PBB Antonio Gutteres meminta semua negara waspada krisis. Tahun ini saja harga pangan sudah melonjak lebih dari 33%, harga pupuk meningkat lebih dari 50%, dan kenaikan harga BBM nyaris 70%. Tren kenaikan harga ini telah berujung pada wabah kelaparan yang meningkat lebih 500% di seluruh dunia sejak 2016.
Baca Juga: koran-sindo.com
Salah satu faktor penyebab krisis tersebut adalah perubahan iklim. Dampak perubahan iklim sudah jelas terlihat di Indonesia dan kemungkinan akan memburuk bila tidak diantisipasi. Peningkatan konsentrasi gas rumah kaca akan terus menaikkan suhu permukaan dan lautan, mengubah pola curah hujan, meningkatkan permukaan air laut, dan berbagai dampak lainnya.
Peningkatan kekeringan, banjir, tanah longsor, dan kebakaran hutan akibat cuaca ekstrem mengganggu produksi pangan dan industri pertanian. Kenaikan permukaan laut global juga mengancam pesisir dan garis pantai Indonesia yang akan menghadapi risiko banjir dan intrusi air laut. Penurunan curah hujan musim kemarau akan berdampak serius pada lahan pertanian yang terkonsentrasi di daerah pesisir dataran rendah.
Jika tidak diantisipasi, sektor pertanian akan menghadapi masalah besar seperti penurunan produktivitas dan produksi, degradasi sumber daya lahan dan air yang mengakibatkan penurunan tingkat kesuburan, pencemaran tanah, banjir dan kekeringan, serta alih fungsi lahan pertanian.
Posisi Sentral Pertanian
Lihat Juga :
tulis komentar anda