Urun Rembug untuk RUU Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan

Sabtu, 12 November 2022 - 08:23 WIB
Melihat tren saat ini, teknologi menggantikan banyak peran, seperti berkembangnya aset kripto dan terjadinya interkoneksi yang tinggi. Ini berarti risiko bisa muncul dari teknologi dan lembaga yang mengendalikan teknologi keuangan. Masalahnya, sejauh mana teknologi diterapkan di sektor keuangan dan bagaimana akan diatur, semuanya masih “gelap”.

Untuk itu, perkembangan ini perlu diwaspadai karena berimplikasi serius. Misalnya saja, proses transmisi menujugreeneconomyyang berpotensi menimbulkan problem besar bagi perusahaan yang sudah memberi kredit khususnya bank dan investor di sektor “black economy” seperti batubara.

Semangat Renovasi

Inisitif DPR untuk melakukan perubahan komprehensif pengaturan dan pengelolaan sistem keuangan nasional patut diapresiasi karena memang diperlukan mengingat perkembangan lingkungan dan sudah cukup lamanya UU terkait ini dibuat. Idealnya, apa yang diatur dalam RUU P2SK mampu mengantisipasi keadaan 30 tahun ke depan. Artinya RUU P2SK bukan sekedar memberi jawaban atas kondisi saat ini saja.

Memang tidak mudah memperkirakan apa yang akan terjadi di kemudian hari, sehingga kalaupun RUU ini hanya mampu mengimbangi kebutuhan atas perkembangan jangka 10 tahun ke depan, RUU ini sudah bagus dibandingkan tetap menggunakan aturan lama yang terlalu ketinggalan (obsolete).

Namun demikian catatan yang harus dipegang DPR dan pemerintah adalah tetap harus memperhatikan praktik-praktik baik yang selama ini telah berjalan. Artinya jangan mengubah “bangunan” legislasi yang baik dan berfungsi efektif dengan sesuatu yang baru yang dapat menimbulkan problem baru.

Yang patut diwaspadai adalah risiko perubahan independensi BI dan OJK karena RUU ini disusun DPR yang secara alamiah diisi politisi. Secara teori dialektika, ada konflik kepentingan antara bank sentral yang independen dengan politisi.

Perlu disadari kebijakan moneter yang dilakukan BI adalah salah satu dari dua pilar utama kebijakan ekonomi makro selain kebijakan fiskal. Kebijakan moneter harus bersaing dengan kepentingan politik-ekonomi dalam menghadapi inflasi. Artinya pemerintah (baca politisi) memiliki insentif untuk menyimpang dari komitmen ekonomi jangka panjang.

Politisi cederung secara naluriah mengikuti kepentingan untuk kemenangan dalam pemilu (siklus lima tahunan) dengan kebijakan populis yaitu anggaran yang ekspansif dengan dampak inflatoir. Tujuanya, memperluas output/pertumbuhan dan menurunkan pengangguran sebagai “keberhasilan”. Sebaliknya, tindakan ini tidak boleh dilakukan bank sentral karena inkonsistensi kebijakan moneter akan dipersepsi negatif. Maka, menempatkan bank sentral yang independen dan bebas dari tekanan politik atas pelaksanaan kebijakan moneter adalah “harga mati”.

Demikian juga dengan OJK. Lembaga ini harus independen baik itu dari pengaruh politis maupun independen dari kepentingan industri. Sebagai lembaga yang mengatur dan mengawasi lembaga keuangan, kredibilitas menjadi taruhan nomor satu. Kepentingan industri dan konsumen dalam jangka panjang harus dikedepankan agar fungsi intermediasi terjaga dan integritas industri keuangan dapat ditegakan.
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
Halaman :
tulis komentar anda
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More