Melahirkan Generasi Pahlawan Lingkungan

Jum'at, 11 November 2022 - 09:18 WIB
Ahmad Riyadi (Foto: Ist)
Ahmad Riyadi

Ketua Komunitas Sileya Peduli, Penggagas Gerakan Selayar Bebas Sampah Plastik di Kabupaten Selayar

PERINGATAN Hari Pahlawan Nasional yang jatuh pada 10 November setiap tahunnya menjadi kesempatan berharga kepada segenap komponen bangsa ini untuk merenungi kembali semangat kepahlawanan yang digelorakan oleh para pejuang kemerdekaan, 77 tahun silam.

Patriotisme dan semangat rela berkorban oleh para pemuda yang tampil sebagai pelopor, menjadi kekuatan besar dalam upaya mempertahankan kemerdekaan di tengah segala keterbatasan yang ada kala itu. Spirit yang kemudian kita warisi sehingga identitas bangsa pejuang kerap disematkan kepada negara kita tercinta Indonesia.

Baca Juga: koran-sindo.com



Zaman berganti dan setiap era hadir dengan situasi serta karakter persoalannya sendiri-sendiri. Di tengah peradaban yang semakin maju seperti saat ini, tantangan dan problematika sosial serta kebangsaan kita, tentu jauh berbeda dengan apa yang dihadapi oleh para pendahulu bangsa ini.

Satu hal, bahwa nilai-nilai kepahlawanan, persatuan dan semangat rela berkorban demi kepentingan orang banyak, harus terus tertanam dihati dan benak kita semua, terutama kepada anak muda yang kepadanya dibebankan sebuah tugas mulia sebagai agen perubahan pada hidup dan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Tanpa itu, maka kita terutama para pemuda, akan rawan terjebak dalam sifat individualistik dan perilaku oportunistik.

Anak Muda dan Isu Lingkungan

Kondisi lingkungan terutama persoalan sampah plastik adalah ancaman yang menuntut perhatian serius dari semua kalangan. Status Indonesia sebagai negara penghasil sampah kedua terbesar di dunia setelah China, menjadi label yang sepantasnya membuat kita introspeksi diri.

Tentu kita tidak ingin dicap sebagai “bangsa perusak” karena memberi kontribusi besar pada produksi sampah plastik dan menjadi pemicu berbagai macam kerusakan lingkungan seperti pemanasan global dan perubahan iklim, pencemaran udara hingga kerusakan ekosistem laut.

Sifat plastik yang tidak mudah terurai menjadikan material tersebut sebagai polutan di manapun keberadaannya, di tanah, sungai, laut, bahkan di tempat pembuangan akhir (TPA) yang mungkin oleh sebagian orang dilihat sebagai solusi.

Padahal, jangan salah! Tumpukan sampah di TPA yang tidak terurus, pada akhirnya akan melepaskan gas metana yang daya rusaknya 21 kali lebih besar dibandingkan karbon dioksida.

Lalu, mengapa spirit kepahlawanan menjadi sangat relevan dengan isu persampahan? Perlu diingat bahwa dalam upaya mengurai benang kusut persoalan sampah, setiap komponen memiliki perannya masing-masing.

Bahkan, dalam Kebijakan Strategi Nasional (JAKTRANAS) Program Pengelolaan Sampah hingga tahun 2025 yang diterjemahkan dalam bentuk Perpres Nomor 97 Tahun 2017, menempatkan aspek prevention menjadi prioritas utama, di mana kesadaranindividu menjadi hal yang sangat di dalamnya.

Paradigma yang ingin dibangun adalah pengurangan sampah dari sumbernya. Artinya, bagaimana setiap individu memiliki kesadaran untuk tidak memproduksi sampah, terutama sampah plastik.

Hal ini tentu tidak dalam rangka mengabaikan upaya penanganan. Namun, berdasarkan pengalaman penulis mengamati model penanganan sampah plastik, misalnya aturan pembatasan penggunaan material plastik di minimarket yang sudah dilakukan di beberapa daerah, bukan sesuatu yang mudah untuk dijalankan.

Sistem yang tidak terintegrasi, infrastruktur yang belum mencukupi hingga problem pengawasan masih menjadi kendala. Akhirnya berbagai program dan strategi tersebut seperti menemui jalan terjal.
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More