Soal Pembelian Pesawat Osprey, Eks Sekjen Kemhan: Butuh Proses Matang
Selasa, 07 Juli 2020 - 20:27 WIB
SOAL PEMBELIAN PESAWAT OSPREY, EKS SEKJEN KEMHAN: BUTUH PROSES MATANG - Pembelian alat utama sistem persenjataan (alutsista) membutuhkan proses yang matang disesuaikan dengan kebutuhan pertahanan Indonesia.
Informasi tentang persetujuan Departemen Luar Negeri AS atas rencana penjualan delapan pesawat tiltrotor MV-22 Osprey Block C kepada Indonesia merupakan pernyataan dari pihak AS semata, karena proses pembangunan kekuatan alutsista apa pun tipenya sepenuhnya ditentukan oleh Kementerian Pertahanan Indonesia, melalui proses ketat dan bersifat rahasia.
Hal tersebut disampaikan Laksamana Madya Purn Agus Setiadji menanggapi pertanyaan wartawan saat peluncuran buku karyanya berjudul Ekonomi Pertahanan: Menghadapi Perang Generasi Keenam, Selasa (7/7/2020).
Dalam diskusi yang diselenggarakan Jakarta Defence Studies (JDS) yang berjudul Strategi di Balik Kebijakan Alokasi Anggaran Pertahana ini, Agus menjelaskan proses pembelian alutsista merupakan proses bertahap yang panjang.
Menurut dia, pasti ada perencanaan yang berjenjang. “Apa kepentingan nasional kita. Itu yang jadi pertimbangan utamanya,” kata Agus.
Diskusi ini juga menghadirkan tiga pembicara lainnya, yakni Guru Besar Universitas Pertahanan Laksamana TNI Purn Marsetio, Ketua Komisi I DPR Meutya Hafid, dan Jubir Menhan Dahnil Anzar Simanjuntak. Dahnil menolak berkomentar tentang rencana
pembelian Osprey.
Sebelumnya, dalam siaran pers Badan Kerja Sama Pertahanan Keamanan AS, disebutkan bahwa Kementerian Luar Negeri AS menyetujui rencana penjualan delapan pesawat tiltrotor MV-22 Osprey Block C kepada Indonesia. Ini berarti Indonesia bisa menjadi negara ketiga di dunia yang mengoperasikan pesawat angkut militer itu setelah AS dan Jepang. Siaran pers itu dikeluarkan di Washington DC, AS, Selasa (6/7/2020) atau Rabu (7/7/2020) waktu Indonesia. ( )
Disebutkan, DSCA telah mengirim notifikasi akan kemungkinan penjualan Osprey tersebut ke Kongres AS pada hari yang sama. Menurut AS, Pemerintah Indonesia telah mengajukan pembelian delapan pesawat MV-22 Osprey Block C kepada Pemerintah AS, beberapa waktu lalu.
Informasi tentang persetujuan Departemen Luar Negeri AS atas rencana penjualan delapan pesawat tiltrotor MV-22 Osprey Block C kepada Indonesia merupakan pernyataan dari pihak AS semata, karena proses pembangunan kekuatan alutsista apa pun tipenya sepenuhnya ditentukan oleh Kementerian Pertahanan Indonesia, melalui proses ketat dan bersifat rahasia.
Hal tersebut disampaikan Laksamana Madya Purn Agus Setiadji menanggapi pertanyaan wartawan saat peluncuran buku karyanya berjudul Ekonomi Pertahanan: Menghadapi Perang Generasi Keenam, Selasa (7/7/2020).
Dalam diskusi yang diselenggarakan Jakarta Defence Studies (JDS) yang berjudul Strategi di Balik Kebijakan Alokasi Anggaran Pertahana ini, Agus menjelaskan proses pembelian alutsista merupakan proses bertahap yang panjang.
Menurut dia, pasti ada perencanaan yang berjenjang. “Apa kepentingan nasional kita. Itu yang jadi pertimbangan utamanya,” kata Agus.
Diskusi ini juga menghadirkan tiga pembicara lainnya, yakni Guru Besar Universitas Pertahanan Laksamana TNI Purn Marsetio, Ketua Komisi I DPR Meutya Hafid, dan Jubir Menhan Dahnil Anzar Simanjuntak. Dahnil menolak berkomentar tentang rencana
pembelian Osprey.
Sebelumnya, dalam siaran pers Badan Kerja Sama Pertahanan Keamanan AS, disebutkan bahwa Kementerian Luar Negeri AS menyetujui rencana penjualan delapan pesawat tiltrotor MV-22 Osprey Block C kepada Indonesia. Ini berarti Indonesia bisa menjadi negara ketiga di dunia yang mengoperasikan pesawat angkut militer itu setelah AS dan Jepang. Siaran pers itu dikeluarkan di Washington DC, AS, Selasa (6/7/2020) atau Rabu (7/7/2020) waktu Indonesia. ( )
Disebutkan, DSCA telah mengirim notifikasi akan kemungkinan penjualan Osprey tersebut ke Kongres AS pada hari yang sama. Menurut AS, Pemerintah Indonesia telah mengajukan pembelian delapan pesawat MV-22 Osprey Block C kepada Pemerintah AS, beberapa waktu lalu.
tulis komentar anda