Soal Pembelian Pesawat Osprey, Eks Sekjen Kemhan: Butuh Proses Matang
Selasa, 07 Juli 2020 - 20:27 WIB
Nilai total pembelian ini mencapai 2 miliar dollar AS atau sekitar Rp 28,9 triliun. Ekonomi Pertahanan Agus mengatakan, ekonomi dan pertahanan merupakan dua sisi mata uang yang tidak bisa dipisahkan.
Bahkan kedua dislipin ilmu tersebut bisa saling melengkapi bagi eksistensi suatu negara dalam persaingan di dunia internasional. Agus mengungkapkan ekonomi pertahanan merupakan ilmu yang menggunakan metoda ilmu ekonomi untuk mempelajari isu-isu yang berkaitan dengan pertahanan, perencanaan pembangunan kekuatan termasuk pelucutan sejata dan perdamaian dunia.
"Ekonomi pertahanan mengaplikasikan ilmu ekonomi yang sudah digunakan jauh ke dalam bidangbidang tertentu, dalam hal ini pertahanan negara," tutur mantan Sekretaris Jenderal Kementerian Pertahanan ini.
Agus kemudian mengutip pernyataan mantan Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro, bahwa ekonomi pertahanan merupakan ilmu pengetahuan untuk mencari cara terbaik dari alokasi berbagai sumber daya nasional, guna memenuhi kebutuhan akan rasa aman dari ancaman.
Menurut Agus, ekonomi pertahanan merupakan satu kesatuan utuh tentang upaya untuk mempertahankan eksistensi suatu negara dalam mempertahankan diri, baik secara ofensif maupun defensif, melalui ilmu ekonomi dihadapkan kepada keterbatasan sumber daya.
Banyak hal yang tercakup dalam ilmu ekonomi pertahanan. Ilmu ekonomi pertahanan termasuk pencegahan dan penghindaran perang, inisiasi dan penghentian, Interaksi strategis, perlombaan senjata maupun kontrol senjata.
Juru Bicara Menteri Pertahanan Dahnil Simanjuntak mengungkap ada gap yang cukup besar soal cara pandang dari ahli ekonomi pada sektor pertahanan. "Misalnya ada ekonom yang mempertanyakan mengapa anggaran pertananan besar, apakah kita sedang perang,’’ kata Dahnil.
Menurut dia, ada dua kesalahan tentang perspektif ekonom tersebut. Ekonom tersebut hanya melihat dari sisi ekonomi semata, yaitu melihat jumlah dan nilai besaran anggaran. Tapi mereka tak membaca terkait ancaman. "Bacaan yang salah terhadap ancaman," ungkapnya.
Dia menjelaskan anggaran pertahanan Rp129 triliun tergolong kecil dibanding anggran kementerian lainnya. Karena anggaran tersebut dibagi ke lima pos di bawah kementerian Pertehanan. Dan 48 sampai 50%-nya dipakai untuk belanja pegawai termasuk gaji. Alutsista hanya kebagian sekitar 30% dari total anggaran.
“Jadi ini ada gap literasi terhadap ancaman," kata Dahnil.
Bahkan kedua dislipin ilmu tersebut bisa saling melengkapi bagi eksistensi suatu negara dalam persaingan di dunia internasional. Agus mengungkapkan ekonomi pertahanan merupakan ilmu yang menggunakan metoda ilmu ekonomi untuk mempelajari isu-isu yang berkaitan dengan pertahanan, perencanaan pembangunan kekuatan termasuk pelucutan sejata dan perdamaian dunia.
"Ekonomi pertahanan mengaplikasikan ilmu ekonomi yang sudah digunakan jauh ke dalam bidangbidang tertentu, dalam hal ini pertahanan negara," tutur mantan Sekretaris Jenderal Kementerian Pertahanan ini.
Agus kemudian mengutip pernyataan mantan Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro, bahwa ekonomi pertahanan merupakan ilmu pengetahuan untuk mencari cara terbaik dari alokasi berbagai sumber daya nasional, guna memenuhi kebutuhan akan rasa aman dari ancaman.
Menurut Agus, ekonomi pertahanan merupakan satu kesatuan utuh tentang upaya untuk mempertahankan eksistensi suatu negara dalam mempertahankan diri, baik secara ofensif maupun defensif, melalui ilmu ekonomi dihadapkan kepada keterbatasan sumber daya.
Banyak hal yang tercakup dalam ilmu ekonomi pertahanan. Ilmu ekonomi pertahanan termasuk pencegahan dan penghindaran perang, inisiasi dan penghentian, Interaksi strategis, perlombaan senjata maupun kontrol senjata.
Juru Bicara Menteri Pertahanan Dahnil Simanjuntak mengungkap ada gap yang cukup besar soal cara pandang dari ahli ekonomi pada sektor pertahanan. "Misalnya ada ekonom yang mempertanyakan mengapa anggaran pertananan besar, apakah kita sedang perang,’’ kata Dahnil.
Menurut dia, ada dua kesalahan tentang perspektif ekonom tersebut. Ekonom tersebut hanya melihat dari sisi ekonomi semata, yaitu melihat jumlah dan nilai besaran anggaran. Tapi mereka tak membaca terkait ancaman. "Bacaan yang salah terhadap ancaman," ungkapnya.
Dia menjelaskan anggaran pertahanan Rp129 triliun tergolong kecil dibanding anggran kementerian lainnya. Karena anggaran tersebut dibagi ke lima pos di bawah kementerian Pertehanan. Dan 48 sampai 50%-nya dipakai untuk belanja pegawai termasuk gaji. Alutsista hanya kebagian sekitar 30% dari total anggaran.
“Jadi ini ada gap literasi terhadap ancaman," kata Dahnil.
tulis komentar anda