Tragedi Kemanusiaan oleh Manusia
Senin, 07 November 2022 - 10:47 WIB
Rio Christiawan
Dosen Filsafat dan Pluralisme Universitas Prasetiya Mulya
Beberapa pekan ini dunia kembali dikejutkan dengan setidaknya dua tragedi kemanusiaan yang diciptakan dan disebabkan oleh manusia sendiri. Dua tragedi yang terjadi secara beruntun itu adalah tragedi hallowen di Itaewon, Korea Selatan yang menyebabkan setidaknya 155 korban meninggal dan ratusan korban luka-luka lainnya.
Tragedi hampir serupa yang terjadi dalam waktu berdekatan adalah tragedi sepakbola di Indonesia dalam partai Arema FC vs Persebaya Surabaya atau kemudian dikenal dengan tragedi ‘Kanjuruhan’.
Artikel ini tidak membahas dua tragedi kemanusiaan tersebut dari sudut pandang hukum secara formal. Dalam artian mencari penyebab dan menentukan siapa yang harus dinyatakan bersalah atas kedua peristiwa tersebut.
Artikel ini melihat dua peristiwa tersebut dalam sudut pandang kemanusiaan (humanisme). Demikian juga pemilihan kata tragedi dalam artikel ini menggambarkan betapa manusia ternyata (memang) menjadi serigala bagi manusia lainnya.
Dua tragedi di Indonesia dan Korea Selatan dengan waktu dan korban yang hampir bersamaan tersebut mengingatkan pada istilahhomo homini lupus est, adalah sebuah kalimat bahasalatinyang berarti ‘manusia adalah serigala bagi sesama manusianya’.
Istilah tersebut pertama kali dicetuskan dalam karya Plautus berjudulAsinaria(195 SMlupus est homo homini). Istilah tersebut juga dapat diterjemahkan sebagaimanusia adalah serigalanya manusiayang diinterpretasi berarti manusia sering menikam sesama manusia lainnya. Istilah itu sering muncul dalam diskusi-diskusi mengenai kekejaman yang dapat dilakukan manusia bagi sesamanya.
Jika diperhatikan secara seksama kedua tragedi tersebut, baik tragedi hallowen Itaewon maupun tragedi sepakbola ‘Kanjuruhan’ berasal dari hiburan rakyat yang ada di masyarakat. Pada tragedi Itaewon berasal dari perayaan hallowen yang dihadiri kebanyakan rakyat. Demikian halnya pada tragedi sepak bola ‘Kanjuruhan’ yang juga berawal dari hiburan rakyat yakni sepakbola.
Dosen Filsafat dan Pluralisme Universitas Prasetiya Mulya
Beberapa pekan ini dunia kembali dikejutkan dengan setidaknya dua tragedi kemanusiaan yang diciptakan dan disebabkan oleh manusia sendiri. Dua tragedi yang terjadi secara beruntun itu adalah tragedi hallowen di Itaewon, Korea Selatan yang menyebabkan setidaknya 155 korban meninggal dan ratusan korban luka-luka lainnya.
Tragedi hampir serupa yang terjadi dalam waktu berdekatan adalah tragedi sepakbola di Indonesia dalam partai Arema FC vs Persebaya Surabaya atau kemudian dikenal dengan tragedi ‘Kanjuruhan’.
Artikel ini tidak membahas dua tragedi kemanusiaan tersebut dari sudut pandang hukum secara formal. Dalam artian mencari penyebab dan menentukan siapa yang harus dinyatakan bersalah atas kedua peristiwa tersebut.
Artikel ini melihat dua peristiwa tersebut dalam sudut pandang kemanusiaan (humanisme). Demikian juga pemilihan kata tragedi dalam artikel ini menggambarkan betapa manusia ternyata (memang) menjadi serigala bagi manusia lainnya.
Dua tragedi di Indonesia dan Korea Selatan dengan waktu dan korban yang hampir bersamaan tersebut mengingatkan pada istilahhomo homini lupus est, adalah sebuah kalimat bahasalatinyang berarti ‘manusia adalah serigala bagi sesama manusianya’.
Istilah tersebut pertama kali dicetuskan dalam karya Plautus berjudulAsinaria(195 SMlupus est homo homini). Istilah tersebut juga dapat diterjemahkan sebagaimanusia adalah serigalanya manusiayang diinterpretasi berarti manusia sering menikam sesama manusia lainnya. Istilah itu sering muncul dalam diskusi-diskusi mengenai kekejaman yang dapat dilakukan manusia bagi sesamanya.
Jika diperhatikan secara seksama kedua tragedi tersebut, baik tragedi hallowen Itaewon maupun tragedi sepakbola ‘Kanjuruhan’ berasal dari hiburan rakyat yang ada di masyarakat. Pada tragedi Itaewon berasal dari perayaan hallowen yang dihadiri kebanyakan rakyat. Demikian halnya pada tragedi sepak bola ‘Kanjuruhan’ yang juga berawal dari hiburan rakyat yakni sepakbola.
tulis komentar anda