Melindungi Plasma Puspa dan Satwa untuk Pembangunan Ekonomi

Jum'at, 04 November 2022 - 15:14 WIB
Menurut Dokumen Rencana Aksi dan Strategi Biodiversitas Indonesia 2015-2020 keunikan geologi dan ekosistem Indonesia menyebabkan tingginya endemisitas fauna, flora dan mikroba. Indonesia memiliki endemisitas jenis fauna tertinggi di dunia untuk beberapa taksa seperti burung, mamalia, reptil dan amfibi.

Fauna endemis Indonesia diperkirakan berjumlah masing-masing 270 jenis mamalia, 386 jenis burung, 328 jenis reptil dan 204 jenis amfibi. Contoh lain adalah distribusi lebah madu.

Lebah madu (apis) di dunia terdapat tujuh jenis, enam diantaranya terdapat di Indonesia kecuali jenis lebah madu Apis florea. Sedangkan tingkat endemisitas flora Indonesia tercatat antara 40-50% dari total jenis flora dari setiap pulau kecuali Pulau Sumatra yang endemisitasnya diperkirakan hanya 23%.

Di samping itu, hasil analisis biografi mamalia kecil yang dilakukan oleh peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), saat ini bernama Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menunjukkan bahwa pulau-pulau kecil ternyata memiliki tingkat endemisitas yang sangat tinggi seperti di Pulau Flores, Enggano, Mentawai dan lain-lain. Oleh karena itu, pendataan, identifkasi, pendokumentasian dan eksplorasi pulau-pulau kecil sangat penting karena temuan jenis baru terus meningkat.

Namun, keberadaan puspa dan satwa di ekosistem tidak luput dari ancaman kepunahan. Ancaman terbesar terhadap puspa dan satwa, terutama yang bersifat endemis disebabkan oleh hilangnya habitat.

Kehilangan habitat terutama disebabkan oleh kerusakan habitat, baik karena bencana alam, kebakaran hutan, pencemaran lingkungan dan perubahan iklim, alih fungsi lahan menjadi lahan pertanian, pertambangan, industri maupun permukiman dan perburuan puspa dan satwa yang didorong oleh perdagangan secara ilegal.

Keanekaragaman jenis puspa dan satwa serta jasa sistem ekologi memiliki peran penting karena dapat memberikan berbagai manfaat untuk mendukung kehidupan manusia, antara lain sebagai sumber bahan pangan, kesehatan, energi dan memberikan jasa ekosistem yang fungsinya sulit digantikan.

Nilai ekonomi jasa lingkungan ini bersifat estimasi karena sebagian besar nilainya tidak terefleksi ataupun terkuantifikasi secara memadai dalam pasar komersial.

Berdasarkan kategori manfaat, arti penting kehati dibagi menjadi nilai konsumsi, nilai produksi, nilai jasa lingkungan, nilai pilihan dan nilai eksistensi.

Nilai konsumsi merupakan manfaat langsung dari kehati, seperti pangan, sandang dan papan. Contohnya berbagai jenis tumbuhan liar di hutan, seperti pasak bumi (eurycoma longifolia) dan berbagai jenis tanaman obat budi daya seperti jahe (zingiber officinale) sebagai bahan obat tradisional. Nilai ekonomi produk jamu yang beredar di pasar berpotensi mencapai hingga Rp6 triliun.
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
Halaman :
tulis komentar anda
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More