Melindungi Plasma Puspa dan Satwa untuk Pembangunan Ekonomi

Jum'at, 04 November 2022 - 15:14 WIB
Ahmad Baihaqi (Foto: Ist)
Ahmad Baihaqi

Koordinator Edukasi, Fundraising & Outreach Belantara Foundation, Koordinator Bidang Kajian Ilmiah, IKA FABIONA, Alumni Fakultas Biologi dan Program Studi Biologi Sekolah Pascasarajana Universitas Nasional

SETIAP 5 November diperingati Hari Cinta Puspa dan Satwa Nasional (HCPSN). Peringatan ini bertujuan untuk menumbuhkan rasa cinta, kepedulian, perlindungan serta pelestarian puspa dan satwa nasional atau keanekaragaman hayati (kehati).



Satwa nasional terbagi menjadi tiga jenis yang mewakili satwa darat, air dan udara yaitu komodo (varanus komodoensis) sebagai satwa nasional, ikan siluk merah (Schleropages formosus) sebagai satwa pesona dan elang jawa (Nisaetus bartelsi) sebagai satwa langka. Sedangkan puspa nasional juga terbagi menjadi tiga jenis yaitu melati (Jasminum sambac) sebagai puspa bunga, anggrek bulan (Palaenopsis amabilis) sebagai puspa pesona dan padma raksasa (Rafflesia arnoldi) sebagai puspa langka.

Baca Juga: koran-sindo.com

Tema HCPSN tahun 2022 yaitu “Potensi Plasma Nutfah Puspa dan Satwa Indonesia bagi Pembangunan Ekonomi Nasional”. Tema ini mengingatkan kepada kita bahwa perlindungan plasma puspa dan satwa Indonesia harus dilakukan karena sebagai aset dasar negara bagi pembangunan ekonomi nasional demi terwujudnya pembangunan berkelanjutan.

Plasma nutfah merupakan substansi pembawa sifat keturunan yang dapat berupa organ utuh atau bagian dari tumbuhan atau satwa serta jasad renik. Plasma nutfah merupakan kekayaan alam yang sangat berharga bagi kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk mendukung pembangunan nasional.

Pada tataran global, laporan komprehensif bertajuk Global Assessment Report on Biodiversity and Ecosystem Services 2019 oleh IPBES (The Intergovernmental Science-Policy Platform on Biodiversity and Ecosystem Services) memaparkan status kehati bumi kini kian mengkhawatirkan.

Para ilmuwan mengungkapkan bahwa saat ini, bumi telah kehilangan lebih dari 80% biomassa satwa menyusui disebabkan oleh kerusakan ekosistem alami yang mengalami kerusakan 100x lebih cepat dari yang terjadi selama 10 juta tahun terakhir. Tanpa kita sadari, penurunan biomassa yang sangat signifikan ini tentunya menimbulkan dampak dan kerugian yang sangat besar untuk seluruh makhluk hidup di bumi.
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More