Mantan Menkes Siti Fadilah Ungkap 3 Penyebab Gangguan Ginjal Akut Selain EG dan DEG
Kamis, 27 Oktober 2022 - 18:15 WIB
Siti Fadilah juga menyoroti pernyataan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) yang menyampaikan tidak pernah memeriksa kadar EG dan DEG. Padahal, sirup disebut tercemar jika kadar EG maupun DEG lebih dari 0,1%. Hal tersebut tertuang dalam kompendium informasi obat (farmakope) Amerika Serikat maupun Indonesia.
“Kalau satu kemasan obat kemudian kita tidak tahu EG dan DEG berapa, kita tidak bisa menyalahkan dia dong. Kemudian semua obat sirup disetop. Padahal yang tidak boleh yang ada kandungannya EG dan DEG melebihi 0,1%,” paparnya.
Oleh karena itu, Siti menyayangkan bila ada tersangka dari kasus gangguan ginjal diduga akibat kandungan EG dan DEG pada obat sirup. Menurutnya, seharusnya tidak seperti itu karena yang terjadi saat ini merupakan kelalaian dalam tata kelola. Dia pun membandingkan ketika eranya menjadi Menkes.
“Zaman saya dulu masih andai, masih nurut dengan UU 1945 yang asli, belum kapitalistis, belum liberalistis, belum banget walaupun sudah mulai,” ungkapnya.
Ketika menjabat menteri, Siti Fadilah mengatakan ada perubahan yang sangat luar biasa pada BPOM. Liberalisasi yang ditandai dengan masuknya bidang kesehatan ke pasar bebas, peran BPOM hanya untuk registrasi.
“BPOM harus nurut saja pada yang tertera dari pabrik-pabrik obat yang meregister. Kalau ada masalah baru diteliti. Ini kan masuknya kebobolan, bukan salahnya BPOM, bukan salahnya Menkes, tetapi kesalahan sistem, barangkali itu,” pungkasnya.
“Kalau satu kemasan obat kemudian kita tidak tahu EG dan DEG berapa, kita tidak bisa menyalahkan dia dong. Kemudian semua obat sirup disetop. Padahal yang tidak boleh yang ada kandungannya EG dan DEG melebihi 0,1%,” paparnya.
Oleh karena itu, Siti menyayangkan bila ada tersangka dari kasus gangguan ginjal diduga akibat kandungan EG dan DEG pada obat sirup. Menurutnya, seharusnya tidak seperti itu karena yang terjadi saat ini merupakan kelalaian dalam tata kelola. Dia pun membandingkan ketika eranya menjadi Menkes.
“Zaman saya dulu masih andai, masih nurut dengan UU 1945 yang asli, belum kapitalistis, belum liberalistis, belum banget walaupun sudah mulai,” ungkapnya.
Ketika menjabat menteri, Siti Fadilah mengatakan ada perubahan yang sangat luar biasa pada BPOM. Liberalisasi yang ditandai dengan masuknya bidang kesehatan ke pasar bebas, peran BPOM hanya untuk registrasi.
“BPOM harus nurut saja pada yang tertera dari pabrik-pabrik obat yang meregister. Kalau ada masalah baru diteliti. Ini kan masuknya kebobolan, bukan salahnya BPOM, bukan salahnya Menkes, tetapi kesalahan sistem, barangkali itu,” pungkasnya.
(muh)
Lihat Juga :
tulis komentar anda