Menjaga Daya Beli dengan Stimulus dan Insentif

Rabu, 26 Oktober 2022 - 12:29 WIB
Kebijakan pemberian Insentif berupa bantuan sosial (bansos) dari pemerintah terbukti sangat efektif mendorong daya beli masyarakat (KORAN SINDO/Wawan Bastian)
PEMERINTAH telah mengakhiri insentif di sektor automotif dan properti, yakni pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) ditanggung pemerintah (DTP), serta pajak pertambahan nilai (PPN) DTP untuk properti pada 30 September 2022.

Dengan berakhirnya dua insentif ini, bagaimana nasib penyaluran kredit di dua sektor tersebut? Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) mengaku kebijakan insentif pajak penjualan barang mewah ditanggung pemerintah (PPnBM DTP) untuk kendaraan bermotor yang berakhir pada September 2022 tidak akan berdampak pada penurunan penjualan mobil di Indonesia. Bahkan, tren penjualan mobil diyakini akan terus naik, dan menuju pencapaian sebelum pandemi.

Baca Juga: koran-sindo.com



Seperti diketahui, insentif PPnBM DTP kendaraan bermotor diberikan pada dua segmen kendaraan bermotor. Segmen pertama yaitu kendaraan bermotor segmen harga paling banyak Rp200 juta untuk kendaraan hemat energi dan harga terjangkau yang dikenal masyarakat sebagai kendaraan low-cost green car (LCGC).

Periode insentif untuk LCGC diberikan baik pada kuartal pertama, kedua, dan ketiga di 2022. Insentif diberikan dalam bentuk potongan PPnBM sebesar 66,66% dan 33,33%, sehingga PPnBM yang dibayar di kuartal pertama hanya sebesar 0%, kuartal kedua 1% dan kuartal ketiga 2%.

Segmen kedua adalah kendaraan dengan kapasitas mesin sampai dengan 1.500 cc dengan harga antara Rp200 juta-Rp250 juta yang diberikan diskon PPnBM sebesar 50% pada kuartal pertama, sehingga konsumen membayar tarif PPnBM hanya sebesar 7,5%. Pemberian insentif untuk segmen kedua juga diberikan untuk penjualan mobil dengan local purchase di atas 80%.

Sebelumnya, pemerintah meyakini insentif PPnBM kendaraan roda dua, roda empat, dan perumahan dapat berkontribusi hingga 1% terhadap pertumbuhan ekonomi pada tahun ini. Stimulus ini dapat mendorong daya beli masyarakat sehingga mengembalikan penjualan yang sempat melambat sebagai dampak dari pandemi Covid-19. Tahun ini pemerintah berharap pertumbuhan ekonomi dapat mencapai 4,5 hingga 5,5%.

Secara rinci, untuk sektor automotif, utilisasi dan penjualan diharapkan dapat kembali ke 1 juta, sehingga industri tersebut dapat kembali menjadi kontributor ekspor dan bersaing pada pangsa pasar global. Sedangkan, pada sektor properti stimulus ini diharapkan dapat meningkatkan kinerja penjualan para emiten properti yang sebelumnya menurun 21% secara keseluruhan.

Namun kita perlu waspada kekhawatiran resesi dunia yang akan terjadi pada 2023. Resesi sendiri merupakan fenomena turunnya perekonomian dunia karena dipicu oleh inflasi alias naiknya harga-harga. Untuk mereka yang punya banyak uang, tentu sudah memikirkan langkah strategis dan masuk akal bagaimana untuk menyelamatkan aset mereka dari hantu inflasi ini.

Diakui fundamental ekonomi Indonesia memang masih baik dan bahkan memasuki fase ekspansi, namun demikian perlambatan pertumbuhan global perlu tetap diwaspadai. Ancaman resesi global yang nyata di tengah lonjakan inflasi tinggi harus segera diantisipasi otoritas fiskal, moneter, maupun jasa keuangan dalam negeri.

Masiih cukup stabilnnya perekonomian RI di tengah ancaman resesi global dan volatilitas sektor keuangan yang tinggi, ini berkat kian pulihnya mobilitas masyarakat seiring pandemi mereda, plus harga-harga komoditas unggulan ekspor kita melambung luar biasa. Kita berharap pemerintah dapat terus menjaga daya beli masyarakat dengan tetap memberikan stimulus kepada masyarakat. Insentif bantuan sosial (bansos) dari pemerintah sangat efektif mendorong daya beli masyarakat khususnya kelompok pendapatan menengah ke bawah.
(bmm)
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More