Tanah Jarang (Rare Earth) dan Daya Tawar Diplomatik

Kamis, 09 Juni 2022 - 14:11 WIB
loading...
Tanah Jarang (Rare Earth)...
Mudi Kasmudi (Foto: Ist)
A A A
Mudi Kasmudi
Praktisi Industri, Energi dan Pertambangan

DISEBUT tanah jarang (rare earth), bukan karena sumberdaya mineralnya jarang atau langka, tetapi karena kandungannya dalam bijih mineral sangat sedikit. Sumberdaya mineral tanah jarang di Indonesia, banyak tersebar di Bangka Belitung , Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Halmahera sampai Papua. Karena kandungannya sangat kecil dan susunan mineralnya yang kompleks, sehingga untuk mengekstraksinya membutuhkan biaya besar, memerlukan proses yang kompleks, termasuk memisahkan terhadap elemen radioaktif seperti Uranium dan Thorium. Walaupun begitu, harga elemen tanah jarang masih ekonomis dan sejak 2010 harganya selalu lebih tinggi dari emas.

Elemen tanah jarang mudah untuk diketahui pada tabel sistem periodik elemen kimia Mendeleev yang disempurnakan Deming, yang diajarkan pada pelajaran IPA. Elemen tanah jarang terdiri dari 17 elemen kimia dari golongan logam; 15 dari golongan Lantanida (Lanthanum, Cerium, Praseodymium, Neodymium, Promethium, Samarium, Europium, Gadolinium, Terbium, Dysprosium, Holmium, Erbium, Thulium, Ytterbium, Lutetium) dan 2 dari golongan 3 (Scandium, Yttrium).

Aplikasi Tanah Jarang
Material elemen tanah jarang adalah bahan utama yang paling penting untuk industri komponen teknologi tinggi, seperti untuk misil peluru kendali presisi tinggi, mobil listrik, modul kontrol automotif, reaktor nuklir, peralatan militer yang canggih, satelit dan sistem penginderaan, radar, detektor dan sensor, laser dan Infra merah. Sekain itu juga mesin jet, generator turbin, komputer, smart phone, flat TV, peralatan rumah sakit MRI, katalis reaktor kilang minyak, petrokimia dan yang lainnya.

Peranan tanah jarang di industri teknologi tinggi tidak bisa tergantikan oleh elemen unsur yang lain, mengingat sifat alamiahnya yang unik. Jika pun menggunakan substitusi yang lain, kemampuan, performa dan efisiensinya tidak sebaik tanah jarang. Sebagai contoh Neodymium (Nd), adalah bahan untuk magnet yang mempunyai kekuatan 10 kali lipat dari magnet biasa, yang digunakan pada generator turbin angin, dinamo penggerak mobil listrik, speaker kualitas tinggi, dan lainnya.

Daya Tawar Diplomatik
Di abad 21 ini, fakta menunjukkan bahwa tidak hanya minyak sebagai kekuatan diplomatik, tetapi juga negara yang memproduksi elemen tanah jarang, juga mempunyai daya tawar yang tinggi di mata dunia sebagai kekuatan diplomatik, dan akan memiliki kemampuan untuk menguasai teknologi tinggi.

Sebagai contoh adalah China yang merupakan eksportir tanah jarang tebesar dunia. Pada 2010, China pernah mengembargo ekspor tanah jarang ke Jepang, karena masalah sengketa territorial, yang mengakibatkan terganggunya industri elektronik, komputer, industri automotif dan pendukungnya.

China mempunyai kapasitas produksi elemen tanah jarang terbesar dunia yaitu sekitar 94% (Jha, 2014), dan Amerika serikat (AS) adalah importir terbesar dari China, sekitar 80% dari produksinya. Perusahaan besar yang menggunakan antara lain Raytheon, Lockheed Martin, BAE untuk komponen industri militer misil presisi tinggi, Apple untuk smartphone, Tesla untuk mobil listrik, General Electric, dan lainnya.

China dan AS, kerap terjadi perang dagang dan perang diplomatik, akan tetapi China mempunyai daya tawar diplomatik, dengan ancaman penghentian ekspor tanah jarang ke AS, yang dapat menurunkan output industri teknologi tinggi.

Tanah jarang merupakan elemen vital pada industri kamponen di industri teknologi tinggi, dan belum lama terjadi ketika pandemi Covid-19 yang baru lau, di mana China melakukan lock down, berakibat penurunan produksi tanah jarang yang berdampak pada negara lain pada industri automotif, dengan penurunan produksi dan penghentian operasi sebagian pabriknya, seperti Toyota, Nissan, Honda, VW, Daimler Benz.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2155 seconds (0.1#10.140)