3 Tahun Jokowi-Ma’ruf: Jalan Terjal Pulihkan Ekonomi
Kamis, 20 Oktober 2022 - 12:41 WIB
NK juga akan menghilangkan syarat rekomendasi teknis dari Kementerian yang berpotensi mengurangi waktu tunggu perizinan ekspor impor, sesuatu yang sering dikeluhkan industri terutama yang membutuhkan bahan baku impor.
UU CK juga juga mengamanahkan pembentukan lembaga baru untuk mempercepat investasi, yaitu Indonesia Investment Authority (INA). INA merupakan pengelola dana investasi milik negara, Sovereign Wealth Fund (SWF). Modal awalnya bersumber dari APBN dan saham BUMN, namun sudah ada beberapa negara yang tertarik untuk berkontribusi di SWF.
Di sisi lain, Jokowi-Ma’ruf semakin mendorong hilirisasi ekonomi yang cenderung mengandalkan kebijakan proteksionis. Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) semakin diperluas dan diperdalam, terutama dalam pengadaan belanja pemerintah. Larangan ekspor nikel diperlakukan dengan lebih agresif untuk menarik minat investor asing untuk membangun industri hilir di dalam negeri. Belum lagi penggunaan Food Estate sebagai solusi ketahanan pangan, alih-alih menggunakan impor.
Cukup Berhasil?
Kebijakan hilirisasi maupun kebijakan struktural yang ingin coba dicapai lewat UU CK memerlukan jangka waktu yang lama untuk bisa dituai. Meski demikian, ada beberapa hal yang perlu diwaspadai.
Sistem baru yaitu RBA, OSS maupun NK perlu terus dikawal penerapannya. Penerapan kebijakan satu pintu memerlukan koordinasi yang jauh lebih ketat di tingkat Kementerian/Lembaga dan pemerintah daerah.
Ada satu saja K/L yang tidak bekerja sama dengan baik, maka penerapan izin satu pintu tidak akan berjalan dengan baik. Analisis risiko untuk tiap KBLI juga tidak ideal, karena risiko di KBLI yang sama bisa jadi berbeda untuk lokasi dan level investasi yang berbeda.
NK saat ini telah diujicobakan untuk lima komoditas yaitu beras, gula, garam, daging sapi dan produk perikanan. Sejauh ini sepertinya tidak ada masalah. Namun perluasan implementasinya ke komoditas lain di 2023 perlu diwaspadai. Pengalaman dari karut marut minyak sawit awal tahun ini seharusnya mengajarkan bahwa data yang baik saja tanpa analisis ekonomi yang baik tidak cukup untuk mengatasi masalah perdagangan.
Kebijakan larangan nikel tampak menjanjikan dilihat dari tingginya investasi asing, ekspor turunan dan lapangan kerja. Namun jangan lupa bahwa larangan ini terjadi di tengah naiknya harga nikel dunia, sehingga harga nikel domestik yang murah tentu sangat menarik. Belum lagi ditambah berbagai insentif tambahan seperti libur pajak.
Kita juga masih perlu menanti keberhasilan program-program seperti TKDN dan Food Estate. Beberapa catatan di atas tentunya di luar kritik lain tentang UUCK, seperti kurangnya transparansi, isu buruh dan isu lingkungan.
UU CK juga juga mengamanahkan pembentukan lembaga baru untuk mempercepat investasi, yaitu Indonesia Investment Authority (INA). INA merupakan pengelola dana investasi milik negara, Sovereign Wealth Fund (SWF). Modal awalnya bersumber dari APBN dan saham BUMN, namun sudah ada beberapa negara yang tertarik untuk berkontribusi di SWF.
Di sisi lain, Jokowi-Ma’ruf semakin mendorong hilirisasi ekonomi yang cenderung mengandalkan kebijakan proteksionis. Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) semakin diperluas dan diperdalam, terutama dalam pengadaan belanja pemerintah. Larangan ekspor nikel diperlakukan dengan lebih agresif untuk menarik minat investor asing untuk membangun industri hilir di dalam negeri. Belum lagi penggunaan Food Estate sebagai solusi ketahanan pangan, alih-alih menggunakan impor.
Cukup Berhasil?
Kebijakan hilirisasi maupun kebijakan struktural yang ingin coba dicapai lewat UU CK memerlukan jangka waktu yang lama untuk bisa dituai. Meski demikian, ada beberapa hal yang perlu diwaspadai.
Sistem baru yaitu RBA, OSS maupun NK perlu terus dikawal penerapannya. Penerapan kebijakan satu pintu memerlukan koordinasi yang jauh lebih ketat di tingkat Kementerian/Lembaga dan pemerintah daerah.
Ada satu saja K/L yang tidak bekerja sama dengan baik, maka penerapan izin satu pintu tidak akan berjalan dengan baik. Analisis risiko untuk tiap KBLI juga tidak ideal, karena risiko di KBLI yang sama bisa jadi berbeda untuk lokasi dan level investasi yang berbeda.
NK saat ini telah diujicobakan untuk lima komoditas yaitu beras, gula, garam, daging sapi dan produk perikanan. Sejauh ini sepertinya tidak ada masalah. Namun perluasan implementasinya ke komoditas lain di 2023 perlu diwaspadai. Pengalaman dari karut marut minyak sawit awal tahun ini seharusnya mengajarkan bahwa data yang baik saja tanpa analisis ekonomi yang baik tidak cukup untuk mengatasi masalah perdagangan.
Kebijakan larangan nikel tampak menjanjikan dilihat dari tingginya investasi asing, ekspor turunan dan lapangan kerja. Namun jangan lupa bahwa larangan ini terjadi di tengah naiknya harga nikel dunia, sehingga harga nikel domestik yang murah tentu sangat menarik. Belum lagi ditambah berbagai insentif tambahan seperti libur pajak.
Kita juga masih perlu menanti keberhasilan program-program seperti TKDN dan Food Estate. Beberapa catatan di atas tentunya di luar kritik lain tentang UUCK, seperti kurangnya transparansi, isu buruh dan isu lingkungan.
tulis komentar anda