Menyambut Muktamar Muhammadiyah Ke-48
Rabu, 05 Oktober 2022 - 12:27 WIB
ni belum keuntungan dari transaksi spot dan derivative melalui fee Giro Wadiah, Perjanjian Mudharabah, Musyarakah, Murabahah, dan transaksi syariah lainnya. Jadi, dari prospektif bisnis, BSM ini feasible dan layak didirikan.
Ada lagi hal yang strategis yang tidak bisa dilakukan Muhammadiyah, kecuali mempunyai bank, yakni sebagai mediasi yang mampu mengerahkan dana-dana syariah dari luar negeri untuk menyalurkan kembali dana-dana itu kepada saudagar Muhammadiyah sehingga mereka mampu naik kelas dalam menjalankan usaha bisnisnya.
Banyak dari para saudagar Muslim yang kapasitas managerial korporasinya baik, kualitas sumber daya manusianya juga baik dan berpengalaman. Tetapi, kalah bersaing dengan korporasi lain karena ketiadaan ekuitas. Misalnya investasi pada proyek perkebunan, pertambangan, properti, atau kelistrikan yang menjadi primadona bisnis karena profitnya besar.
Perkebunan sawit yang saat ini menjadi andalan utama Indonesia dalam ekspor dipunyai oleh korporasi lain. Padahal, pemerintah membuka kesempatan luas dengan membagikan hak guna usaha (HGU) kepada para pengusaha untuk ditanami kelapa sawit. Begitu pun dengan usaha kelistrikan. Namun, saudagar Muslim tidak banyak berbicara tentang ini.
Di lain pihak, dana-dana syariah, khususnya dari Timur Tengah, banyak yang tidak masuk ke Indonesia walaupun penduduknya sebagian besar Muslim. Hal ini karena lembaga keuangan syariah di Indonesia dipandang lemah sehingga sulit dipercaya sebagai financial arranger. Dana-dana itu lebih banyak mengalir ke negara-negara non-Muslim yang mempunyai lembaga keuangan syariah yang kredibel.
Jika bank dikelola secara profesional untuk mencapai kredibilitas dan akuntabilitas yang tinggi, maka instrumen bank sangat bisa membantu para pengusaha Muhammadiyah untuk mendapatkan dana investasi syariah dari luar negeri, dengan hanya menyediakan internal equity maksimum 30% dari total dana proyek yang dibutuhkan.
Artinya, pengusaha dalam melakukan transaksi memakai skema project financing, melibatkan bank untuk menerbitkan bank guarantee atau Kafalah atas pemenuhan kewajiban nasabah terhadap lenders dari 70% porsi pembiayaan proyek.
Dari ketiadaan Kafalah inilah yang menyebabkan pengusaha Muslim selalu kalah dalam kompetisi bisnis dengan pihak lain. Sebab itu, BSM diharapkan mampu memediasi antara sumber-sumber dana dan pengguna dana dengan tetap mengedepankan faktor prudent dan accountable.
Melalui pendirian bank, Muhammadiyah juga semakin luwes dalam menata dana sosial. Pengumpulan dana yang berasal dari zakat, infak, sedekah, hibah, maupun wakaf bisa dengan mudah dilakukan melalui perbankan karena setiap muzakki bisa mengakses melalui gawainya secara pribadi sehingga di mana pun dan kapan pun bisa mentransfer dananya untuk kepentingan sosial.
Ada lagi hal yang strategis yang tidak bisa dilakukan Muhammadiyah, kecuali mempunyai bank, yakni sebagai mediasi yang mampu mengerahkan dana-dana syariah dari luar negeri untuk menyalurkan kembali dana-dana itu kepada saudagar Muhammadiyah sehingga mereka mampu naik kelas dalam menjalankan usaha bisnisnya.
Banyak dari para saudagar Muslim yang kapasitas managerial korporasinya baik, kualitas sumber daya manusianya juga baik dan berpengalaman. Tetapi, kalah bersaing dengan korporasi lain karena ketiadaan ekuitas. Misalnya investasi pada proyek perkebunan, pertambangan, properti, atau kelistrikan yang menjadi primadona bisnis karena profitnya besar.
Perkebunan sawit yang saat ini menjadi andalan utama Indonesia dalam ekspor dipunyai oleh korporasi lain. Padahal, pemerintah membuka kesempatan luas dengan membagikan hak guna usaha (HGU) kepada para pengusaha untuk ditanami kelapa sawit. Begitu pun dengan usaha kelistrikan. Namun, saudagar Muslim tidak banyak berbicara tentang ini.
Di lain pihak, dana-dana syariah, khususnya dari Timur Tengah, banyak yang tidak masuk ke Indonesia walaupun penduduknya sebagian besar Muslim. Hal ini karena lembaga keuangan syariah di Indonesia dipandang lemah sehingga sulit dipercaya sebagai financial arranger. Dana-dana itu lebih banyak mengalir ke negara-negara non-Muslim yang mempunyai lembaga keuangan syariah yang kredibel.
Jika bank dikelola secara profesional untuk mencapai kredibilitas dan akuntabilitas yang tinggi, maka instrumen bank sangat bisa membantu para pengusaha Muhammadiyah untuk mendapatkan dana investasi syariah dari luar negeri, dengan hanya menyediakan internal equity maksimum 30% dari total dana proyek yang dibutuhkan.
Artinya, pengusaha dalam melakukan transaksi memakai skema project financing, melibatkan bank untuk menerbitkan bank guarantee atau Kafalah atas pemenuhan kewajiban nasabah terhadap lenders dari 70% porsi pembiayaan proyek.
Dari ketiadaan Kafalah inilah yang menyebabkan pengusaha Muslim selalu kalah dalam kompetisi bisnis dengan pihak lain. Sebab itu, BSM diharapkan mampu memediasi antara sumber-sumber dana dan pengguna dana dengan tetap mengedepankan faktor prudent dan accountable.
Melalui pendirian bank, Muhammadiyah juga semakin luwes dalam menata dana sosial. Pengumpulan dana yang berasal dari zakat, infak, sedekah, hibah, maupun wakaf bisa dengan mudah dilakukan melalui perbankan karena setiap muzakki bisa mengakses melalui gawainya secara pribadi sehingga di mana pun dan kapan pun bisa mentransfer dananya untuk kepentingan sosial.
(bmm)
tulis komentar anda