Menyambut Muktamar Muhammadiyah Ke-48
Rabu, 05 Oktober 2022 - 12:27 WIB
Isu ini diharapkan dibahas pada muktamar di sesi peradaban dan kemanusiaan universal. Sementara itu, isu-isu lokal seperti risalah Islam berkemajuan, keumatan, kebangsaan, dan kemanusiaan secara universal yang telah menjadi fokus Muktamar Ke-47 sebelumnya di Makassar perlu direviu dan dievaluasi capaian-capaian yang berhasil diraih maupun yang belum dilaksanakan.
Muktamar Muhammadiyah Ke-47 lalu di Makassar mengusung tema “Gerakan Pencerahan Menuju Indonesia Berkemajuan” adalah komitmen Muhammadiyah untuk ikut serta memajukan Indonesia. Karena itu, ada 13 rekomendasi yang dihasilkan untuk isu-isu keumatan, kebangsaan, dan kemanusiaan universal.
Salah dua rekomendasi terpenting yang langsung berhubungan dengan marwah Islam di mana sampai saat ini masih belum ada progresnya adalah “Peningkatan Daya Saing Umat Islam” serta “Melayani dan Memberdayakan Kelompok Difabel dan Kelompok Rentan Lainnya”. Ini menyangkut empowering of muslims towards economic access yang berhubungan dengan akses permodalan dan kesempatan membuka jaringan pasar.
Untuk memaknai komitmen yang berurusan dengan ekonomi umat itu, Muhammadiyah akan lebih mudah melakukannya jika mampu merevaluasi dan merevitalisasi Amal Usaha Muhammadiyah (AUM) yang dimilikinya.
Pendirian Bank Syariah Muhammadiyah
Satu di antara langkah yang paling strategis adalah pendirian Bank Syariah Muhammadiyah (BSM). Setidaknya ada dua alasan mengapa Muhammadiyah perlu mendirikan bank. Pertama, setelah beberapa bank syariah pemerintah meleburkan diri menjadi Bank Syariah Indonesia (BSI), pangsa pasarnya akan lebih fokus kepada nasabah korporasi besar, yang memiliki akses kuat secara politik, ekonomi, dan sosial.
Kedua, Muhammadiyah akan lebih leluasa meningkatkan akses permodalan kepada usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dalam alur ekonomi kerakyatan secara mandiri.
Dengan dana konsolidasi dari AUM sudah cukup memenuhi modal inti sebagai persyaratan pendirian bank. Bukan hanya modal, jaringan nasabah juga sudah tersedia. Ribuan sekolah, pondok pesantren, dan perguruan tinggi telah menerapkan sistem pengelolaan keuangan melalui perbankan. Sudah barang pasti, anak didik termasuk mahasiswa, maupun wali murid, akan membuka rekeningnya ke BSM demi mempermudah sistem pembayaran biaya sekolah maupun kuliah. Begitu juga dengan ratusan rumah sakit Muhammadiyah dan AUM lainnya. Semuanya memanfaatkan perbankan.
Belum lagi perkumpulan saudagar Muhammadiyah yang jumlah anggota maupun omzet dan aset perniagaannya tersebar di mana-mana. Para sudagar itu tentu sudah menerapkan payroll system untuk penggajian karyawannya melalui bank.
Dengan begitu, BSM bukan hanya menjalankan sistem syariah dalam menjalankan seluruh transaksinya. Bukan pula hanya menjalankan misinya sebagai fasilitator dan mediasi finansial yang memberikan sarana pengembangan ekonomi umat dan UMKM, tetapi BSM juga akan memperoleh keuntungan yang baik. Fee based income yang biasa digunakan bank untuk biaya administrasi dan expenses tahunan, besar kemungkinan telah tertutupi oleh transaksi keuangan dari semua AUM. I
Muktamar Muhammadiyah Ke-47 lalu di Makassar mengusung tema “Gerakan Pencerahan Menuju Indonesia Berkemajuan” adalah komitmen Muhammadiyah untuk ikut serta memajukan Indonesia. Karena itu, ada 13 rekomendasi yang dihasilkan untuk isu-isu keumatan, kebangsaan, dan kemanusiaan universal.
Salah dua rekomendasi terpenting yang langsung berhubungan dengan marwah Islam di mana sampai saat ini masih belum ada progresnya adalah “Peningkatan Daya Saing Umat Islam” serta “Melayani dan Memberdayakan Kelompok Difabel dan Kelompok Rentan Lainnya”. Ini menyangkut empowering of muslims towards economic access yang berhubungan dengan akses permodalan dan kesempatan membuka jaringan pasar.
Untuk memaknai komitmen yang berurusan dengan ekonomi umat itu, Muhammadiyah akan lebih mudah melakukannya jika mampu merevaluasi dan merevitalisasi Amal Usaha Muhammadiyah (AUM) yang dimilikinya.
Pendirian Bank Syariah Muhammadiyah
Satu di antara langkah yang paling strategis adalah pendirian Bank Syariah Muhammadiyah (BSM). Setidaknya ada dua alasan mengapa Muhammadiyah perlu mendirikan bank. Pertama, setelah beberapa bank syariah pemerintah meleburkan diri menjadi Bank Syariah Indonesia (BSI), pangsa pasarnya akan lebih fokus kepada nasabah korporasi besar, yang memiliki akses kuat secara politik, ekonomi, dan sosial.
Kedua, Muhammadiyah akan lebih leluasa meningkatkan akses permodalan kepada usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dalam alur ekonomi kerakyatan secara mandiri.
Dengan dana konsolidasi dari AUM sudah cukup memenuhi modal inti sebagai persyaratan pendirian bank. Bukan hanya modal, jaringan nasabah juga sudah tersedia. Ribuan sekolah, pondok pesantren, dan perguruan tinggi telah menerapkan sistem pengelolaan keuangan melalui perbankan. Sudah barang pasti, anak didik termasuk mahasiswa, maupun wali murid, akan membuka rekeningnya ke BSM demi mempermudah sistem pembayaran biaya sekolah maupun kuliah. Begitu juga dengan ratusan rumah sakit Muhammadiyah dan AUM lainnya. Semuanya memanfaatkan perbankan.
Belum lagi perkumpulan saudagar Muhammadiyah yang jumlah anggota maupun omzet dan aset perniagaannya tersebar di mana-mana. Para sudagar itu tentu sudah menerapkan payroll system untuk penggajian karyawannya melalui bank.
Dengan begitu, BSM bukan hanya menjalankan sistem syariah dalam menjalankan seluruh transaksinya. Bukan pula hanya menjalankan misinya sebagai fasilitator dan mediasi finansial yang memberikan sarana pengembangan ekonomi umat dan UMKM, tetapi BSM juga akan memperoleh keuntungan yang baik. Fee based income yang biasa digunakan bank untuk biaya administrasi dan expenses tahunan, besar kemungkinan telah tertutupi oleh transaksi keuangan dari semua AUM. I
tulis komentar anda