TNI-Polri Dipakai untuk Konflik Tanah BUMN, KPA: Ini Penyaluran Tenaga Kerja
Sabtu, 04 Juli 2020 - 01:05 WIB
JAKARTA - Menteri BUMN Erick Thohir menyatakan bahwa salah satu alasan penunjukkan perwira aktif atau purnawirawan TNI-Polri sebagai komisaris perusahaan-perusahaan BUMN berkaitan dengan upaya penyelesaian konflik pertanahan. Konsorsium Pembarusan Agraria (KPA) menilai kebijakan itu hanya melanjutkan apa yang telah dilakukan pemerintah sejak kementerian lain, bahkan sejak masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
”Ini adalah langkah penyaluran “tenaga kerja” dan pembagian posisi strategis untuk pejabat-pejabat aktif Polri/TNI, termasuk yang memasuki masa pensiun,” ujar Sekjen KPA Dewi Sartika dalam rilis yang diterima SINDOnews, Jumat (3/7/2020).
(Baca: KPA Tuntut Presiden Batalkan Penempatan TNI-Polri di BUMN)
Dia mengungkapkan, pada tahun 2007 kepala BPN bekerja sama dengan Kapolri untuk menyelesaikan masalah pertanahan. Pun pada 2017, Menteri ATR/Kepala BPN RI kembali menggandeng Kapolri lagi-lagi untuk menyelesaikan kasus agraria, bantuan pengamanan hingga percepatan sertifikasi tanah asset (tanah) Polri.
Pada 2015, Kementerian Pertanian bekerjasama dengan TNI untuk swasembada pangan, mengabaikan ratusan ribu keluarga petani, produsen pangan kecil yang masih dalam status konflik agraria. Menteri BUMN sebelumnya (2018) bekerjasama dengan Panglima TNI terkait optimalisasi sumber daya dan pengamanan aset milik BUMN.
KPA berpendapat, kerjasama-kerjasama tersebut semakin mengarahkan pisau operasi hukum berhadapan dengan rakyat. Pendekatan perspektif hukum positif (legal formal) yang digunakan pemerintah tersebut selama ini telah banyak menghasilkan korban di pihak rakyat kecil.
(Baca: Dinilai Tak Inovatif, Erick Thohir Malah Perkeruh Konflik Agraria)
Padahal konflik agraria yang berlarut-larut justru merupakan dampak dari korupsi mulai proses penerbitan izin lokasi dan informasi HGU yang tertutup, hingga operasi perkebunan yang tidak sesuai alas hak HGU. ”Ini membuktikan masalah agraria di BUMN sarat kepentingan dan perilaku korup di berbagai aktor, baik pusat dan daerah,” tutur Dewi Sartika.
Karena itu, Dewi Sartika mengatakan bila penempatan purnawirawan Polri-TNI bertujuan menjadikan mereka “pisau” untuk membersihkan BUMN dari korupsi agraria dan menyelamatkan aset negara, seharusnya Erick Thohir juga menggandeng KPK, Kejaksaan Agung, dan Ombudsman.
”Tetapi jika “pisau tajamnya” kembali diarahkan ke rakyat demi semata keamanan aset negara seperti yang selama ini sudah dijalankan, maka korban di pihak rakyat kembali berjatuhan,” katanya.
”Ini adalah langkah penyaluran “tenaga kerja” dan pembagian posisi strategis untuk pejabat-pejabat aktif Polri/TNI, termasuk yang memasuki masa pensiun,” ujar Sekjen KPA Dewi Sartika dalam rilis yang diterima SINDOnews, Jumat (3/7/2020).
(Baca: KPA Tuntut Presiden Batalkan Penempatan TNI-Polri di BUMN)
Dia mengungkapkan, pada tahun 2007 kepala BPN bekerja sama dengan Kapolri untuk menyelesaikan masalah pertanahan. Pun pada 2017, Menteri ATR/Kepala BPN RI kembali menggandeng Kapolri lagi-lagi untuk menyelesaikan kasus agraria, bantuan pengamanan hingga percepatan sertifikasi tanah asset (tanah) Polri.
Pada 2015, Kementerian Pertanian bekerjasama dengan TNI untuk swasembada pangan, mengabaikan ratusan ribu keluarga petani, produsen pangan kecil yang masih dalam status konflik agraria. Menteri BUMN sebelumnya (2018) bekerjasama dengan Panglima TNI terkait optimalisasi sumber daya dan pengamanan aset milik BUMN.
KPA berpendapat, kerjasama-kerjasama tersebut semakin mengarahkan pisau operasi hukum berhadapan dengan rakyat. Pendekatan perspektif hukum positif (legal formal) yang digunakan pemerintah tersebut selama ini telah banyak menghasilkan korban di pihak rakyat kecil.
(Baca: Dinilai Tak Inovatif, Erick Thohir Malah Perkeruh Konflik Agraria)
Padahal konflik agraria yang berlarut-larut justru merupakan dampak dari korupsi mulai proses penerbitan izin lokasi dan informasi HGU yang tertutup, hingga operasi perkebunan yang tidak sesuai alas hak HGU. ”Ini membuktikan masalah agraria di BUMN sarat kepentingan dan perilaku korup di berbagai aktor, baik pusat dan daerah,” tutur Dewi Sartika.
Karena itu, Dewi Sartika mengatakan bila penempatan purnawirawan Polri-TNI bertujuan menjadikan mereka “pisau” untuk membersihkan BUMN dari korupsi agraria dan menyelamatkan aset negara, seharusnya Erick Thohir juga menggandeng KPK, Kejaksaan Agung, dan Ombudsman.
”Tetapi jika “pisau tajamnya” kembali diarahkan ke rakyat demi semata keamanan aset negara seperti yang selama ini sudah dijalankan, maka korban di pihak rakyat kembali berjatuhan,” katanya.
(muh)
tulis komentar anda