Perjuangkan Nasib Tenaga Honorer, Apkasi Gelar Rakor dengan Kemenpan RB
Kamis, 22 September 2022 - 20:24 WIB
Sutan mengatakan, penghapusan tenaga non ASN menimbulkan dilema tersendiri. Pasalnya, seleksi terbuka Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPK) terasa berat bagi tenaga honorer lama yang harus bersaing dengan sarjana yang baru lulus. Sementara itu, pengangkatan seluruh tenaga honorer menjadi PPPK oleh pemerintah daerah (pemda) juga tentu akan membebani APBD.
"Sedangkan bagi pemerintah daerah, pengangkatan PPPK sebagai konsekuensi penghapusan tenaga honorer jelas akan membebani APBD, mengingat PPPK ini memiliki standar gaji dan tunjangan yang hampir sama dengan PNS," katanya.
Sutan menambahkan, pengangkatan seluruh tenaga honorer menjadi PPPK juga bukan solusi terbaik. Sebab kalau semua di PPPK akan membuat etos kerjanya menjadi tidak baik, dan juga memengaruhi anggaran.
Sutan memaparkan, ada lima permasalahan yang perlu ditangani pemerintah terkait penghapusan tenaga honorer. Pertama, mengatasi persoalan tenaga non ASN yang tidak dapat mengikuti seleksi CAT dengan passing grade yang ditentukan berdasarkan ketentuan kelulusan. Kedua, persoalan keterbatasan anggaran, perlunya disusun rentang gaji sesuai dengan kemampuan daerah.
"Ketiga, tenaga non ASN yang tidak memenuhi syarat menjadi PNS atau PPPK karena kualifikasi pendidikannya yang tidak terpenuhi dapat diberi kesempatan sesuai dengan minatnya, seperti pelatihan kewirausahaan atau Kartu Prakerja, dan lain-lain," ucapnya.
Selanjutnya, kepala daerah dapat memberikan alokasi formasi PPPK dalam rangka mendukung visi misinya yang kontrak kerjanya sesuai dengan periodisasi jabatan kepala daerah. "Terakhir yang kelima, keberadaan tenaga non-ASN sebagai administrasi atau teknis yang tidak memenuhi syarat menduduki jabatan fungsional perlu diperluas dalam masa transisinya selama lima tahun untuk tenaga non ASN bisa diangkat menjadi PPPK," katanya.
Menanggapi hal tersebut, Menpan RB Abdullah Azwar Anas siap merangkul bupati seluruh Indonesia yang tergabung dalam Apkasi untuk menyatukan persepsi serta mencari jalan tengah penyelesaian tenaga non ASN. Anas meminta dengan tegas para bupati selaku Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) untuk melakukan audit terhadap kebenaran data dan mengirimkan Surat Pernyataan Pertanggungjawaban Mutlak (SPTJM) kepada BKN.
"SPTJM itu sebagai bentuk komitmen dan bukti yang dapat dipertanggungjawabkan oleh bupati bahwa data Tenaga Non-ASN di daerahnya adalah valid dan tak berubah," ucapnya.
Anas menambahkan, penyelesaian permasalahan diawali dengan melaksanakan pendataan bagi tenaga non ASN. Oleh karenanya, dirinya mendorong agar pemerintah daerah dapat melakukan pengawasan dalam proses pendataan.
"Pemerintah memprioritaskan pengadaan ASN tahun ini untuk pelayanan dasar, yaitu guru dan kesehatan, tetapi tidak mengenyampingkan jabatan lainnya," kata Menteri Anas.
"Sedangkan bagi pemerintah daerah, pengangkatan PPPK sebagai konsekuensi penghapusan tenaga honorer jelas akan membebani APBD, mengingat PPPK ini memiliki standar gaji dan tunjangan yang hampir sama dengan PNS," katanya.
Sutan menambahkan, pengangkatan seluruh tenaga honorer menjadi PPPK juga bukan solusi terbaik. Sebab kalau semua di PPPK akan membuat etos kerjanya menjadi tidak baik, dan juga memengaruhi anggaran.
Sutan memaparkan, ada lima permasalahan yang perlu ditangani pemerintah terkait penghapusan tenaga honorer. Pertama, mengatasi persoalan tenaga non ASN yang tidak dapat mengikuti seleksi CAT dengan passing grade yang ditentukan berdasarkan ketentuan kelulusan. Kedua, persoalan keterbatasan anggaran, perlunya disusun rentang gaji sesuai dengan kemampuan daerah.
"Ketiga, tenaga non ASN yang tidak memenuhi syarat menjadi PNS atau PPPK karena kualifikasi pendidikannya yang tidak terpenuhi dapat diberi kesempatan sesuai dengan minatnya, seperti pelatihan kewirausahaan atau Kartu Prakerja, dan lain-lain," ucapnya.
Selanjutnya, kepala daerah dapat memberikan alokasi formasi PPPK dalam rangka mendukung visi misinya yang kontrak kerjanya sesuai dengan periodisasi jabatan kepala daerah. "Terakhir yang kelima, keberadaan tenaga non-ASN sebagai administrasi atau teknis yang tidak memenuhi syarat menduduki jabatan fungsional perlu diperluas dalam masa transisinya selama lima tahun untuk tenaga non ASN bisa diangkat menjadi PPPK," katanya.
Menanggapi hal tersebut, Menpan RB Abdullah Azwar Anas siap merangkul bupati seluruh Indonesia yang tergabung dalam Apkasi untuk menyatukan persepsi serta mencari jalan tengah penyelesaian tenaga non ASN. Anas meminta dengan tegas para bupati selaku Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) untuk melakukan audit terhadap kebenaran data dan mengirimkan Surat Pernyataan Pertanggungjawaban Mutlak (SPTJM) kepada BKN.
"SPTJM itu sebagai bentuk komitmen dan bukti yang dapat dipertanggungjawabkan oleh bupati bahwa data Tenaga Non-ASN di daerahnya adalah valid dan tak berubah," ucapnya.
Anas menambahkan, penyelesaian permasalahan diawali dengan melaksanakan pendataan bagi tenaga non ASN. Oleh karenanya, dirinya mendorong agar pemerintah daerah dapat melakukan pengawasan dalam proses pendataan.
"Pemerintah memprioritaskan pengadaan ASN tahun ini untuk pelayanan dasar, yaitu guru dan kesehatan, tetapi tidak mengenyampingkan jabatan lainnya," kata Menteri Anas.
Lihat Juga :
tulis komentar anda