Perjuangkan Nasib Tenaga Honorer, Apkasi Gelar Rakor dengan Kemenpan RB
loading...
A
A
A
JAKARTA - Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia ( Apkasi ) menggelar rapat koordinasi dengan sejumlah kementerian untuk mencari titik temu mengenai permasalahan tenaga non Aparatur Sipil Negara (ASN) atau tenaga honorer di pemerintah daerah.
Rakor Apkasi dengan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB) bersama Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) ini berlangsung di Grand Sahid Jaya Hotel, Jakarta, Rabu (21/9/2022).
Ketua Umum Apkasi Sutan Riska Tuanku Kerajaan mengatakan, rakor digelar untuk mendengarkan permasalahan yang dialami oleh daerah. Sutan menyebut, lebih dari 750 peserta hadir dalam rakor terdiri dari Bupati didampingi Sekretaris Daerah (Sekda) dan Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM). Kehadiran mereka menunjukkan bahwa daerah sangat antusias dan turut memberikan masukan agar pusat bisa mencari solusi terbaik.
Baca juga: Pendataan Non ASN 2022, Ini 7 Kategori yang Dipastikan Tidak Lolos
"Kami di Apkasi akan menampung semua permasalahan di daerah dan bagi rekan-rekan bupati yang mewakili Pulau Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Bali, NTT, NTB, Maluku, Papua maupun di daerah perbatasan dapat menyampaikan permasalahan dan usulan solusinya," kata Bupati Dharmasraya ini, Kamis (22/9/2022).
Sutan berharap Menpan RB Abdullah Azwar Anas memahami permasalahan tenaga honorer. Apalagi, Menpan RB pernah menjabat ketua Apkasi dan kepala daerah selama dua periode.
"Kami berharap Pak Menteri yang pernah menjadi Ketum Apkasi, pernah menjadi bupati dua periode tentu paham dengan permasalahan tenaga non ASN ini. Melalui rakor ini Apkasi akan memberikan rekomendasi kepada Presiden, Kemenpan RB dan kementerian terkait untuk dijadikan pertimbangan dan membuatkan kebijakan yang win-win solution," ujarnya.
Sutan mengakui, daerah tengah galau dengan permasalahan tenaga non ASN, terlebih mencuat wacana penghapusan tenaga non ASN atau tenaga honorer pada 2023.
"Seperti kita tahu, para tenaga non ASN ini banyak ditempatkan di garda terdepan dalam pelayanan masyarakat seperti guru, tenaga kesehatan, Satpol PP, pemadam kebakaran, dinas perhubungan, dan lain-lain. Termasuk mereka yang rela bertugas di daerah terpencil maupun daerah perbatasan yang tentu merasa khawatir akan kehilangan pekerjaannya," ucapnya.
Sutan mengatakan, penghapusan tenaga non ASN menimbulkan dilema tersendiri. Pasalnya, seleksi terbuka Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPK) terasa berat bagi tenaga honorer lama yang harus bersaing dengan sarjana yang baru lulus. Sementara itu, pengangkatan seluruh tenaga honorer menjadi PPPK oleh pemerintah daerah (pemda) juga tentu akan membebani APBD.
"Sedangkan bagi pemerintah daerah, pengangkatan PPPK sebagai konsekuensi penghapusan tenaga honorer jelas akan membebani APBD, mengingat PPPK ini memiliki standar gaji dan tunjangan yang hampir sama dengan PNS," katanya.
Sutan menambahkan, pengangkatan seluruh tenaga honorer menjadi PPPK juga bukan solusi terbaik. Sebab kalau semua di PPPK akan membuat etos kerjanya menjadi tidak baik, dan juga memengaruhi anggaran.
Sutan memaparkan, ada lima permasalahan yang perlu ditangani pemerintah terkait penghapusan tenaga honorer. Pertama, mengatasi persoalan tenaga non ASN yang tidak dapat mengikuti seleksi CAT dengan passing grade yang ditentukan berdasarkan ketentuan kelulusan. Kedua, persoalan keterbatasan anggaran, perlunya disusun rentang gaji sesuai dengan kemampuan daerah.
"Ketiga, tenaga non ASN yang tidak memenuhi syarat menjadi PNS atau PPPK karena kualifikasi pendidikannya yang tidak terpenuhi dapat diberi kesempatan sesuai dengan minatnya, seperti pelatihan kewirausahaan atau Kartu Prakerja, dan lain-lain," ucapnya.
Selanjutnya, kepala daerah dapat memberikan alokasi formasi PPPK dalam rangka mendukung visi misinya yang kontrak kerjanya sesuai dengan periodisasi jabatan kepala daerah. "Terakhir yang kelima, keberadaan tenaga non-ASN sebagai administrasi atau teknis yang tidak memenuhi syarat menduduki jabatan fungsional perlu diperluas dalam masa transisinya selama lima tahun untuk tenaga non ASN bisa diangkat menjadi PPPK," katanya.
Menanggapi hal tersebut, Menpan RB Abdullah Azwar Anas siap merangkul bupati seluruh Indonesia yang tergabung dalam Apkasi untuk menyatukan persepsi serta mencari jalan tengah penyelesaian tenaga non ASN. Anas meminta dengan tegas para bupati selaku Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) untuk melakukan audit terhadap kebenaran data dan mengirimkan Surat Pernyataan Pertanggungjawaban Mutlak (SPTJM) kepada BKN.
"SPTJM itu sebagai bentuk komitmen dan bukti yang dapat dipertanggungjawabkan oleh bupati bahwa data Tenaga Non-ASN di daerahnya adalah valid dan tak berubah," ucapnya.
Anas menambahkan, penyelesaian permasalahan diawali dengan melaksanakan pendataan bagi tenaga non ASN. Oleh karenanya, dirinya mendorong agar pemerintah daerah dapat melakukan pengawasan dalam proses pendataan.
"Pemerintah memprioritaskan pengadaan ASN tahun ini untuk pelayanan dasar, yaitu guru dan kesehatan, tetapi tidak mengenyampingkan jabatan lainnya," kata Menteri Anas.
Tidak hanya itu, kolaborasi dilakukan dengan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk melakukan pengawasan terhadap data yang diajukan pemerintah daerah apakah sudah sesuai persyaratan. "Akan ada audit data untuk memastikan data Tenaga Non-ASN yang dikirimkan sesuai yang disyaratkan," katanya.
Rakor Apkasi dengan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB) bersama Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) ini berlangsung di Grand Sahid Jaya Hotel, Jakarta, Rabu (21/9/2022).
Ketua Umum Apkasi Sutan Riska Tuanku Kerajaan mengatakan, rakor digelar untuk mendengarkan permasalahan yang dialami oleh daerah. Sutan menyebut, lebih dari 750 peserta hadir dalam rakor terdiri dari Bupati didampingi Sekretaris Daerah (Sekda) dan Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM). Kehadiran mereka menunjukkan bahwa daerah sangat antusias dan turut memberikan masukan agar pusat bisa mencari solusi terbaik.
Baca juga: Pendataan Non ASN 2022, Ini 7 Kategori yang Dipastikan Tidak Lolos
"Kami di Apkasi akan menampung semua permasalahan di daerah dan bagi rekan-rekan bupati yang mewakili Pulau Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Bali, NTT, NTB, Maluku, Papua maupun di daerah perbatasan dapat menyampaikan permasalahan dan usulan solusinya," kata Bupati Dharmasraya ini, Kamis (22/9/2022).
Sutan berharap Menpan RB Abdullah Azwar Anas memahami permasalahan tenaga honorer. Apalagi, Menpan RB pernah menjabat ketua Apkasi dan kepala daerah selama dua periode.
"Kami berharap Pak Menteri yang pernah menjadi Ketum Apkasi, pernah menjadi bupati dua periode tentu paham dengan permasalahan tenaga non ASN ini. Melalui rakor ini Apkasi akan memberikan rekomendasi kepada Presiden, Kemenpan RB dan kementerian terkait untuk dijadikan pertimbangan dan membuatkan kebijakan yang win-win solution," ujarnya.
Sutan mengakui, daerah tengah galau dengan permasalahan tenaga non ASN, terlebih mencuat wacana penghapusan tenaga non ASN atau tenaga honorer pada 2023.
"Seperti kita tahu, para tenaga non ASN ini banyak ditempatkan di garda terdepan dalam pelayanan masyarakat seperti guru, tenaga kesehatan, Satpol PP, pemadam kebakaran, dinas perhubungan, dan lain-lain. Termasuk mereka yang rela bertugas di daerah terpencil maupun daerah perbatasan yang tentu merasa khawatir akan kehilangan pekerjaannya," ucapnya.
Sutan mengatakan, penghapusan tenaga non ASN menimbulkan dilema tersendiri. Pasalnya, seleksi terbuka Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPK) terasa berat bagi tenaga honorer lama yang harus bersaing dengan sarjana yang baru lulus. Sementara itu, pengangkatan seluruh tenaga honorer menjadi PPPK oleh pemerintah daerah (pemda) juga tentu akan membebani APBD.
"Sedangkan bagi pemerintah daerah, pengangkatan PPPK sebagai konsekuensi penghapusan tenaga honorer jelas akan membebani APBD, mengingat PPPK ini memiliki standar gaji dan tunjangan yang hampir sama dengan PNS," katanya.
Sutan menambahkan, pengangkatan seluruh tenaga honorer menjadi PPPK juga bukan solusi terbaik. Sebab kalau semua di PPPK akan membuat etos kerjanya menjadi tidak baik, dan juga memengaruhi anggaran.
Sutan memaparkan, ada lima permasalahan yang perlu ditangani pemerintah terkait penghapusan tenaga honorer. Pertama, mengatasi persoalan tenaga non ASN yang tidak dapat mengikuti seleksi CAT dengan passing grade yang ditentukan berdasarkan ketentuan kelulusan. Kedua, persoalan keterbatasan anggaran, perlunya disusun rentang gaji sesuai dengan kemampuan daerah.
"Ketiga, tenaga non ASN yang tidak memenuhi syarat menjadi PNS atau PPPK karena kualifikasi pendidikannya yang tidak terpenuhi dapat diberi kesempatan sesuai dengan minatnya, seperti pelatihan kewirausahaan atau Kartu Prakerja, dan lain-lain," ucapnya.
Selanjutnya, kepala daerah dapat memberikan alokasi formasi PPPK dalam rangka mendukung visi misinya yang kontrak kerjanya sesuai dengan periodisasi jabatan kepala daerah. "Terakhir yang kelima, keberadaan tenaga non-ASN sebagai administrasi atau teknis yang tidak memenuhi syarat menduduki jabatan fungsional perlu diperluas dalam masa transisinya selama lima tahun untuk tenaga non ASN bisa diangkat menjadi PPPK," katanya.
Menanggapi hal tersebut, Menpan RB Abdullah Azwar Anas siap merangkul bupati seluruh Indonesia yang tergabung dalam Apkasi untuk menyatukan persepsi serta mencari jalan tengah penyelesaian tenaga non ASN. Anas meminta dengan tegas para bupati selaku Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) untuk melakukan audit terhadap kebenaran data dan mengirimkan Surat Pernyataan Pertanggungjawaban Mutlak (SPTJM) kepada BKN.
"SPTJM itu sebagai bentuk komitmen dan bukti yang dapat dipertanggungjawabkan oleh bupati bahwa data Tenaga Non-ASN di daerahnya adalah valid dan tak berubah," ucapnya.
Anas menambahkan, penyelesaian permasalahan diawali dengan melaksanakan pendataan bagi tenaga non ASN. Oleh karenanya, dirinya mendorong agar pemerintah daerah dapat melakukan pengawasan dalam proses pendataan.
"Pemerintah memprioritaskan pengadaan ASN tahun ini untuk pelayanan dasar, yaitu guru dan kesehatan, tetapi tidak mengenyampingkan jabatan lainnya," kata Menteri Anas.
Tidak hanya itu, kolaborasi dilakukan dengan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk melakukan pengawasan terhadap data yang diajukan pemerintah daerah apakah sudah sesuai persyaratan. "Akan ada audit data untuk memastikan data Tenaga Non-ASN yang dikirimkan sesuai yang disyaratkan," katanya.
(abd)