Alat Pendeteksi Kebohongan; Pseudosains atau Plasebo?
Kamis, 22 September 2022 - 14:50 WIB
Tapi semua itu kepercayaan masyarakat. Fakta sainsnya ternyata berbeda. Para ahli justru berargumen bahwa hingga saat ini belum ada bukti kuat keterkaitan aspek psikologis dan fisiologis saat orang berbohong. Beberapa dekade penelitian di bidang ini justru membuktikan bahwa tidak ada non-verbal signs yang bisa mengindikasikan seseorang berbohong atau tidak.
Kasarnya, tidak ada conclusive finding terkait psikologis berbohong. Dalam sebuah penelitian substansial yang menggunakan lebih dari 1.000 referensi, Vrij dkk berkesimpulan bahwa konsep non-verbal signs akibat berbohong sebenarnya faint and unreliable. Meragukan dan tidak dapat dipercaya.
Banyak studi lain berkesimpulan sama dengan Vrij. Konsep micro-expression juga sudah dibantah. Padahal, konsep ini sudah telanjur populer dan banyak digunakan di berbagai kursus psikologis. Fakta-fakta ini memberikan sinyal bahwa ada hendaya antara kepercayaan masyarakat dengan fakta sains terkait hubungan psiko-fisiologis berbohong.
Selain tidak memiliki landasan ilmiah yang solid, tingkat keakuratan alat ini masih sangat sumir. Beberapa institusi mengklaim keakuratan alat berkisar 80%; di antara institusi tersebut adalah American Polygraph Association, yaitu perkumpulan yang mempromosikan alat ini. Sayangnya, berbagai institusi lain menegasikan klaim ini dan menganggapnya bias dan berlebihan. National Academy of Science Amerika menyebut klaim keakuratan 80% tersebut scanty, weak and flawed.
Berbagai studi lain justru menunjukkan keakuratan alat hanya 52%. Artinya, ada peluang 48% salah. Dengan ruang kesalahan sebesar ini, sebagian menganggap keakuratan alat ini tidak lebih fenomena melempar koin (flip the coin); setiap sisi koin berpeluang sama muncul. Peluang tepat atau tidaknya adalah 50:50.
Bila alat ini menyimpulkan seseorang berbohong (deceit), 50% kemungkinan orang tersebut betul berbohong dan 50% kemungkinan tidak berbohong. Kelemahan lain, berbagai studi menunjukkan spesifitas alat ini sangat rendah, sekitar 52%. Artinya, dari 100 orang yang tidak berbohong, 52 orang betul dideteksi tidak berbohong dan 48 di antaranya akan dideteksi sebagai berbohong. Sangat miris.
Bila ini dijadikan bukti akan sangat merugikan orang yang dites. Didasari fakta ini, American Psychologist Association mengeluarkan statement bahwa alat ini tidak terbukti bisa mendeteksi kebohongan. National Research Council Amerika juga mengeluarkan statement senada : alat ini tidak valid dan akurat.
Berdasar minimnya bukti ilmiah dan tingkat keakuratannya, di berbagai negara alat ini tidak dianggap dan tidak diterima sebagai alat bukti. Artinya, hasil pemeriksaan alat ini tidak dapat menjadi pegangan apakah seseorang berbohong atau tidak, sekaligus apakah bersalah atau tidak. India adalah pengecualian; negara ini pernah menggunakan alat ini sebagai alat bukti pada beberapa kasus.
Di Amerika, Supreme Court menolak dengan tegas penggunaan alat ini sebagai barang bukti karena keakuratannya sangat rendah. Di Inggris dan Wales, alat ini bisa digunakan polisi saat menginterogasi tersangka tetapi hasilnya tidak bisa digunakan sebagai alat bukti di pengadilan.
Menariknya, meski kebanyakan negara menganggap alat ini tidak memiliki scientific basis yang adekuat dan akurat, penggunaan alat ini tetap marak. Berbagai institusi juga berupaya memproduksi modifikasi alat ini dengan harapan bisa memperbaiki keakuratannya.Sayangnya, hingga kini belum ada kemajuan. Alat ini tetap dianggap bukan alat bukti kebohongan. Berbagai institusi juga berupaya memproduksi modifikasi alat ini dengan harapan bisa memperbaiki keakuratannya.
Kasarnya, tidak ada conclusive finding terkait psikologis berbohong. Dalam sebuah penelitian substansial yang menggunakan lebih dari 1.000 referensi, Vrij dkk berkesimpulan bahwa konsep non-verbal signs akibat berbohong sebenarnya faint and unreliable. Meragukan dan tidak dapat dipercaya.
Banyak studi lain berkesimpulan sama dengan Vrij. Konsep micro-expression juga sudah dibantah. Padahal, konsep ini sudah telanjur populer dan banyak digunakan di berbagai kursus psikologis. Fakta-fakta ini memberikan sinyal bahwa ada hendaya antara kepercayaan masyarakat dengan fakta sains terkait hubungan psiko-fisiologis berbohong.
Selain tidak memiliki landasan ilmiah yang solid, tingkat keakuratan alat ini masih sangat sumir. Beberapa institusi mengklaim keakuratan alat berkisar 80%; di antara institusi tersebut adalah American Polygraph Association, yaitu perkumpulan yang mempromosikan alat ini. Sayangnya, berbagai institusi lain menegasikan klaim ini dan menganggapnya bias dan berlebihan. National Academy of Science Amerika menyebut klaim keakuratan 80% tersebut scanty, weak and flawed.
Berbagai studi lain justru menunjukkan keakuratan alat hanya 52%. Artinya, ada peluang 48% salah. Dengan ruang kesalahan sebesar ini, sebagian menganggap keakuratan alat ini tidak lebih fenomena melempar koin (flip the coin); setiap sisi koin berpeluang sama muncul. Peluang tepat atau tidaknya adalah 50:50.
Bila alat ini menyimpulkan seseorang berbohong (deceit), 50% kemungkinan orang tersebut betul berbohong dan 50% kemungkinan tidak berbohong. Kelemahan lain, berbagai studi menunjukkan spesifitas alat ini sangat rendah, sekitar 52%. Artinya, dari 100 orang yang tidak berbohong, 52 orang betul dideteksi tidak berbohong dan 48 di antaranya akan dideteksi sebagai berbohong. Sangat miris.
Bila ini dijadikan bukti akan sangat merugikan orang yang dites. Didasari fakta ini, American Psychologist Association mengeluarkan statement bahwa alat ini tidak terbukti bisa mendeteksi kebohongan. National Research Council Amerika juga mengeluarkan statement senada : alat ini tidak valid dan akurat.
Berdasar minimnya bukti ilmiah dan tingkat keakuratannya, di berbagai negara alat ini tidak dianggap dan tidak diterima sebagai alat bukti. Artinya, hasil pemeriksaan alat ini tidak dapat menjadi pegangan apakah seseorang berbohong atau tidak, sekaligus apakah bersalah atau tidak. India adalah pengecualian; negara ini pernah menggunakan alat ini sebagai alat bukti pada beberapa kasus.
Di Amerika, Supreme Court menolak dengan tegas penggunaan alat ini sebagai barang bukti karena keakuratannya sangat rendah. Di Inggris dan Wales, alat ini bisa digunakan polisi saat menginterogasi tersangka tetapi hasilnya tidak bisa digunakan sebagai alat bukti di pengadilan.
Menariknya, meski kebanyakan negara menganggap alat ini tidak memiliki scientific basis yang adekuat dan akurat, penggunaan alat ini tetap marak. Berbagai institusi juga berupaya memproduksi modifikasi alat ini dengan harapan bisa memperbaiki keakuratannya.Sayangnya, hingga kini belum ada kemajuan. Alat ini tetap dianggap bukan alat bukti kebohongan. Berbagai institusi juga berupaya memproduksi modifikasi alat ini dengan harapan bisa memperbaiki keakuratannya.
tulis komentar anda