Permainan 'Asap dan Cermin' dalam RUU Sisdiknas

Kamis, 22 September 2022 - 14:25 WIB
Jangan sampai program Wajib Belajar 13 tahun menggunakan metode Asap dan Cermin (smoke and mirrors). Asap dan Cermin adalah sebuah ungkapan yang diadopsi dari permainan para pemain sulap yang dalam aksi panggungnya menggunakan semburan asap dan cermin untuk menyembunyikan sesuatu dan menciptakan efek ilusi.

Menurut Kamus Cambridge, makna dari ungkapan "cermin dan asap" adalah sesuatu yang membuat Anda percaya bahwa ada sesuatu yang sedang dilakukan atau benar telah dilakukan, padahal kenyataannya tidak.

Demikian pula apa yang ditawarkan dalam RUU Sisdiknas ini, tampaknya sangat menjanjikan sesuatu seperti program Wajib Belajar 13 tahun, guru tidak perlu antre untuk mendapatkan tunjangan profesi. Namun, praktiknya hal itu tidak mungkin dilakukan kecuali ada perombakan besar dalam sistem anggaran pendidikan.

Melalui RUU Sisdiknas, masyarakat dibuai dengan program Wajib Belajar 13 Tahun yang memang penting, tetapi tidak menyadari bahwa pemerintah telah melepaskan tanggung jawab untuk membiayai sepenuhnya pendidikan seperti yang tertera pada Pasal 1 ayat 13 draf UU Sisdiknas versi Agustus 2022 jika dibandingkan dengan UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas. Pasal 14 dalam draf UU Sisdiknas tertulis bahwa orang tua wajib menyekolahkan anak-anaknya pada jenjang dasar dan menengah.

Selain pemahaman tentang hak asasi manusia dan penjabaran amanat konstitusi dalam bidang pendidikan yang keliru, “wajib belajar” bukan berarti orang tua harus menyekolahkan anak-anaknya melainkan pemerintah harus memberikan akses terbuka pada pendidikan.

Maka pasal ini dapat dipahami sebagai bentuk komersialisasi pendidikan. Karena orang tua wajib menyekolahkan dan negara tidak mampu membiayai secara utuh, maka orang tua wajib mengeluarkan dana untuk mendapatkan layanan pendidikan.

Terlebih lagi Pasal 58 secara eksplisit mengatakan bahwa masyarakat dapat berpartisipasi dalam pendanaan satuan pendidikan dalam cakupan wajib belajar. Ini sangat bertentangan dengan amanat konstitusi dan konsep pendidikan publik secara universal.

Sebaiknya pemerintah berkonsentrasi untuk memenuhi Wajib Belajar 9 Tahun dengan langkah-langkah yang kreatif dan inovatif. Langkah-langkah yang bisa diambil antara lain: membuka sekolah piagam (charter school) yaitu sekolah yang 100% biayanya dari pemerintah tetapi penyelenggara dan sarana/ prasarana pendidikan berasal dari pihak swasta.

Selain itu, menjadikan sekolah negeri menjadi sekolah negara yang statusnya sebagai satuan kerja instansi pemerintah (satker) sehingga pembiayaan sesuai dengan kebutuhan bukan berdasarkan jumlah siswa; membangun sekolah-sekolah berasrama untuk peserta didik yang berada di daerah terpencil; dan sebagainya.

Jika ada perubahan nyata, maka Angka Partisipasi Murni (APM) akan meningkat dan bukan menggunakan metode asap dan cermin. Semoga kita semua menyadari bahwa kita sedang menyiapkan para generasi penerus bangsa agar peradabannya maju dan hidupnya sejahtera, bukan melakukan pertunjukan sulap.
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
Halaman :
tulis komentar anda
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More