Kondisi Mencekam Sebelum Percobaan Perebutan Kekuasaan, Peristiwa G30S/PKI
Selasa, 30 Agustus 2022 - 06:16 WIB
JAKARTA - Percaturan politik di Indonesia sejak 1959 hingga saat percobaan Gerakan 30 September/PKI seluruhnya dikuasai oleh Presiden Soekarno. Bukan hanya garis-garis besar kebijaksanaan, namun masalah-masalah sepele dalam kehidupan sehari-hari dia yang menentukannya.
Tidak heran, kalau orang mulai mengangan-angankan masa apabila 'Bung Tua' itu sudah tidak ada lagi. Apakah gerangan yang akan terjadi, misalnya karena sakit yang melumpuhkan atau mematikannya? Kemungkinan ketiga, yakni karena ditumbangkan, adalah hal yang mustahil waktu itu.
Bagi golongan-golongan politik yang bernasib baik di bawah Presiden Soekarno, persoalannya ialah kelangsungan hidup, setidak-tidaknya kelangsungan hidup politik.
"Bagi orang-orang yang menderita di bawah kekuasaannya, hal itu berarti kesempatan untuk memperbaiki nasib," seperti dikutip dalam buku Tragedi Nasional Percobaan Kup G30S/PKI di Indonesia, Selasa (30/8/2022).
Setiap golongan politik berusaha memperbaiki posisinya guna menghadapi periode setelah berpulangnya Pemimpin Besar. Paling tidak, mereka ingin mempertahankan posisi mereka. PKI, begitu juga golongan lainnya, menghadapi masalah untuk mempercepat persiapan mereka dalam menyongsong pasca-Soekarno. Ketegangan pun meningkat luar biasa.
Dalam suasana demikian itu, DN Aidit yang tengah berada di luar negeri, dipanggil kembali oleh Sekretariat Negara atas perintah Presiden. Ia diberitahu tentang keadaan Soekarno sedang gawat dan ditugaskan membawa tim dokter dari Republik Rakyat China ke Indonesia, yang dulu pernah mengobati Presiden.
Presiden akhirnya sembuh kembali, akan tetapi para dokter China menyampaikan kepada Aidit, bahwa kesehatan Soekarno masih rapuh. Apabila mengalami serangan lagi, Soekarno mungkin akan lumpuh atau bahkan meninggal.
Pikiran yang selalu mengantui PKI di bawah pimpinan Aidit adalah bagaimana menghindari penumpasan oleh musuh-musuh mereka yang bersenjata. Mereka merasa, bahwa mereka belum cukup jauh menyusup ke dalam kalangan-kalangan teratas dari Angkatan Darat (AD).
Tidak heran, kalau orang mulai mengangan-angankan masa apabila 'Bung Tua' itu sudah tidak ada lagi. Apakah gerangan yang akan terjadi, misalnya karena sakit yang melumpuhkan atau mematikannya? Kemungkinan ketiga, yakni karena ditumbangkan, adalah hal yang mustahil waktu itu.
Bagi golongan-golongan politik yang bernasib baik di bawah Presiden Soekarno, persoalannya ialah kelangsungan hidup, setidak-tidaknya kelangsungan hidup politik.
"Bagi orang-orang yang menderita di bawah kekuasaannya, hal itu berarti kesempatan untuk memperbaiki nasib," seperti dikutip dalam buku Tragedi Nasional Percobaan Kup G30S/PKI di Indonesia, Selasa (30/8/2022).
Setiap golongan politik berusaha memperbaiki posisinya guna menghadapi periode setelah berpulangnya Pemimpin Besar. Paling tidak, mereka ingin mempertahankan posisi mereka. PKI, begitu juga golongan lainnya, menghadapi masalah untuk mempercepat persiapan mereka dalam menyongsong pasca-Soekarno. Ketegangan pun meningkat luar biasa.
Dalam suasana demikian itu, DN Aidit yang tengah berada di luar negeri, dipanggil kembali oleh Sekretariat Negara atas perintah Presiden. Ia diberitahu tentang keadaan Soekarno sedang gawat dan ditugaskan membawa tim dokter dari Republik Rakyat China ke Indonesia, yang dulu pernah mengobati Presiden.
Presiden akhirnya sembuh kembali, akan tetapi para dokter China menyampaikan kepada Aidit, bahwa kesehatan Soekarno masih rapuh. Apabila mengalami serangan lagi, Soekarno mungkin akan lumpuh atau bahkan meninggal.
Pikiran yang selalu mengantui PKI di bawah pimpinan Aidit adalah bagaimana menghindari penumpasan oleh musuh-musuh mereka yang bersenjata. Mereka merasa, bahwa mereka belum cukup jauh menyusup ke dalam kalangan-kalangan teratas dari Angkatan Darat (AD).
tulis komentar anda