Kredibilitas Ekonomi Nasional
Senin, 29 Agustus 2022 - 09:16 WIB
Selama ini, di tengah target pembangunan yang cukup tinggi, alokasi belanja modal yang digulirkan pemerintah tergolong masih cukup rendah. Data Kemementerian Keuangan menunjukan rata-rata alokasi belanja modal selama lima tahun terakhir masih di bawah 1,5% dari PDB.
Rendahnya alokasi belanja modal tersebut berbanding terbalik dengan besaran alokasi belanja barang terhadap PDB yang mencapai 2,04% atau belanja nonproduktif lainnya, misal belanja pegawai yang nilainya justru mencapai 2,36% dari PDB.
Bank Dunia bahkan menyebutkan bahwa dengan alokasi 1,5% dari PDB, angka tersebut jauh lebih rendah dibandingkan dengan negara Asia Tenggara lain seperti Malaysia yang mampu mengalokasikan belanja modal di angka 3,3% dari PDB, Filipina (4,5%), Singapura (4,9%), Thailand (6%), Vietnam (6,5%), dan Kamboja (6,8%). Karenanya, pemerintah perlu mengoptimalkan belanja yang produktif, yakni belanja yang mampu memberikanmultiplier effectyang besar bagi perekonomian nasional.
Sebagai upaya penanggulangan kemiskinan di tengah ancaman inflasi, pemerintah diharapkan dapat menyalurkan bantuan sosial dengan tepat sasaran dan tepat waktu. Seyogianya, setiap rupiah yang keluar dari APBN harus dipastikan memiliki manfaat ekonomi, memberikan manfaat untuk rakyat, dan meningkatkan kesejahteraan untuk masyarakat.
Demi menghasilkan tingkat keberhasilan dan ketepatan sasaran, kualitas data menjadi kunci. Efektivitas berbagai kebijakan pemerintah juga mutlak membutuhkan kerja sama antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah agar berbagai intervensi yang diberikan dapat tepat sasaran dan sesuai kebutuhan.
Kerja sama antardaerah juga bisa diperkuat dengan berbasis data. Melalui keterbukaan data dan kerja sama yang terjalin kuat antara pemerintah pusat dan daerah dapat menjadi solusi dalam mengendalikan ekonomi nasional agar mampu bertahan di tengah badai inflasi dan ketidakpastian ekonomi dunia. Semoga.
Rendahnya alokasi belanja modal tersebut berbanding terbalik dengan besaran alokasi belanja barang terhadap PDB yang mencapai 2,04% atau belanja nonproduktif lainnya, misal belanja pegawai yang nilainya justru mencapai 2,36% dari PDB.
Bank Dunia bahkan menyebutkan bahwa dengan alokasi 1,5% dari PDB, angka tersebut jauh lebih rendah dibandingkan dengan negara Asia Tenggara lain seperti Malaysia yang mampu mengalokasikan belanja modal di angka 3,3% dari PDB, Filipina (4,5%), Singapura (4,9%), Thailand (6%), Vietnam (6,5%), dan Kamboja (6,8%). Karenanya, pemerintah perlu mengoptimalkan belanja yang produktif, yakni belanja yang mampu memberikanmultiplier effectyang besar bagi perekonomian nasional.
Sebagai upaya penanggulangan kemiskinan di tengah ancaman inflasi, pemerintah diharapkan dapat menyalurkan bantuan sosial dengan tepat sasaran dan tepat waktu. Seyogianya, setiap rupiah yang keluar dari APBN harus dipastikan memiliki manfaat ekonomi, memberikan manfaat untuk rakyat, dan meningkatkan kesejahteraan untuk masyarakat.
Demi menghasilkan tingkat keberhasilan dan ketepatan sasaran, kualitas data menjadi kunci. Efektivitas berbagai kebijakan pemerintah juga mutlak membutuhkan kerja sama antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah agar berbagai intervensi yang diberikan dapat tepat sasaran dan sesuai kebutuhan.
Kerja sama antardaerah juga bisa diperkuat dengan berbasis data. Melalui keterbukaan data dan kerja sama yang terjalin kuat antara pemerintah pusat dan daerah dapat menjadi solusi dalam mengendalikan ekonomi nasional agar mampu bertahan di tengah badai inflasi dan ketidakpastian ekonomi dunia. Semoga.
(ynt)
Lihat Juga :
tulis komentar anda