Kredibilitas Ekonomi Nasional

Senin, 29 Agustus 2022 - 09:16 WIB
Harus Waspada

Secara umum kondisi ekonomi Indonesia hingga saat ini masih tergolong kuat, bahkan tak berlebihan jika dikatakan sebagai salah satu yang terkuat di dunia. Terbukti, angka inflasi di Indonesia masih terjaga dan tergolong moderat di tengah lonjakan inflasi yang sangat tinggi di negara lain.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat angka inflasi tahunan di Indonesia pada Juli 4,9% tatkala laju inflasi di AS dan Uni Eropa terus mencatatkan rekor baru dalam 40 tahun terakhir, masing-masing mencapai 8,6% dan 8,8%. Di sejumlah negara berkembang lain, Argentina dan Turki telah mencatatkan laju inflasi masing-masing 60,7% dan 73,5%. Meski kondisi ekonomi Indonesia masih tergolong kuat, dampak perlemahan perekonomian beberapa negara tersebut akan menjalar ke Indonesia.

Indonesia, melalui kekayaan alamnya yang melimpah, mendapatkan berkah besar melalui nilai ekspor yang dapat menopang pertumbuhan ekonomi Indonesia selama pandemi hingga krisis global menerpa. Akan tetapi, kini harga sejumlah komoditas mulai mengalami penurunan per Juli 2022. Kondisi tersebut akan berdampak terhadap sektoreksporIndonesia yang selama ini cukup menjadi andalan ekonomi.

Misalnya harga minyak mentah turun 10,03% pada USD105,1/barel, gas alam turun 5,45% pada USD7,3/MMBTU, minyak kelapa sawit turun 29,61% pada USD1.056,6/metrik ton. Kemudian gandum turun 16,77% menjadi USD382,5/metrik ton, serta nikel turun 16,28% pada USD21.500/metrik ton.

Penurunan harga tersebut dapat mendorong terjadinya peningkatan beban subsidi energi yang dipikul oleh negara di tengah harga minyak mentah dunia yang diprediksi tetap bertahan tinggi seiring eskalasi perang Rusia-Ukraina yang belum juga melandai. Bahkan, data mencatat bahwa harga minyak mentah dunia belakangan kembali naik ke posisi USD96 per barel setelah sempat mereda pada level USD92 per barel.

Optimalisasi APBN

APBN 2022 dirancang antisipatif, responsif, dan fleksibel sebagai instrumen pemulihan ekonomi dan menghadapi berbagai ketidakpastian ekonomi global ke depan. Demi mencapai tujuan tersebut, kini APBN kembali bekerja keras melalui pemberian insentif guna menjaga kecukupan pasokan, kelancaran distribusi serta keterjangkauan harga pangan pokok sehingga dapat melindungi daya beli masyarakat, khususnya kelompok berpenghasilan rendah.

Sejatinya beban APBN 2022 untuk menahan guncangan ekonomi dunia bukalah hal yang mudah. Di tengah berbagai upaya insentif yang digulirkan, beban subsidi bahan bakar minyak (BBM) saat ini telah sangat berat.

Data Kementerian Keuangan mencatat bahwa negara perlu tambahan anggaran untuk subsidi dan kompensasi energi sebesar Rp195,6 triliun apabila volume konsumsi BBM subsidi tidak dibatasi, dengan asumsi harga minyak dunia tetap tinggi di angka USD105/barel. Artinya, jumlah anggaran subsidi dan kompensasi akan membengkak menjadi Rp698 triliun. Padahal, dalam APBN 2022 anggaran awal subsidi dan kompensasi energi hanya sebesar Rp152,5 triliun. Pada kondisi ini, penajaman dan efisiensi belanjaAPBN 2022sangat diperlukan.
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
Halaman :
tulis komentar anda
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More