Moeldoko Minta Jangan Pernah Lupakan Aksi Terorisme
Sabtu, 06 Agustus 2022 - 11:25 WIB
JAKARTA - Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mengajak semua pihak tetap mengingat aksi-aksi terorisme yang terjadi di Indonesia. Dia menilai hal itu penting dilakukan agar terus terbangun kewaspadaan terhadap segala bentuk ancaman gangguan keamanan.
"Saya sepakat kita harus memaafkan aksi-aksi terorisme. Tapi jangan pernah melupakan peristiwa tersebut agar kita selalu waspada," kata Moeldoko dalam keterangannya, Sabtu (6/8/2022).
Moeldoko menegaskan, terorisme merupakan kejahatan kemanusiaan, dan sama sekali tidak berkaitan dengan ajaran agama apa pun. "Apa pun alasannya, semua ajaran agama menolak aksi teror. Jadi aksi terorisme tidak bisa berlindung di balik agama," tegasnya.
Panglima TNI 2013-2015 ini juga menyampaikan, sejak peristiwa teror bom JW Marriot 2003, pemerintah telah mengadopsi pendekatan Whole of Government untuk melawan terorisme, mulai dari hulu dengan pendidikan, hingga hilir melalui penindakan. Secara regulasi, tambah dia, pendekatan tersebut juga diperkuat dengan penerbitan UU Nomor 5/2018 dan Perpres Nomor 7/2021 tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Ekstemisme Berbasis Kekerasan.
Merujuk kajian LAB45 pada 2021, Moeldoko menyebut, tren serangan teror secara konsisten menurun sejak 2000. Nilai agregat pada Global Terrorism Index juga turun, dari angka 6,55 pada 2022 menjadi 5,5 pada 2021.
"Nilai lebih rendah, berarti lebih baik. Ini hasil kerja keras pemerintah dan semua pihak dalam melawan terorisme. Pemerintah tidak bekerja sendiri," tutur Moeldoko.
Pada kesempatan itu, Moeldoko juga memastikan, negara hadir untuk para korban aksi terorisme. Ia mencontohkan, pembayaran kompensasi kepada 215 korban terorisme dan ahli waris, dari 40 peristiwa terorisme masa lalu. Nilainya, sebesar Rp39 miliar.
"Kehadiran negara diharapkan dapat membawa semangat baru serta optimisme baru bagi korban dan keluarganya. Saya juga berharap peluncuran buku ini (The Power of Forgiveness: Memoar Korban Bom JW Marriot), juga menjadi inspirasi kita semua untuk berjuang bersama melawan aksi terorisme," pungkasnya.
Di kesempatan yang sama, Sony Soemarno penulis buku The Power of Forgiveness: Memoar Korban Bom JW Marriot menjelaskan, proses penulisan hingga penerbitan buku memakan waktu panjang, yakni selama 15 tahun.
Buku tersebut, sambung dia, berisi tentang testimoni korban dan mantan pelaku aksi terorisme, serta perjalanan dirinya dalam melakukan program deradikalisasi dari satu lembaga pemasyarakatan ke lembaga lembaga pemasyarakatan lain.
"Semoga buku saya bermanfaat untuk umat. Jangan kita membahas sesuatu yang berbeda, tapi bahaslah sesuatu yang sama," ucap Sony.
"Saya sepakat kita harus memaafkan aksi-aksi terorisme. Tapi jangan pernah melupakan peristiwa tersebut agar kita selalu waspada," kata Moeldoko dalam keterangannya, Sabtu (6/8/2022).
Moeldoko menegaskan, terorisme merupakan kejahatan kemanusiaan, dan sama sekali tidak berkaitan dengan ajaran agama apa pun. "Apa pun alasannya, semua ajaran agama menolak aksi teror. Jadi aksi terorisme tidak bisa berlindung di balik agama," tegasnya.
Panglima TNI 2013-2015 ini juga menyampaikan, sejak peristiwa teror bom JW Marriot 2003, pemerintah telah mengadopsi pendekatan Whole of Government untuk melawan terorisme, mulai dari hulu dengan pendidikan, hingga hilir melalui penindakan. Secara regulasi, tambah dia, pendekatan tersebut juga diperkuat dengan penerbitan UU Nomor 5/2018 dan Perpres Nomor 7/2021 tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Ekstemisme Berbasis Kekerasan.
Merujuk kajian LAB45 pada 2021, Moeldoko menyebut, tren serangan teror secara konsisten menurun sejak 2000. Nilai agregat pada Global Terrorism Index juga turun, dari angka 6,55 pada 2022 menjadi 5,5 pada 2021.
"Nilai lebih rendah, berarti lebih baik. Ini hasil kerja keras pemerintah dan semua pihak dalam melawan terorisme. Pemerintah tidak bekerja sendiri," tutur Moeldoko.
Pada kesempatan itu, Moeldoko juga memastikan, negara hadir untuk para korban aksi terorisme. Ia mencontohkan, pembayaran kompensasi kepada 215 korban terorisme dan ahli waris, dari 40 peristiwa terorisme masa lalu. Nilainya, sebesar Rp39 miliar.
"Kehadiran negara diharapkan dapat membawa semangat baru serta optimisme baru bagi korban dan keluarganya. Saya juga berharap peluncuran buku ini (The Power of Forgiveness: Memoar Korban Bom JW Marriot), juga menjadi inspirasi kita semua untuk berjuang bersama melawan aksi terorisme," pungkasnya.
Di kesempatan yang sama, Sony Soemarno penulis buku The Power of Forgiveness: Memoar Korban Bom JW Marriot menjelaskan, proses penulisan hingga penerbitan buku memakan waktu panjang, yakni selama 15 tahun.
Buku tersebut, sambung dia, berisi tentang testimoni korban dan mantan pelaku aksi terorisme, serta perjalanan dirinya dalam melakukan program deradikalisasi dari satu lembaga pemasyarakatan ke lembaga lembaga pemasyarakatan lain.
"Semoga buku saya bermanfaat untuk umat. Jangan kita membahas sesuatu yang berbeda, tapi bahaslah sesuatu yang sama," ucap Sony.
(rca)
tulis komentar anda