Kisah Pekerja WNI Korban Penyekapan di Kamboja: Kerja 16 Jam, Kerap Disiksa
Senin, 01 Agustus 2022 - 20:29 WIB
JAKARTA - Sejumlah Warga Negara Indonesia (WNI) korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) atau human trafficking masih disandera di Kamboja. Data tersebut berdasarkan keterangan dari pihak keluarga mereka dalam konferensi pers Migrant Care secara daring dengan tema ‘Darurat PMI di Kamboja, Senin (1/8/2022).
IR, salah satu istri korban mengatakan, suaminya berangkat ke Kamboja sebagai Pekerja Migran Indonesia ( PMI ) pada 16 Juli lalu. Saat itu, suaminya diimingi-imingi akan mendapat gaji besar jika bekerja di salah satu perusahaan di Kamboja.
“Berangkat ke Kamboja karena ditawarkan gaji yang fantastik dan niatnya mencari rezeki untuk keluarga. Sesampainya di sana, semuanya berbeda,” kata dia.
IR mengaku, sebelumnya tidak pernah mengetahui informasi tentang adanya perusahaan bodong, hingga akhirnya suaminya menjadi salah satu korban. “Keluarga dan teman-teman saya tidak ada yang mengetahui tentang berita sebelumnya. Saya berharap dan mohon untuk segera menjemput suami saya dan teman-temannya. Karena di sana dia tersiksa dan selalu ditekan untuk mencari omzet,” jelas IR.
Hal senada diungkapkan YT, keluarga korban dalam kasus serupa. Sama seperti IR, YT mengaku bahwa keluarganya sempat diiming-imingi gaji yang besar, saat ditawari pekerjaan itu.
“Ada seseorang yang menawarkan kepada istri saya, waktu itu. Karena adik saya pun tidak kerja, kami pun bingung. Jadi ada yang menawarkan kerja kepada istri saya, pekerjaan di Kamboja, dengan gaji yang baik lah, sekitar Rp7 juta hingga Rp9 juta waktu itu ditawarkan kepada istri saya,” kata YT, terkait awal mula adiknya ikut bekerja.
Selain tentang besaran gaji, jelas dia, tidak ada informasi lain yang disampaikan pihak yang menawarkan pekerjaan itu, termasuk di dalamnya jam kerja. Sebelum berangkat, jelas dia, pihak keluarga juga sempat diminta uang sebesar Rp4 juta.
“Jadi istri saya cerita, dan kami tertarik. Tidak ada cerita tentang jam kerja segala macam. Agen tersebut meminta biaya Rp4 juta kepada istri saya. Kami juga keluarga sempat debat waktu itu, kenapa harus bayar,” ungkap dia.
IR, salah satu istri korban mengatakan, suaminya berangkat ke Kamboja sebagai Pekerja Migran Indonesia ( PMI ) pada 16 Juli lalu. Saat itu, suaminya diimingi-imingi akan mendapat gaji besar jika bekerja di salah satu perusahaan di Kamboja.
“Berangkat ke Kamboja karena ditawarkan gaji yang fantastik dan niatnya mencari rezeki untuk keluarga. Sesampainya di sana, semuanya berbeda,” kata dia.
IR mengaku, sebelumnya tidak pernah mengetahui informasi tentang adanya perusahaan bodong, hingga akhirnya suaminya menjadi salah satu korban. “Keluarga dan teman-teman saya tidak ada yang mengetahui tentang berita sebelumnya. Saya berharap dan mohon untuk segera menjemput suami saya dan teman-temannya. Karena di sana dia tersiksa dan selalu ditekan untuk mencari omzet,” jelas IR.
Hal senada diungkapkan YT, keluarga korban dalam kasus serupa. Sama seperti IR, YT mengaku bahwa keluarganya sempat diiming-imingi gaji yang besar, saat ditawari pekerjaan itu.
“Ada seseorang yang menawarkan kepada istri saya, waktu itu. Karena adik saya pun tidak kerja, kami pun bingung. Jadi ada yang menawarkan kerja kepada istri saya, pekerjaan di Kamboja, dengan gaji yang baik lah, sekitar Rp7 juta hingga Rp9 juta waktu itu ditawarkan kepada istri saya,” kata YT, terkait awal mula adiknya ikut bekerja.
Selain tentang besaran gaji, jelas dia, tidak ada informasi lain yang disampaikan pihak yang menawarkan pekerjaan itu, termasuk di dalamnya jam kerja. Sebelum berangkat, jelas dia, pihak keluarga juga sempat diminta uang sebesar Rp4 juta.
“Jadi istri saya cerita, dan kami tertarik. Tidak ada cerita tentang jam kerja segala macam. Agen tersebut meminta biaya Rp4 juta kepada istri saya. Kami juga keluarga sempat debat waktu itu, kenapa harus bayar,” ungkap dia.
Lihat Juga :
tulis komentar anda