Kecewa Kinerja Menterinya, Resuffle Jadi Pilihan Dilematis Jokowi
Senin, 29 Juni 2020 - 08:07 WIB
JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengeluarkan pernyataan mengejutkan. Mantan Gubernur DKI Jakarta itu mengaku jengkel terhadap kinerja anak buahnya di kabinet selama masa pandemi virus corona (Covid-19). Dia pun mengancam tak segan membubarkan lembaga maupun melakukan reshuffle kabinet.
Pengamat komunikasi politik dari Telkom University dan Universitas Muhammadiyah Jakarta, Dedi Kurnia Syah, menilai reshuffle sebenarnya pilihan dilematis bagi Jokowi. Resuffle ini bisa dimaknai dua hal. Pertama, resuffle menunjukkan bahwa Jokowi gagal mengoordinasikan kementerian yang sejak awal terlalu dibangga-banggakan, baik formasi maupun tokoh-tokoh yang dipilih.
Kedua, ada sikap jemawa dari para menteri yang merasa dipilih karena berjasa dalam pemenangan, atau merasa dekat dengan lingkaran Jokowi secara politis. (Baca: Sindir Menteri Jokowi Tak Suka Diskusi, Fachri: Makanya Pendiam Semua)
"Dua hal ini memicu lambannya kinerja atau justru ada pola ketiga, yakni Jokowi gagal mengimplementasikan kepemimpinan kepala negara sehingga kerja kabinet tidak terstruktur dan berjalan sendiri," ujarnya kemarin.
Menurut Dedi, Jokowi pada saat memulai periode kedua menyampaikan peringatan, "Tidak ada visi-misi menteri." Itu sama sekali tidak didengar para menteri itu sendiri. "Meskipun, kerja pemerintah seharusnya kolektif, produktif atau tidaknya bergantung Presiden, kekecewaan Presiden pada menteri, sama saja kecewa pada diri sendiri," katanya.
Dalam video pembukaan sidang kabinet paripurna tanggal 18 Juni yang diunggah Biro Pers Setpres kemarin Jokowi mengungkapkan kegeramannya atas kelambanan kinerja para menteri dalam penanganan krisis pandemi Covid-19. Bahkan, dia menyebut bisa saja membubarkan lembaga ataupun melakukan reshuffle jika memang diperlukan untuk penanganan Covid-19. (Baca juga: Fraksi PKS Kecam keras Rencana Israel Caplok Tepi Barat)
“Bisa saja membubarkan lembaga. Bisa saja reshuffle. Sudah kepikiran ke mana-mana saya,” katanya dalam video pembukaan sidang kabinet paripurna tanggal 18 Juni yang diunggah Biro Pers Setpres kemarin.
Dia mengatakan bahwa saat ini pertumbuhan ekonomi dunia diprediksi bisa mencapai -7,5%. Hal ini merupakan kondisi serius yang tidak bisa hanya ditangani secara biasa-biasa saja. Setiap pejabat seharusnya memiliki rasa untuk segera mengatasi krisis. “Perasaan ini harus sama. Kita harus mengerti ini. Jangan biasa-biasa saja, jangan linier, jangan menganggap ini normal. Bahaya sekali kita,” ungkapnya.
Jokowi melihat masih banyak jajarannya yang menganggap kondisi sekarang normal. Hal ini terlihat dari kinerja yang biasa-biasa saja. “Saya lihat masih banyak kita ini yang seperti biasa-biasa saja. Saya jengkelnya di situ. Ini Apa enggak punya perasaan suasana ini krisis,” tuturnya. (Baca juga: Merasa Petugas Partai, Jokowi Tak Akan Kirim Surat ke DPR)
Pengamat komunikasi politik dari Telkom University dan Universitas Muhammadiyah Jakarta, Dedi Kurnia Syah, menilai reshuffle sebenarnya pilihan dilematis bagi Jokowi. Resuffle ini bisa dimaknai dua hal. Pertama, resuffle menunjukkan bahwa Jokowi gagal mengoordinasikan kementerian yang sejak awal terlalu dibangga-banggakan, baik formasi maupun tokoh-tokoh yang dipilih.
Kedua, ada sikap jemawa dari para menteri yang merasa dipilih karena berjasa dalam pemenangan, atau merasa dekat dengan lingkaran Jokowi secara politis. (Baca: Sindir Menteri Jokowi Tak Suka Diskusi, Fachri: Makanya Pendiam Semua)
"Dua hal ini memicu lambannya kinerja atau justru ada pola ketiga, yakni Jokowi gagal mengimplementasikan kepemimpinan kepala negara sehingga kerja kabinet tidak terstruktur dan berjalan sendiri," ujarnya kemarin.
Menurut Dedi, Jokowi pada saat memulai periode kedua menyampaikan peringatan, "Tidak ada visi-misi menteri." Itu sama sekali tidak didengar para menteri itu sendiri. "Meskipun, kerja pemerintah seharusnya kolektif, produktif atau tidaknya bergantung Presiden, kekecewaan Presiden pada menteri, sama saja kecewa pada diri sendiri," katanya.
Dalam video pembukaan sidang kabinet paripurna tanggal 18 Juni yang diunggah Biro Pers Setpres kemarin Jokowi mengungkapkan kegeramannya atas kelambanan kinerja para menteri dalam penanganan krisis pandemi Covid-19. Bahkan, dia menyebut bisa saja membubarkan lembaga ataupun melakukan reshuffle jika memang diperlukan untuk penanganan Covid-19. (Baca juga: Fraksi PKS Kecam keras Rencana Israel Caplok Tepi Barat)
“Bisa saja membubarkan lembaga. Bisa saja reshuffle. Sudah kepikiran ke mana-mana saya,” katanya dalam video pembukaan sidang kabinet paripurna tanggal 18 Juni yang diunggah Biro Pers Setpres kemarin.
Dia mengatakan bahwa saat ini pertumbuhan ekonomi dunia diprediksi bisa mencapai -7,5%. Hal ini merupakan kondisi serius yang tidak bisa hanya ditangani secara biasa-biasa saja. Setiap pejabat seharusnya memiliki rasa untuk segera mengatasi krisis. “Perasaan ini harus sama. Kita harus mengerti ini. Jangan biasa-biasa saja, jangan linier, jangan menganggap ini normal. Bahaya sekali kita,” ungkapnya.
Jokowi melihat masih banyak jajarannya yang menganggap kondisi sekarang normal. Hal ini terlihat dari kinerja yang biasa-biasa saja. “Saya lihat masih banyak kita ini yang seperti biasa-biasa saja. Saya jengkelnya di situ. Ini Apa enggak punya perasaan suasana ini krisis,” tuturnya. (Baca juga: Merasa Petugas Partai, Jokowi Tak Akan Kirim Surat ke DPR)
tulis komentar anda