Simalakama PPPK: Fleksibilitas Pasar Kerja Sektor Publik

Jum'at, 29 Juli 2022 - 08:15 WIB
Fleksibilitas pasar kerja

Namun, kondisi di lapangan nampak jauh panggang dari api. Rekrutmen besar yang dilakukan pada mekanisme PPPK sejauh ini yang terlihat jelas adalah pengisian jabatan Guru. Mayoritas Guru yang berasal dari honorer dan tidak lolos atau tidak memenuhi syarat mendaftar menjadi PNS. Profesionalitas yang menjadi visi rekrutmen PPPK menjadi dipertanyakan, ditambah data menunjukkan 9% dari pegawai PPPK saat ini berpendidikan SMP-SMA. PPPK menjadi second option para pencari kerja yang gagal menjadi PNS. Sehingga tidak berlebihan jika banyak yang menganggap kehadiran PPPK tidak lebih dari istilah baru dari pegawai tidak tetap, honorer, atau tenaga kontrak yang selama ini dipakai instansi pusat maupun daerah untuk memenuhi kebutuhan SDM dengan cepat. Pola rekrutmen PPPK melalui portal CASN sama persis dengan rekrutmen CPNS. Bedanya, setelah lulus PPPK tidak akan mendapatkan Nomor Induk Pegawai seperti PNS. Mereka hanya mendapatkan Nomor Induk PPPK yang bersifat temporer.

Trend fleksibilitas pasar kerja secara global sudah lama terjadi. Perubahan relasi kerja yang lebih lentur dianggap lebih efisien. Di sektor privat, relasi ini yang masif digunakan, tenaga kerja tetap diubah menjadi tenaga kontrak, outsourcing, harian lepas, tidak jarang juga disebut mitra. Dengan relasi tersebut, hak-hak kepegawaian menjadi lebih rendah dan mengurangi cost. Selain itu pemberi kerja bisa dengan mudah mengontrol pegawainya.

Dari sisi pegawai, relasi kerja yang fleksibel sangat berbahaya. Tidak ada jaminan dan kepastian kerja. Pegawai ASN dengan sistem PPPK menjadi pegawai dengan perjanjian kerja waktu tertentu, yang bisa diberhentikan atau tidak diperpanjang kontrak sewaktu-waktu. Pada sistem PPPK juga tidak ada uang pesangon atau pensiunan seperti PNS.

Layaknya di sektor privat, fleksibilitas kerja yang terbangun membuat pegawai semakin rentan, atau meminjam istilah Guy Stunding (2009) menjadi angkatan precarious workers.

Unsecurity job di sektor publik ini perlu menjadi perhatian serius. Pemerintah dalam rangka melakukan modernisasi sistem pemerintahan melalui pergeseran status pegawai mulai 2023 PNS direncanakan berjumlah 20%, sementara 80% nya adalah pegawai dengan status PPPK. Harus dipahami bersama, manajemen sektor pemerintahan dengan sektor privat sangat jauh berbeda. Tujuan utama pemerintahan adalah menciptakan kesejahteraan untuk masyarakat. Sedangkan privat tujuan utamanya untuk mencari keuntungan, sehingga efisiensi menjadi pertimbangan utama. Jika trend ini terus dilanjutkan, maka visi awal munculnya sistem PPPK tidak akan tercapai dan malah menjadi ancaman bagi generasi muda. Bekerja di sektor publik masih menjadi primadona bagi angkatan kerja di Indonesia. Salah satu alasan utamanya karena menjadi pegawai pemerintah (PNS) terdapat kepastian dan keamanan masa tua. Bonus demografi yang dimiliki oleh Indonesia akan menghadapi relasi kerja yang rentan.

Dari sisi anggaran, penerapan sistem PPPK seperti yang ada sekarang juga problematis. Pemerintah melakukan rekrutmen besar-besaran melalui sistem CASN, barang tentu membutuhkan anggaran besar, hanya untuk pegawai dengan durasi kerja yang pendek. Pemerintah perlu meninjau ulang pelaksanaan PPPK. Visi munculnya PPPK yang mengharapkan birokrasi pemerintah diisi oleh orang-orang profesional menjadi bias. Mekanisme PPPK menjadi buah simalakama, jika tidak berhati-hati, alih-alih menciptakan birokrasi yang profesional, malah menciptakan ancaman baru bagi generasi muda yaitu kerentanan kerja.
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
(war)
Halaman :
tulis komentar anda
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More