Antisipasi Dampak Krisis Global, MPR: Sistem Jaminan Sosial Harus Diperkuat
Rabu, 27 Juli 2022 - 21:04 WIB
Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesejahteraan Sosial Kemenko PMK Andi Megantara mengungkapkan jaminan sosial akan menjadi jaring pengaman bagi setiap warga negara bila terjadi krisis. Jaminan sosial, tegas Andi, merupakan bentuk perlindungan kepada setiap warga negara yang sifatnya wajib.
Namun, pemerintah coba membalik strategi dalam menghadapi ancaman krisis bukan langsung lewat jaminan sosial dan bantuan sosial (Bansos), namun mengedepankan upaya menciptakan lapangan kerja. Bila daya tahan fiskal negara tidak memadai lagi, tambah Andi, pihaknya baru mulai menerapkan mekanisme Bansos dan jaminan sosial untuk melindungi warga negara dari dampak krisis.
Andi menegaskan saat ini sejumlah instrumen jaminan sosial dalam kondisi sehat seperti outstanding BPJS Kesehatan tercatat Rp46 triliun dan dana kelolaan BPJS Ketenagakerjaan tercatat Rp600 triliun. Selain itu alokasi dana Bansos tercatat Rp450 triliun.
Jadi secara teknis Indonesia siap mengantisipasi dampak krisis dengan berbagai upaya untuk tetap jaga inflasi dan daya beli masyarakat, serta membuka lapangan kerja untuk menekan angka pengangguran.
Anggota DPR RI Komisi IX dari Fraksi Partai Nasdem, Ratu Ngadu Bonu Wulla mengungkapkan untuk menghadapi dampak krisis global, Indonesia sudah memiliki sejumlah program jaminan sosial seperti BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan.
Selain itu, tambah Ratu, Indonesia juga punya regulasi dalam bentuk Undang-Undang No 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) untuk menjamin kebutuhan dasar hidup layak bagi setiap warga negara. Hanya saja, jelas Ratu, sejumlah sistem itu harus diperkuat lewat validasi data dan layanan jaminan sosial yang terus disempurnakan agar tepat sasaran.
Wakil Rektor Universitas Pertamina Budi W. Soetjipto mengungkapkan saat ini sejumlah perubahan terjadi di tingkat global dan melahirkan sejumlah krisis. Budi menilai jaminan sosial nasional di Indonesia relatif siap dalam menghadapi dampak krisis, dengan terus mengupayakan pengelolaan yang lebih baik.
Budi juga mengingatkan agar jaminan sosial di sektor informal juga diperkuat mengingat jumlah pekerja informal tercatat 71,7 juta orang atau 56,7% dari total pekerja di Indonesia.
Dekan Ilmu Ekonomi Institut Pertanian Bogor, Nunung Nuryantono berpendapat jika terjadi guncangan terhadap sektor kesehatan dan ekonomi akan mengimbas banyak sektor lainnya.
Setiap krisis di berbagai negara, jelas Nunung, akan melahirkan implikasi yang berbeda. Potensi dorongan inflasi di Indonesia, ujarnya, saat ini didominasi meningkatnya harga pangan. Diakui Nunung dampak krisis yang disebabkan konflik, perubahan iklim dan Covid-19 serta harga pangan mengimbas 134 juta penduduk dunia di 53 negara.
Namun, pemerintah coba membalik strategi dalam menghadapi ancaman krisis bukan langsung lewat jaminan sosial dan bantuan sosial (Bansos), namun mengedepankan upaya menciptakan lapangan kerja. Bila daya tahan fiskal negara tidak memadai lagi, tambah Andi, pihaknya baru mulai menerapkan mekanisme Bansos dan jaminan sosial untuk melindungi warga negara dari dampak krisis.
Andi menegaskan saat ini sejumlah instrumen jaminan sosial dalam kondisi sehat seperti outstanding BPJS Kesehatan tercatat Rp46 triliun dan dana kelolaan BPJS Ketenagakerjaan tercatat Rp600 triliun. Selain itu alokasi dana Bansos tercatat Rp450 triliun.
Jadi secara teknis Indonesia siap mengantisipasi dampak krisis dengan berbagai upaya untuk tetap jaga inflasi dan daya beli masyarakat, serta membuka lapangan kerja untuk menekan angka pengangguran.
Anggota DPR RI Komisi IX dari Fraksi Partai Nasdem, Ratu Ngadu Bonu Wulla mengungkapkan untuk menghadapi dampak krisis global, Indonesia sudah memiliki sejumlah program jaminan sosial seperti BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan.
Selain itu, tambah Ratu, Indonesia juga punya regulasi dalam bentuk Undang-Undang No 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) untuk menjamin kebutuhan dasar hidup layak bagi setiap warga negara. Hanya saja, jelas Ratu, sejumlah sistem itu harus diperkuat lewat validasi data dan layanan jaminan sosial yang terus disempurnakan agar tepat sasaran.
Wakil Rektor Universitas Pertamina Budi W. Soetjipto mengungkapkan saat ini sejumlah perubahan terjadi di tingkat global dan melahirkan sejumlah krisis. Budi menilai jaminan sosial nasional di Indonesia relatif siap dalam menghadapi dampak krisis, dengan terus mengupayakan pengelolaan yang lebih baik.
Budi juga mengingatkan agar jaminan sosial di sektor informal juga diperkuat mengingat jumlah pekerja informal tercatat 71,7 juta orang atau 56,7% dari total pekerja di Indonesia.
Dekan Ilmu Ekonomi Institut Pertanian Bogor, Nunung Nuryantono berpendapat jika terjadi guncangan terhadap sektor kesehatan dan ekonomi akan mengimbas banyak sektor lainnya.
Setiap krisis di berbagai negara, jelas Nunung, akan melahirkan implikasi yang berbeda. Potensi dorongan inflasi di Indonesia, ujarnya, saat ini didominasi meningkatnya harga pangan. Diakui Nunung dampak krisis yang disebabkan konflik, perubahan iklim dan Covid-19 serta harga pangan mengimbas 134 juta penduduk dunia di 53 negara.
tulis komentar anda