Kesalahan Praktik Digitalisasi Pelayanan Publik
Kamis, 14 Juli 2022 - 14:55 WIB
Fenomena tersebut terjadi karena digitalisasi yang dilakukan tidak secara siginifikan dapat meningkatkan peringkat indeks kemudahan berusaha Indonesia yang secara rutin dikeluarkan oleh World Bank. Indonesia saat ini berada pada posisi 73 dari 180 negara. Capaian tersebut masih jauh dari target yang dibebankan oleh Presiden Jokowi yaitu peringkat 40 pada 2017.
Pelayanan perizinan berusaha pada kenyataannya masih dalam bayang-bayang prosedur yang panjang. Digitalisasi yang dilakukan oleh pemerintah daerah hanya mengatasi persoalan hilir yang terjadi di Dinas Penananaman Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (DPMPTS).
Padahal, apabila merujuk pada hasil penelitian yang dilakukan oleh Pusat Kajian Reformasi Administrasi-Lembaga Administrasi Negara Tahun 2016, pengusaha di Indonesia harus berhadapan dengan 6 (enam) instansi pemerintah yang berbeda. Ironisnya, sistem yang dibangun oleh beberapa instansi pemerintah tersebut belum terintegrasi. Sehingga muncul istilah yang digunakan oleh para akademisi untuk menggambarkan proses perizinan berusaha di Indonesia yaitu “satu pintu banyak meja”.
Hasil diagnosis atas kedua contoh fenomena digitalisasi pelayanan publik di atas adalah adanya kesalahan dalam praktik pengembangan sistem pelayanan publik berbasis online. Digitalisasi pelayanan publik baru dipahami sebagai sebuah proses perubahan dari manual ke online. Hierarki dan prosedur layanan yang panjang kemudian masih menjadi beban pelayanan publik di Indonesia. Oleh karenanya, digitalisasi pelayanan publik yang dilakukan tidak secara optimal menciptakan pelayanan publik yang lebih cepat, efisien, dan responsif.
Strategi Digitalisasi
Perlu dilakukan perubahan yang bersifat radikal dalam proses digitalisasi pelayanan publik di tengah gempuran gelombang ketiga pandemi Covid-19. Perubahan yang radikal tersebut dalam studi inovasi kebijakan disebut dengan transformasi digital.
Transformasi digital digambarkan salah satunya oleh OECD (2016) sebagai sebuah proses yang komprehensif dalam mengubah proses inti dan pelayanan dalam birokrasi publik, sehingga perubahan harus dibarengi dengan review terhadap kebijakan, proses eksisting, serta kebutuhan pengguna layanan guna menciptakan sebuah pelayanan digital yang baru. Artinya, penggunaan teknologi informasi layanan publik yang hanya mengubah mekanisme dari offline ke online belum bisa dikatakan sebagai sebuah proses transformatif dalam proses digitalisasi.
Terdapat beberapa strategi yang perlu dilakukan dalam proses digitalisasi pelayanan publik di Indonesia yaitu: pertama, pelibatan masyarakat dalam menyusun desain sistem berbasis digital. Sehingga sistem yang terbangun benar-benar didasarkan pada kebutuhan masyarakat dan utamanya memberikan kemudahan akses layanan publik. Kedua, integrasi sistem antarorganisasi pelayanan publik. Perkembangan e-commerce saat ini harus menginspirasi instansi pemerintah. E-commerce saat ini sudah mengarah pada pengembangan satu aplikasi untuk saling berbagi infromasi. Ketiga, melakukan review terhadap proses bisnis pelayanan publik. Hierarki dan prosedur yang terlalu berlebihan perlu untuk dipangkas.
Harapannya, proses digitalisasi pelayanan publik di Indonesia dapat menciptakan proses pelayanan publik yang cepat, mudah, efisien serta sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Baca berita menarik lainnya di e-paper koran-sindo.com
Pelayanan perizinan berusaha pada kenyataannya masih dalam bayang-bayang prosedur yang panjang. Digitalisasi yang dilakukan oleh pemerintah daerah hanya mengatasi persoalan hilir yang terjadi di Dinas Penananaman Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (DPMPTS).
Padahal, apabila merujuk pada hasil penelitian yang dilakukan oleh Pusat Kajian Reformasi Administrasi-Lembaga Administrasi Negara Tahun 2016, pengusaha di Indonesia harus berhadapan dengan 6 (enam) instansi pemerintah yang berbeda. Ironisnya, sistem yang dibangun oleh beberapa instansi pemerintah tersebut belum terintegrasi. Sehingga muncul istilah yang digunakan oleh para akademisi untuk menggambarkan proses perizinan berusaha di Indonesia yaitu “satu pintu banyak meja”.
Hasil diagnosis atas kedua contoh fenomena digitalisasi pelayanan publik di atas adalah adanya kesalahan dalam praktik pengembangan sistem pelayanan publik berbasis online. Digitalisasi pelayanan publik baru dipahami sebagai sebuah proses perubahan dari manual ke online. Hierarki dan prosedur layanan yang panjang kemudian masih menjadi beban pelayanan publik di Indonesia. Oleh karenanya, digitalisasi pelayanan publik yang dilakukan tidak secara optimal menciptakan pelayanan publik yang lebih cepat, efisien, dan responsif.
Strategi Digitalisasi
Perlu dilakukan perubahan yang bersifat radikal dalam proses digitalisasi pelayanan publik di tengah gempuran gelombang ketiga pandemi Covid-19. Perubahan yang radikal tersebut dalam studi inovasi kebijakan disebut dengan transformasi digital.
Transformasi digital digambarkan salah satunya oleh OECD (2016) sebagai sebuah proses yang komprehensif dalam mengubah proses inti dan pelayanan dalam birokrasi publik, sehingga perubahan harus dibarengi dengan review terhadap kebijakan, proses eksisting, serta kebutuhan pengguna layanan guna menciptakan sebuah pelayanan digital yang baru. Artinya, penggunaan teknologi informasi layanan publik yang hanya mengubah mekanisme dari offline ke online belum bisa dikatakan sebagai sebuah proses transformatif dalam proses digitalisasi.
Terdapat beberapa strategi yang perlu dilakukan dalam proses digitalisasi pelayanan publik di Indonesia yaitu: pertama, pelibatan masyarakat dalam menyusun desain sistem berbasis digital. Sehingga sistem yang terbangun benar-benar didasarkan pada kebutuhan masyarakat dan utamanya memberikan kemudahan akses layanan publik. Kedua, integrasi sistem antarorganisasi pelayanan publik. Perkembangan e-commerce saat ini harus menginspirasi instansi pemerintah. E-commerce saat ini sudah mengarah pada pengembangan satu aplikasi untuk saling berbagi infromasi. Ketiga, melakukan review terhadap proses bisnis pelayanan publik. Hierarki dan prosedur yang terlalu berlebihan perlu untuk dipangkas.
Harapannya, proses digitalisasi pelayanan publik di Indonesia dapat menciptakan proses pelayanan publik yang cepat, mudah, efisien serta sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Baca berita menarik lainnya di e-paper koran-sindo.com
tulis komentar anda