Siarkan Langsung Sidang Pengadilan Didenda Rp100 Juta dalam RKUHP, Ini Tanggapan KPI
Jum'at, 08 Juli 2022 - 13:43 WIB
JAKARTA - Dalam draf terbaru Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) pemerintah mengubah ketentuan contempt of court atau gangguan pada proses peradilan. Hal itu diatur dalam Pasal 280 RUU KUHP.
Materi draf memperbolehkan penulisan berita dan publikasi dalam sidang. Tetapi siaran langsung , baik itu live streaming maupun audio visual dilarang.
Selain itu, tidak mematuhi perintah pengadilan yang dikeluarkan untuk kepentingan proses peradilan, tidak hormat terhadap hakim padahal sudah diperintahkan atau menyerang integritas hakim di sidang, didenda sebanyak Rp10 juta.
Menanggapi hal tersebut, Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Irsal Ambia mengatakan bahwa pihaknya belum menerima terkait adanya draf RKUHP tersebut.
"Kalau aturan penyiaran di kita untuk hal-hal yang tidak diatur secara khusus dalam undang-undang yang ada, maka acuan kita bisa saja ke peraturan yang berada di turunannya," ujarnya kepada wartawan, Jumat (8/7/2022).
Menurutnya, terkait mekanisme penyiaran sendiri di KPI telah diatur dalam Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) yang telah ada sejak tahun 2012.
"Secara umum mengenai penyiaran sendiri itu sudah ada kan acuan kita. Sebenarnya terkait penyiaran dalam pengadilan sendiri sudah ada Surat Edaran Mahkamah Agung yang melegitimasi boleh atau tidaknya seseorang mengambil siaran pada saat proses persidangan," jelasnya.
Kendati begitu, dirinya pun mengatakan bahwa lembaga penyiaran baik TV ataupun yang lainnya juga harus berpedoman kepada aturan yang tercantum dalam UU. Walaupun, menurutnya dalam draft RUU KUHP terbaru tidak menjelaskan secara rinci terkait siapa saja yang termasuk di dalamnya. Baca juga: Draf Final RUU KUHP, Makar terhadap Pemerintahan Sah Dipidana Maksimal 15 Tahun
"Karena yang ditujukan dalam draf itu belum jelas juga siapa objek dan subjek yang dilarang. Apa itu lembaga penyiaran, atau pejabat yang menangani penyiaran, atau siapa itu juga kan belum jelas. Makanya saya katakan tadi harus mesti dibaca lebih detail lagi drafnya," terangnya.
Materi draf memperbolehkan penulisan berita dan publikasi dalam sidang. Tetapi siaran langsung , baik itu live streaming maupun audio visual dilarang.
Selain itu, tidak mematuhi perintah pengadilan yang dikeluarkan untuk kepentingan proses peradilan, tidak hormat terhadap hakim padahal sudah diperintahkan atau menyerang integritas hakim di sidang, didenda sebanyak Rp10 juta.
Menanggapi hal tersebut, Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Irsal Ambia mengatakan bahwa pihaknya belum menerima terkait adanya draf RKUHP tersebut.
"Kalau aturan penyiaran di kita untuk hal-hal yang tidak diatur secara khusus dalam undang-undang yang ada, maka acuan kita bisa saja ke peraturan yang berada di turunannya," ujarnya kepada wartawan, Jumat (8/7/2022).
Menurutnya, terkait mekanisme penyiaran sendiri di KPI telah diatur dalam Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) yang telah ada sejak tahun 2012.
"Secara umum mengenai penyiaran sendiri itu sudah ada kan acuan kita. Sebenarnya terkait penyiaran dalam pengadilan sendiri sudah ada Surat Edaran Mahkamah Agung yang melegitimasi boleh atau tidaknya seseorang mengambil siaran pada saat proses persidangan," jelasnya.
Kendati begitu, dirinya pun mengatakan bahwa lembaga penyiaran baik TV ataupun yang lainnya juga harus berpedoman kepada aturan yang tercantum dalam UU. Walaupun, menurutnya dalam draft RUU KUHP terbaru tidak menjelaskan secara rinci terkait siapa saja yang termasuk di dalamnya. Baca juga: Draf Final RUU KUHP, Makar terhadap Pemerintahan Sah Dipidana Maksimal 15 Tahun
"Karena yang ditujukan dalam draf itu belum jelas juga siapa objek dan subjek yang dilarang. Apa itu lembaga penyiaran, atau pejabat yang menangani penyiaran, atau siapa itu juga kan belum jelas. Makanya saya katakan tadi harus mesti dibaca lebih detail lagi drafnya," terangnya.
(kri)
tulis komentar anda