Soal RUU KUHP, Begini Catatan Kritis Guru Besar Hukum Pidana UI Indriyanto Seno Adji
Rabu, 06 Juli 2022 - 21:18 WIB
JAKARTA - Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej telah menyerahkan draft terbaru RUU KUHP kepada Komisi III DPR, Rabu (6/7/2022). Kendati demikian, RUU KUHP tersebut tidak dapat diakses publik karena belum selesai dibahas di DPR.
Terkait polemik RUU KUHP, Guru Besar Hukum Pidana sekaligus Pengajar Program Pascasarjana Ilmu Hukum Universitas Indonesia (UI) Indriyanto Seno Adji memberikan sejumlah catatan. Indriyanto menyebut ada 14 isu krusial yang menjadi polemik. Di antaranya, kriminalisasi pers.
“Kalangan pers merasa keberatan adanya kriminalisasi pers yang terdiri dari 47 pasal, berbentuk delik formil (sebanyak 35 pasal) dan delik materiel (sebanyak 7 pasal) sebagai ancaman kebebasan pers,” katanya dalam keterangan tertulis yang diterima SINDOnews, Rabu (6/7/2022).
Ancaman kebebasan pers itu terkait dengan pembatasan atas peliputan, penyiaran, penyebarluasan berita, dalam hal ini Pasal 281 huruf c RKUHP intinya “Tanpa izin pengadilan, merekam, mempublikasikan secara langsung atau membolehkan untuk dipublikasikan proses persidanganan”.
Secara a contrario, tertib acara persidangan kembali kepada kebijakan pengadilan untuk memberi atau tidak memberi izin tersebut. Khususnya sesuai penjelasan pasal ini makna “proses persidangan” yaitu yang memang universal adaya pembatasan untuk acara sidang tertutup misalnya, Tindak Pidana Anak ataupun Tindak Pidana Umum terkait kesusilaan ataupun perkembangannya terhadap Tindak Pidana Luar Biasa, seperti perdagangan narkotika, politics crimes, pencucian uang dan lain-lain, yang secara langsung atau tidak langsung dapat mengancam fisik dari pelaku, saksi, ahli, korban dan lainnya.
Bahkan Pasal 17 UU No.14/2008 tentang Keterbukaan Informasi memberikan batasan terkait proses penegakan hukum, juga komparasi USA Freedom of Information Act 1996 mencantumkan disclosure exemption terhadap semua yang relevan dengan law enforcerment records terkait contempt of records rules .
”Bagi RKUHP dengan memperhatikan asas hukum pidana dalam relasi dengan pers, seharusnya kekhawatiran komunitas pers tidaklah perlu terjadi, karena penyiaran/penyebarluasan yang dilakukan oleh pers (verspreidingsdelict) tidaklah menjadi suatu perbuatan yang strafbaar (dipidana), apabila telah adanya suatu perbuatan yang mendahuluinya (begunstigingsdelict) adalah sebagai strafbaar sifatnya,” katanya.
Terkait polemik RUU KUHP, Guru Besar Hukum Pidana sekaligus Pengajar Program Pascasarjana Ilmu Hukum Universitas Indonesia (UI) Indriyanto Seno Adji memberikan sejumlah catatan. Indriyanto menyebut ada 14 isu krusial yang menjadi polemik. Di antaranya, kriminalisasi pers.
“Kalangan pers merasa keberatan adanya kriminalisasi pers yang terdiri dari 47 pasal, berbentuk delik formil (sebanyak 35 pasal) dan delik materiel (sebanyak 7 pasal) sebagai ancaman kebebasan pers,” katanya dalam keterangan tertulis yang diterima SINDOnews, Rabu (6/7/2022).
Ancaman kebebasan pers itu terkait dengan pembatasan atas peliputan, penyiaran, penyebarluasan berita, dalam hal ini Pasal 281 huruf c RKUHP intinya “Tanpa izin pengadilan, merekam, mempublikasikan secara langsung atau membolehkan untuk dipublikasikan proses persidanganan”.
Secara a contrario, tertib acara persidangan kembali kepada kebijakan pengadilan untuk memberi atau tidak memberi izin tersebut. Khususnya sesuai penjelasan pasal ini makna “proses persidangan” yaitu yang memang universal adaya pembatasan untuk acara sidang tertutup misalnya, Tindak Pidana Anak ataupun Tindak Pidana Umum terkait kesusilaan ataupun perkembangannya terhadap Tindak Pidana Luar Biasa, seperti perdagangan narkotika, politics crimes, pencucian uang dan lain-lain, yang secara langsung atau tidak langsung dapat mengancam fisik dari pelaku, saksi, ahli, korban dan lainnya.
Bahkan Pasal 17 UU No.14/2008 tentang Keterbukaan Informasi memberikan batasan terkait proses penegakan hukum, juga komparasi USA Freedom of Information Act 1996 mencantumkan disclosure exemption terhadap semua yang relevan dengan law enforcerment records terkait contempt of records rules .
”Bagi RKUHP dengan memperhatikan asas hukum pidana dalam relasi dengan pers, seharusnya kekhawatiran komunitas pers tidaklah perlu terjadi, karena penyiaran/penyebarluasan yang dilakukan oleh pers (verspreidingsdelict) tidaklah menjadi suatu perbuatan yang strafbaar (dipidana), apabila telah adanya suatu perbuatan yang mendahuluinya (begunstigingsdelict) adalah sebagai strafbaar sifatnya,” katanya.
Lihat Juga :
tulis komentar anda