Mendorong Reformasi sampai ke Jantung Birokrasi
Jum'at, 01 Juli 2022 - 21:52 WIB
Diketahui, Ber-AKHLAK adalah akronim dari Berorientasi Pelayanan, Akuntabel, Kompeten, Harmonis, Loyal, Adaptif, dan Kolaboratif. Ber-AKHLAK menjadi core values (nilai-nilai dasar) ASN di seluruh Indonesia dalam berpikir, bertutur, dan berperilaku. Core values "Ber-AKHLAK" dan employer branding ASN "Bangga Melayani Bangsa" guna mempercepat transformasi ASN diluncurkan secara resmi oleh Presiden Joko Widodo pada 27 Juli 2021.
Menurut Trubus, ada beberapa strategi akselerasi dan transformasi yang harus dilakukan pemerintah pusat dan daerah. Pertama, melakukan peningkatan optimalisasi pelayanan publik di seluruh komponen pemerintahan dan birokrasi. Kedua, pemerintah mendorong secara konsisten ASN agar ASN memiliki dan menghasilkan kerja dan kinerja yang terstandar berbasis elektronik, bukan semata penerapan Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE).
"Selain itu, perlu juga sistem penilaian kinerja berbasis elektronik. Harus terpusat dan terintegrasi antara pusat dan daerah. Penguatan infrastruktur pendukung sistem penilaian kinerja ini juga harus ada di daerah-daerah," ujarnya.
Ketiga, sinergi kebutuhan ASN di daerah dan pusat. Pasalnya jangan sampai kebutuhan ASN yang diminta daerah berbeda dengan keinginan atau yang ditentukan pemerintah pusat. Keempat, sinergi dan integrasi terpusat terkait dengan integritas ASN di seluruh Indonesia. Integritas ini sangat penting sebagai wujud implementasi dari core values Ber-AKHLAK. Kelima, konsistensi implementasi kedisiplinan ASN dan sanksi bagi ASN sebagai diamanahkan oleh peraturan perundang-undangan yang ada dan berlaku.
"Pemerintah kan mengeluarkan aturan mengenai ASN yang bolos, mereka yang tidak masuk sekian hari harus ada sanksinya. Masalah implementasi kedisiplinan ini belum benar-benar ditegakkan. Masalah kedisiplinan ini kan tercantum di dalam PP Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil (PNS)," ungkap Trubus.
Dia menilai, implementasi kedisiplinan ASN dan penegakan sanksinya merupakan keniscayaan. Apalagi, pemerintah telah memutuskan tidak bergantung lagi pada tenaga honorer. Dengan kata lain, pemerintah tidak lagi membutuhkan tenaga honorer. Kedisiplinan ASN, bagi Trubus, juga merupakan bentuk perwujudan dari profesionalisme ASN. Untuk implementasi dan penegakan tersebut pun dibutuhkan pengetahuan dan infrastruktur yang memadai.
"Ini kan masuk era digitalisasi. Jadi, mereka, ASN ini harus paham. Kemudian, pemerintah harus paham betul bagaimana penerapan sesuai rencana pemerintah untuk menerapkan artificial intelligence (AI) dengan tenaga robot untuk menggantikan kerja ASN (eselon III dan IV). Penerapan AI itu cocok untuk jangka menengah dan panjang sebagai bagian dari peningkatan pelayanan publik," bebernya.
Keenam, penegakan sanksi tegas kepada ASN yang telah menjadi terpidana perkara hukum khususnya perkara korupsi yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht). Sanksi tegas tersebut adalah pemberhentian dengan tidak hormat.
Menurut Trubus, ada beberapa strategi akselerasi dan transformasi yang harus dilakukan pemerintah pusat dan daerah. Pertama, melakukan peningkatan optimalisasi pelayanan publik di seluruh komponen pemerintahan dan birokrasi. Kedua, pemerintah mendorong secara konsisten ASN agar ASN memiliki dan menghasilkan kerja dan kinerja yang terstandar berbasis elektronik, bukan semata penerapan Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE).
"Selain itu, perlu juga sistem penilaian kinerja berbasis elektronik. Harus terpusat dan terintegrasi antara pusat dan daerah. Penguatan infrastruktur pendukung sistem penilaian kinerja ini juga harus ada di daerah-daerah," ujarnya.
Ketiga, sinergi kebutuhan ASN di daerah dan pusat. Pasalnya jangan sampai kebutuhan ASN yang diminta daerah berbeda dengan keinginan atau yang ditentukan pemerintah pusat. Keempat, sinergi dan integrasi terpusat terkait dengan integritas ASN di seluruh Indonesia. Integritas ini sangat penting sebagai wujud implementasi dari core values Ber-AKHLAK. Kelima, konsistensi implementasi kedisiplinan ASN dan sanksi bagi ASN sebagai diamanahkan oleh peraturan perundang-undangan yang ada dan berlaku.
"Pemerintah kan mengeluarkan aturan mengenai ASN yang bolos, mereka yang tidak masuk sekian hari harus ada sanksinya. Masalah implementasi kedisiplinan ini belum benar-benar ditegakkan. Masalah kedisiplinan ini kan tercantum di dalam PP Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil (PNS)," ungkap Trubus.
Dia menilai, implementasi kedisiplinan ASN dan penegakan sanksinya merupakan keniscayaan. Apalagi, pemerintah telah memutuskan tidak bergantung lagi pada tenaga honorer. Dengan kata lain, pemerintah tidak lagi membutuhkan tenaga honorer. Kedisiplinan ASN, bagi Trubus, juga merupakan bentuk perwujudan dari profesionalisme ASN. Untuk implementasi dan penegakan tersebut pun dibutuhkan pengetahuan dan infrastruktur yang memadai.
"Ini kan masuk era digitalisasi. Jadi, mereka, ASN ini harus paham. Kemudian, pemerintah harus paham betul bagaimana penerapan sesuai rencana pemerintah untuk menerapkan artificial intelligence (AI) dengan tenaga robot untuk menggantikan kerja ASN (eselon III dan IV). Penerapan AI itu cocok untuk jangka menengah dan panjang sebagai bagian dari peningkatan pelayanan publik," bebernya.
Keenam, penegakan sanksi tegas kepada ASN yang telah menjadi terpidana perkara hukum khususnya perkara korupsi yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht). Sanksi tegas tersebut adalah pemberhentian dengan tidak hormat.
Lihat Juga :
tulis komentar anda