Mendorong Reformasi sampai ke Jantung Birokrasi

Jum'at, 01 Juli 2022 - 21:52 WIB
loading...
Mendorong Reformasi sampai ke Jantung Birokrasi
Kinerja birokrasi perlu terus diakselerasi dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan publik. (Foto: Dok.Sindonews)
A A A
JAKARTA - Akselerasi dan transformasi sektor pemerintahan dan birokrasi di Tanah Air merupakan keniscayaan. Untuk mewujudkannya, pemerintah harus memiliki grand strategy dan peta jalan yang terukur, terarah serta dijalankan dengan konsisten.

Apalagi, saat ini masyarakat Indonesia menginginkan dan menuntut peningkatan pelayanan publik, bukan sekadar jargon. Akselerasi dan transformasi beserta grand strategy dan peta jalan dimaksudkan untuk mengatasi berbagai permasalahan yang masih kerap muncul di ruang publik.

Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB) menyatakan, ada enam langkah strategis yang dilaksanakan agar reformasi sampai ke jantung birokrasi guna meningkatkan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan di tingkat pusat hingga daerah. Tujuannya adalah agar bisa cepat melayani masyarakat.



Pertama, arah pelaksanaan reformasi birokrasi akan dikembangkan ke isu tematik. Kedua, arah pelaksanaan Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) akan ditingkatkan dan dikembangkan dengan isu tematik. Ketiga, penyusunan model organisasi dan sistem kerja baru yang lebih fleksibel dan berbasis fungsional pasca-penyederhanaan birokrasi.

Keempat, pengembangan dan optimalisasi Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) untuk mendukung sistem kerja berbasis digital, termasuk mengadopsi artificial intelligence (AI) dan big data dalam penyelenggaraan pemerintahan. Kelima, learning wallet akan dikembangkan sebagai sistem reward untuk mempercepat peningkatan kapasitas dan profesionalisme sumber daya manusia (SDM) aparatur sipil negara (ASN).

"Terakhir, memperkuat kebijakan pelayanan publik yang lebih partisipatif dan inklusif, sejalan dengan tuntutan global dan harapan masyarakat. Lalu mendorong penerapan standar pelayanan publik di era kenormalan baru, termasuk dalam kawasan ekonomi khusus dan daerah wisata premium, serta mendorong pelayanan terintegrasi melalui mal pelayanan publik (MPP) di daerah," demikian pernyataan resmi dikutip dari laman Kemenpan-RB.



Kebijakan pemerintah melakukan penataan terhadap tenaga non-ASN (tenaga honorer) pada pemerintah pusat dan daerah diakui adalah bagian dari langkah strategis juga merupakan upaya pemerintah membangun SDM ASN yang lebih profesional dan sejahtera serta memperjelas aturan dalam rekrutmen.

Musababnya, ketidakjelasan sistem rekrutmen tenaga honorer pasti berdampak pada pengupahan yang acap kali di bawah upah minimum regional (UMR). Strategi penataan tenaga honorer juga merupakan amanat Undang-undang Nomor 5/2014 tentang ASN. "

Bagi Kemenpan RB, anggapan bahwa pengangkatan tenaga non-ASN sebagai perintah pemerintah pusat merupakan anggapan yang salah. Pasalnya rekrutmen tenaga honorer hakikatnya diangkat secara mandiri oleh masing-masing instansi. Penataan tenaga honorer juga dimaksudkan agar ada standardisasi rekrutmen, selain standarisasi upah. Dengan demikian, pengangkatan tenaga honorer harus sesuai dengan kebutuhan instansi. Berikutnya, pengangkatan tenaga honorer dilakukan melalui outsourcing agar pengaturannya harus sesuai kebutuhan dan penghasilan sesuai UMR.

Plt Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Bima Haria Wibisana menyatakan, ada sejumlah program prioritas yang dimiliki dan dilaksanakan untuk 2023. Pertama, revitalisasi sistem seleksi calon ASN. Kedua, pemetaan/penilaian potensi dan kompetensi ASN, termasuk untuk ditempatkan di Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara.



Ketiga penerapan sistem informasi manajemen kinerja terintegrasi di seluruh kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah. Keempat, sistem informasi ASN terintegrasi. Kelima sistem informasi talent pool ASN dan keenam penegakan disiplin ASN. Berdasarkan Surat Bersama Menteri PPN/Bappenas dan Menteri Keuangan, BKN memperoleh pagu indikatif 2023 sebesar Rp585.409.844.000 untuk pelaksanaan enam program prioritas tersebut.

"Enam program prioritas BKN tersebut direalisasikan tahun 2023. (Khusus untuk) pemetaan, penilaian potensi, dan kompetensi ASN untuk ASN yang akan dipindahkan ke Ibu Kota Negara Nusantara, sebanyak 60.000 orang dengan alokasi anggaran Rp5,5 miliar," ujar Bima sebagaimana dikutip dari laman resmi BKN.

Pakar kebijakan publik Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah berpandangan, akselerasi dan transformasi sektor pemerintahan dan birokrasi merupakan pekerjaan rumah yang harus benar-benar diselesaikan baik di tingkat pusat maupun daerah. Sebab, akselerasi dan transformasi tersebut akan berbanding lurus dengan perbaikan dan peningkatan pelayanan publik.



Apalagi, saat ini masyarakat Indonesia menuntut keterbukaan layanan dan kecepatan serta kapabilitas pelayanan publik. Dengan demikian, bagi Trubus, pemerintah harus memiliki strategi yang utuh dan terintegrasi antara pusat dengan daerah dalam aspek peningkatan kapasitas, kualitas, produktivitas, dan pemantauan/pengawasan terhadap kerja dan kinerja ASN di Tanah Air.

"Pemerintah harus punya grand strategy untuk menjadikan ASN sebagai instrumen negara untuk layanan publik. Ada peta jalan yang jelas dan terukur. Nah, ASN itu kan ada core values Ber-AKHLAK. Jangan sampai Ber-AKHLAK ini hanya jadi jargon saja di spanduk-spanduk atau sekadar omongan dan pernyataan di level pejabat kita," tegas Trubus.

Diketahui, Ber-AKHLAK adalah akronim dari Berorientasi Pelayanan, Akuntabel, Kompeten, Harmonis, Loyal, Adaptif, dan Kolaboratif. Ber-AKHLAK menjadi core values (nilai-nilai dasar) ASN di seluruh Indonesia dalam berpikir, bertutur, dan berperilaku. Core values "Ber-AKHLAK" dan employer branding ASN "Bangga Melayani Bangsa" guna mempercepat transformasi ASN diluncurkan secara resmi oleh Presiden Joko Widodo pada 27 Juli 2021.



Menurut Trubus, ada beberapa strategi akselerasi dan transformasi yang harus dilakukan pemerintah pusat dan daerah. Pertama, melakukan peningkatan optimalisasi pelayanan publik di seluruh komponen pemerintahan dan birokrasi. Kedua, pemerintah mendorong secara konsisten ASN agar ASN memiliki dan menghasilkan kerja dan kinerja yang terstandar berbasis elektronik, bukan semata penerapan Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE).

"Selain itu, perlu juga sistem penilaian kinerja berbasis elektronik. Harus terpusat dan terintegrasi antara pusat dan daerah. Penguatan infrastruktur pendukung sistem penilaian kinerja ini juga harus ada di daerah-daerah," ujarnya.

Ketiga, sinergi kebutuhan ASN di daerah dan pusat. Pasalnya jangan sampai kebutuhan ASN yang diminta daerah berbeda dengan keinginan atau yang ditentukan pemerintah pusat. Keempat, sinergi dan integrasi terpusat terkait dengan integritas ASN di seluruh Indonesia. Integritas ini sangat penting sebagai wujud implementasi dari core values Ber-AKHLAK. Kelima, konsistensi implementasi kedisiplinan ASN dan sanksi bagi ASN sebagai diamanahkan oleh peraturan perundang-undangan yang ada dan berlaku.

"Pemerintah kan mengeluarkan aturan mengenai ASN yang bolos, mereka yang tidak masuk sekian hari harus ada sanksinya. Masalah implementasi kedisiplinan ini belum benar-benar ditegakkan. Masalah kedisiplinan ini kan tercantum di dalam PP Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil (PNS)," ungkap Trubus.



Dia menilai, implementasi kedisiplinan ASN dan penegakan sanksinya merupakan keniscayaan. Apalagi, pemerintah telah memutuskan tidak bergantung lagi pada tenaga honorer. Dengan kata lain, pemerintah tidak lagi membutuhkan tenaga honorer. Kedisiplinan ASN, bagi Trubus, juga merupakan bentuk perwujudan dari profesionalisme ASN. Untuk implementasi dan penegakan tersebut pun dibutuhkan pengetahuan dan infrastruktur yang memadai.

"Ini kan masuk era digitalisasi. Jadi, mereka, ASN ini harus paham. Kemudian, pemerintah harus paham betul bagaimana penerapan sesuai rencana pemerintah untuk menerapkan artificial intelligence (AI) dengan tenaga robot untuk menggantikan kerja ASN (eselon III dan IV). Penerapan AI itu cocok untuk jangka menengah dan panjang sebagai bagian dari peningkatan pelayanan publik," bebernya.

Keenam, penegakan sanksi tegas kepada ASN yang telah menjadi terpidana perkara hukum khususnya perkara korupsi yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht). Sanksi tegas tersebut adalah pemberhentian dengan tidak hormat.

Menurut Trubus, jika ASN dengan status terpidana tidak disanksi demikian, maka akan membebani anggaran negara. Ketujuh, mengantisipasi dan menyelesaikan permasalahan data puluhan hingga ratusan ribu ASN fiktif yang menerima gaji dan uang pensiun seperti telah terungkap sebelumnya. Jika permasalahan ASN fiktif tidak diselesaikan, maka negara akan merugi karena anggaran keluar tapi tidak jelas peruntukan dan pertanggungjawabannya.

Baca Juga: koran-sindo.com
(bmm)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2282 seconds (0.1#10.140)