Kemenkes Minta Wilayah Timur Indonesia Waspadai Malaria di Tengah Corona
Minggu, 26 April 2020 - 14:32 WIB
JAKARTA - Penyebaran COVID-19 di Indonesia saat ini terus meningkat dan semakin meluas hingga ke daerah endemis malaria, terutama di bagian Timur Indonesia seperti NTT, Maluku, dan Papua.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian penyakit Tular Vektor dan Zoonosis Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Siti Nadia Tarmizi mengimbau masyarakat untuk waspada tidak hanya COVID-19 tapi juga penyakit malaria.
Penyakit malaria, kata dr. Nadia memiliki beberapa gejala yang mirip dengan COVID-19 seperti demam, sakit kepala, dan nyeri otot. Sehingga prosedur layanan malaria adalah menjaga agar tidak terjadi peningkatan kasus malaria pada saat pandemi Corona dan selalu mengacu pada protokol pencegahan COVID-19.
“Selain itu penyakit malaria akan semakin memperberat kondisi seseorang yang juga terinfeksi Corona. Sebab penderita malaria dapat terinfeksi penyakit lainnya termasuk Corona,” ungkapnya dalam siaran pers yang diterima SINDOnews (26/4/2020).
Dalam upaya perlindungan terhadap petugas layanan malaria dari penularan Corona, Nadia menyarankan setiap petugas yang melakukan layanan malaria diwajibkan menggunakan alat pelindung diri (APD) sesuai standar protokol pencegahan Corona.
“Bagi masyarakat harus tetap mengutamakan jaga jarak fisik, memakai masker, cuci tangan pakai sabun, dan menghindari kerumunan lebih dari 5 orang serta jangan lupa menggunakan kelambu untuk menghindari gigitan nyamuk,” jelas Nadia.
Sementara itu, dimasa Pandemi COVID-19 saat ini pemeriksaan diagnostik malaria dilakukan dengan tes cepat dan pasien dapat segera diberikan pengobatan bila hasil pemeriksaan tes cepat dinyatakan positif. “Ingat Klorokuin yang digunakan saat pandemi Corona bukan obat malaria lagi sehingga bila sakit minum obat anti malaria sesuai aturan. Untuk itu perencanaan kebutuhan logistik terutama tes cepat dan obat anti malaria (OAM) disiapkan mencukupi sampai 2-3 bulan ke depan di fasilitas Pelayanan Kesehatan,” ujarnya.
Nadia juga meminta petugas dinas kesehatan provinsi, kabupaten dan kota wajib memantau dan mengantisipasi layanan malaria pada saat diberlakukan pembatasan sosial atau karantina wilayah. Diketahui, malaria merupakan salah satu penyakit menular yang berdampak kepada penurunan kualitas sumber daya manusia, dapat menimbulkan berbagai masalah sosial dan ekonomi, bahkan berpengaruh terhadap ketahanan nasional. “Penyebaran malaria tidak mengenal batas wilayah administrasi, maka membebaskan masyarakat dari malaria (eliminasi malaria) memerlukan komitmen global, regional dan nasional,” kata Nadia.
Pemerintah menargetkan pada 2024 sebanyak 405 kabupaten dan kota mencapai eliminasi malaria. Periode 2020-2024 merupakan periode penting dan menentukan dalam upaya mencapai Indonesia Bebas Malaria 2030.
Pemerintah,kata Nadia memiliki program pencapaian target Eliminasi Malaria Nasional 2030, yakni didahului dengan tahapan pencapaian daerah bebas malaria tingkat provinsi, setelah seluruh kabupaten dan kota mencapai daerah bebas malaria. “Dalam wilayah regional Jawa-Bali sebagian besar kabupaten/kota telah mencapai Eliminasi Malaria,” katanya.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian penyakit Tular Vektor dan Zoonosis Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Siti Nadia Tarmizi mengimbau masyarakat untuk waspada tidak hanya COVID-19 tapi juga penyakit malaria.
Penyakit malaria, kata dr. Nadia memiliki beberapa gejala yang mirip dengan COVID-19 seperti demam, sakit kepala, dan nyeri otot. Sehingga prosedur layanan malaria adalah menjaga agar tidak terjadi peningkatan kasus malaria pada saat pandemi Corona dan selalu mengacu pada protokol pencegahan COVID-19.
“Selain itu penyakit malaria akan semakin memperberat kondisi seseorang yang juga terinfeksi Corona. Sebab penderita malaria dapat terinfeksi penyakit lainnya termasuk Corona,” ungkapnya dalam siaran pers yang diterima SINDOnews (26/4/2020).
Dalam upaya perlindungan terhadap petugas layanan malaria dari penularan Corona, Nadia menyarankan setiap petugas yang melakukan layanan malaria diwajibkan menggunakan alat pelindung diri (APD) sesuai standar protokol pencegahan Corona.
“Bagi masyarakat harus tetap mengutamakan jaga jarak fisik, memakai masker, cuci tangan pakai sabun, dan menghindari kerumunan lebih dari 5 orang serta jangan lupa menggunakan kelambu untuk menghindari gigitan nyamuk,” jelas Nadia.
Sementara itu, dimasa Pandemi COVID-19 saat ini pemeriksaan diagnostik malaria dilakukan dengan tes cepat dan pasien dapat segera diberikan pengobatan bila hasil pemeriksaan tes cepat dinyatakan positif. “Ingat Klorokuin yang digunakan saat pandemi Corona bukan obat malaria lagi sehingga bila sakit minum obat anti malaria sesuai aturan. Untuk itu perencanaan kebutuhan logistik terutama tes cepat dan obat anti malaria (OAM) disiapkan mencukupi sampai 2-3 bulan ke depan di fasilitas Pelayanan Kesehatan,” ujarnya.
Nadia juga meminta petugas dinas kesehatan provinsi, kabupaten dan kota wajib memantau dan mengantisipasi layanan malaria pada saat diberlakukan pembatasan sosial atau karantina wilayah. Diketahui, malaria merupakan salah satu penyakit menular yang berdampak kepada penurunan kualitas sumber daya manusia, dapat menimbulkan berbagai masalah sosial dan ekonomi, bahkan berpengaruh terhadap ketahanan nasional. “Penyebaran malaria tidak mengenal batas wilayah administrasi, maka membebaskan masyarakat dari malaria (eliminasi malaria) memerlukan komitmen global, regional dan nasional,” kata Nadia.
Pemerintah menargetkan pada 2024 sebanyak 405 kabupaten dan kota mencapai eliminasi malaria. Periode 2020-2024 merupakan periode penting dan menentukan dalam upaya mencapai Indonesia Bebas Malaria 2030.
Pemerintah,kata Nadia memiliki program pencapaian target Eliminasi Malaria Nasional 2030, yakni didahului dengan tahapan pencapaian daerah bebas malaria tingkat provinsi, setelah seluruh kabupaten dan kota mencapai daerah bebas malaria. “Dalam wilayah regional Jawa-Bali sebagian besar kabupaten/kota telah mencapai Eliminasi Malaria,” katanya.
(cip)
Lihat Juga :
tulis komentar anda