Uji Kelayakan 11 Calon Hakim Agung, DPR Ungkap Faktor yang Dipertimbangkan
Rabu, 29 Juni 2022 - 15:13 WIB
JAKARTA - Komisi III DPR tengah melakukan uji kepatutan dan kelayakan (fit and proper test) 11 calon Hakim Agung dan calon Hakim Ad Hoc Tipikor di Mahkamah Agung (MA). Ada sejumlah faktor yang akan menjadi pertimbangan dalam menentukan calon hakim terpilih pada rapat pleno yang dijadwalkan pada pukul 19.00 WIB, Rabu (29/6/2022).
Anggota Komisi III DPR Arsul Sani menjelaskan uji kepatutan dan kelayakan ini merupakan kewajiban konstitusional DPR yang diwakilkan Komisi III untuk menyatakan setuju atau tidak setuju atas calon hakim agung yang telah disetujui oleh Komisi Yudisial (KY) dan prosesnya sekarang sedang berlangsung.
"Proses dimulai tentu pembuatan paper (makalah) dan sekarang tanya jawab untuk mengklarifikasi sejumlah hal teritama masukan dari masyarakat," kata Arsul kepada wartawandi Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (29/6/2022).
Menurut Arsul, biasanya Komisi III DPR setiap akan melakukan fit and proper test calon pejabat, seperti misalnya hakim agung atau komisioner KPK pasti akan mendapatkaan masukan dari masyarakat.
Kemudian, lanjut Arsul, DPR juga akan melihat dari rekam jejak di bidang hukum, transaksi keuangan, pandangan kebangsaan, kecenderungan ekstremisme, dan juga pengetahuannya dalam makalah yang dibuat.
"Kami juga mencari, misalnya rekam jejak dari mana? Dari penegak hukum, dari PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan) ya juga misalnya," paparnya.
"Yang lain rekam jejak yang terkait dengan kebangsaan dan ke-Indonesiaan yang bersangkutan, pandangannya ekstrem aatau tidak itu kami lihat. Kertasnya cukup tebal," jelas Wakil Ketua Umum DPP PPP ini.
Soal siapa yang potensial terpilih, Arsul meminta untuk bersabar karena prosesnya masih berjalan dan terlalu dini baginya untuk berbicara mengenai hal itu.
"Nanti lah (siapa yang potensial), karena masih berlangsung saya belum bisa berkomentar, dari sekian itu apakah disetujui, setujui sebagian atau ditolak semua. Terlalu awal kalau kita bicara," tandasnya.
Anggota Komisi III DPR Arsul Sani menjelaskan uji kepatutan dan kelayakan ini merupakan kewajiban konstitusional DPR yang diwakilkan Komisi III untuk menyatakan setuju atau tidak setuju atas calon hakim agung yang telah disetujui oleh Komisi Yudisial (KY) dan prosesnya sekarang sedang berlangsung.
"Proses dimulai tentu pembuatan paper (makalah) dan sekarang tanya jawab untuk mengklarifikasi sejumlah hal teritama masukan dari masyarakat," kata Arsul kepada wartawandi Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (29/6/2022).
Menurut Arsul, biasanya Komisi III DPR setiap akan melakukan fit and proper test calon pejabat, seperti misalnya hakim agung atau komisioner KPK pasti akan mendapatkaan masukan dari masyarakat.
Kemudian, lanjut Arsul, DPR juga akan melihat dari rekam jejak di bidang hukum, transaksi keuangan, pandangan kebangsaan, kecenderungan ekstremisme, dan juga pengetahuannya dalam makalah yang dibuat.
"Kami juga mencari, misalnya rekam jejak dari mana? Dari penegak hukum, dari PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan) ya juga misalnya," paparnya.
"Yang lain rekam jejak yang terkait dengan kebangsaan dan ke-Indonesiaan yang bersangkutan, pandangannya ekstrem aatau tidak itu kami lihat. Kertasnya cukup tebal," jelas Wakil Ketua Umum DPP PPP ini.
Soal siapa yang potensial terpilih, Arsul meminta untuk bersabar karena prosesnya masih berjalan dan terlalu dini baginya untuk berbicara mengenai hal itu.
"Nanti lah (siapa yang potensial), karena masih berlangsung saya belum bisa berkomentar, dari sekian itu apakah disetujui, setujui sebagian atau ditolak semua. Terlalu awal kalau kita bicara," tandasnya.
(kri)
tulis komentar anda