ICW-TII Evaluasi Kinerja KPK: Penindakan Melempem, Pencegahan Tak Optimal
Kamis, 25 Juni 2020 - 14:03 WIB
Selain itu, kebijakan internal KPK seringkali hanya didasarkan atas penilaian subjektivitas semata. Bahkan, dengan melihat iklim di lembaga anti rasuah saat ini, publik dapat memahami bahwa terdapat dominasi dari salah satu pimpinan KPK dalam mengambil setiap kebijakan.
Kesimpulan itu merujuk pada fakta yang terjadi di KPK, diantaranya, pengembalian paksa penyidik KPK ke Polri, penafsiran keliru publikasi penghentian penyelidikan, tertutupnya akses publik, upaya intervensi pemanggilan saksi, kental dengan gimmick politik, dan memberikan perlakuan khusus kepada tersangka.
“Tentu ini menunjukkan minimnya pengetahuan dari Pimpinan KPK untuk menciptakan tata kelola organisasi yang baik,” imbuhnya lagi.
(Baca: Gaya Hidup Mewah, ICW Minta Dewas KPK Tidak Ragu Tindak Firli Bahuri)
Fungsi Dewan Pengawas (Dewas) KPK juga dianggap belum berjalan efektif sebagaimana yang dimandatkan oleh Undang-undang Nomor 19 Tahun 2019. Menurut dia, hal itu karena sejak Dewas KPK dilantik, tidak pernah ada temuan penting terkait potensi pelanggaran yang dilakukan oleh pimpinan lembaga anti rasuah tersebut.
Padahal di sisi lain, publik dapat dengan mudah melihat ragam kontroversi yang telah dihasilkan oleh pimpinan KPK. “Ini menujukkan bahwa Dewan Pengawas berupaya menutup diri terhadap ragam persoalan di era kepemimpinan Komjen Firli Bahuri. Tak hanya itu, saat merumuskan kode etik, Dewan Pengawas juga tidak lagi mengakomodir pengaturan etik Pimpinan KPK,” tukasnya.
Lantaran demikian, ICW dan TII merekomendasikan KPK untuk membenahi sektor penindakan, terlebih dengan memastikan adanya objektivitas dan independen saat mengusut sebuah perkara. Tak hanya itu, integrasi antara penindakan dan pencegahan pun perlu dipikirkan ulang serta juga mereformulasikan strategi pencegahan yang selama ini ada di KPK.
Kesimpulan itu merujuk pada fakta yang terjadi di KPK, diantaranya, pengembalian paksa penyidik KPK ke Polri, penafsiran keliru publikasi penghentian penyelidikan, tertutupnya akses publik, upaya intervensi pemanggilan saksi, kental dengan gimmick politik, dan memberikan perlakuan khusus kepada tersangka.
“Tentu ini menunjukkan minimnya pengetahuan dari Pimpinan KPK untuk menciptakan tata kelola organisasi yang baik,” imbuhnya lagi.
(Baca: Gaya Hidup Mewah, ICW Minta Dewas KPK Tidak Ragu Tindak Firli Bahuri)
Fungsi Dewan Pengawas (Dewas) KPK juga dianggap belum berjalan efektif sebagaimana yang dimandatkan oleh Undang-undang Nomor 19 Tahun 2019. Menurut dia, hal itu karena sejak Dewas KPK dilantik, tidak pernah ada temuan penting terkait potensi pelanggaran yang dilakukan oleh pimpinan lembaga anti rasuah tersebut.
Padahal di sisi lain, publik dapat dengan mudah melihat ragam kontroversi yang telah dihasilkan oleh pimpinan KPK. “Ini menujukkan bahwa Dewan Pengawas berupaya menutup diri terhadap ragam persoalan di era kepemimpinan Komjen Firli Bahuri. Tak hanya itu, saat merumuskan kode etik, Dewan Pengawas juga tidak lagi mengakomodir pengaturan etik Pimpinan KPK,” tukasnya.
Lantaran demikian, ICW dan TII merekomendasikan KPK untuk membenahi sektor penindakan, terlebih dengan memastikan adanya objektivitas dan independen saat mengusut sebuah perkara. Tak hanya itu, integrasi antara penindakan dan pencegahan pun perlu dipikirkan ulang serta juga mereformulasikan strategi pencegahan yang selama ini ada di KPK.
(muh)
tulis komentar anda