Melirik Potensi Ecoprint Desa Suak Gual, Siap Dipamerkan di G-20
Senin, 27 Juni 2022 - 23:13 WIB
Dikatakan Ruminah, dalam proses pembuatannya, penataan daun atau bunga tak boleh dilakukan sembarangan supaya menghasilkan selembar kain dengan komposisi seimbang baik warna maupun jejak daun. Perlu memakan waktu hingga dua hari untuk mendapatkan hasil yang maksimal.
Proses pembuatan yang agak rumit dan perlu ketelatenan itulah yang membuat produk ecoprint memiliki nilai seni yang cukup mahal. "Kalau kain kanvas penjualan kami enggak ada yang di bawah Rp100 ribu. Pasti di atas Rp100 ribu bahkan ada yang Rp250 ribu. Tapi kalau kain blengket untuk masyarakat biasa (lokal), itu masih ada yang kita jual di bawah Rp100 ribu," jelasnya.
Ide Awal
Sudah sekitar tiga bulan kelompok istri nelayan di Desa Gual menjalani kerajinan ecoprint secara mandiri. Meski dibilang baru, namun sudah ada ratusan produk yang dihasilkan berupa kaus, goodie bag, topi, dompet, selendang, hingga phasmina.
Ketua Koperasi Produsen Kampung Nelayan Maju Desa Suak Gual Rozali mengatakan, munculnya ide membuat ecoprint ini bermula saat ditetapkannya Desa Gual sebagai Kampung Nelayan Maju (Kalaju) oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) pada Maret 2021. Dari situ, Desa Gual dilirik menjadi objek wisata baru di Kabupaten Belitung.
Seiring berjalannya waktu, pada April 2022, pihak KKP melihat potensi lain dari Desa Gual. Mereka menilai Desa Gual memiliki sumber daya alam tumbuhan yang beragam, selain potensi sumber daya laut.
Pihak KKP lantas mendorong para warga, khususnya istri nelayan untuk membuat kerajinan ecoprint dengan memberikan pelatihan dan penyuluhan. "Kita (para ibu-ibu di sini) diberikan pelatihan membuat ecoprint ini, terus dari situ kita kembangkan," ucap Rozali.
Membantu Perekonomian Warga
Diakui Ruminah, kegiatan ecoprint ini sangat sangat membantu para istri nelayan. Tak hanya melatih kreativitas, namun juga membantu perekonomian keluarga sebagai mata pencaharian alternatif (MPA) di saat musim tidak melaut.
Proses pembuatan yang agak rumit dan perlu ketelatenan itulah yang membuat produk ecoprint memiliki nilai seni yang cukup mahal. "Kalau kain kanvas penjualan kami enggak ada yang di bawah Rp100 ribu. Pasti di atas Rp100 ribu bahkan ada yang Rp250 ribu. Tapi kalau kain blengket untuk masyarakat biasa (lokal), itu masih ada yang kita jual di bawah Rp100 ribu," jelasnya.
Ide Awal
Sudah sekitar tiga bulan kelompok istri nelayan di Desa Gual menjalani kerajinan ecoprint secara mandiri. Meski dibilang baru, namun sudah ada ratusan produk yang dihasilkan berupa kaus, goodie bag, topi, dompet, selendang, hingga phasmina.
Ketua Koperasi Produsen Kampung Nelayan Maju Desa Suak Gual Rozali mengatakan, munculnya ide membuat ecoprint ini bermula saat ditetapkannya Desa Gual sebagai Kampung Nelayan Maju (Kalaju) oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) pada Maret 2021. Dari situ, Desa Gual dilirik menjadi objek wisata baru di Kabupaten Belitung.
Seiring berjalannya waktu, pada April 2022, pihak KKP melihat potensi lain dari Desa Gual. Mereka menilai Desa Gual memiliki sumber daya alam tumbuhan yang beragam, selain potensi sumber daya laut.
Pihak KKP lantas mendorong para warga, khususnya istri nelayan untuk membuat kerajinan ecoprint dengan memberikan pelatihan dan penyuluhan. "Kita (para ibu-ibu di sini) diberikan pelatihan membuat ecoprint ini, terus dari situ kita kembangkan," ucap Rozali.
Membantu Perekonomian Warga
Diakui Ruminah, kegiatan ecoprint ini sangat sangat membantu para istri nelayan. Tak hanya melatih kreativitas, namun juga membantu perekonomian keluarga sebagai mata pencaharian alternatif (MPA) di saat musim tidak melaut.
tulis komentar anda