RKUHP Atur Hina Pemerintah, Hikmahbudhi: Berpotensi Ancam Kebebasan Berpendapat
Senin, 20 Juni 2022 - 18:43 WIB
JAKARTA - Pro kontra muncul dalam revisi KUHP (RKUHP) yang saat ini berlangsung. Salah satu yang kontra ialah elemen organisasi kemahasiswaan dari Himpunan Mahasiswa Buddhis Indonesia (Hikmahbudhi).
Ketua Umum Pengurus Pusat Hikmahbudhi Wiryawan menilai RKUHP masih bermasalah terutama pada draf Pasal 240 dan 241.
"Yang isinya menyatakan seseorang bisadiancam pidana penjara empat tahun penjara jika menghina pemerintah di media sosial," ujar dia dalam keterangannya, Senin (20/6/2022).
Draf pasal tersebut, kata dia sangat bepotensi mengancam kebebasan berpendapat terutama pengguna media sosial. Apalagi kata penghinaan dinilai memiliki pemaknaan luas, sehingga berpeluang memunculkan pasal karet atau multitafsir.
"Tentu ini rentan disalahgunakan oleh pemerintah untuk membungkam atau mempidanakan para aktivis dalam mengkritik pemerintah baik melalui demonstrasi maupun melalui teknologi informasi," tegasnya.
Hikmahbudhi berpandangan di dalam negara demokrasi, kritik maupun perbedaan pendapat merupakan hal yang sah dan wajar. Kritik, kata Wiryawan, juga merupakan bagian dari checks and balances masyarakat untuk terlibat mengontrol dan menjaga keseimbangan, supaya tidak terjadi kesewenangan oleh pemerintah.
"Oleh sebab itu tidak perlu dibatasi oleh pasal-pasal bermasalah tersebut, semangat dan cita cita reformasi tidak boleh tercederai," kata Wiryawan.
Pemerintah dan DPR, kata Wiryawan sepatutnya lebih banyak mendengar saran dari masyarakat dan lebih fokus dalam bekerja. Mereka diharapkan lebih peka terhadap berbagai kondisi rakyat saat ini yang masih banyak mengalami persoalan.
"Rakyat membutuhkan uluran tangan dan kebijakan-kebijakan yang pro rakyat bukan produk undang undang yang justru mengancam kebebasan rakyat dalam bersuara menuntut hak-hak mereka," tandasnya.
Ketua Umum Pengurus Pusat Hikmahbudhi Wiryawan menilai RKUHP masih bermasalah terutama pada draf Pasal 240 dan 241.
Baca Juga
"Yang isinya menyatakan seseorang bisadiancam pidana penjara empat tahun penjara jika menghina pemerintah di media sosial," ujar dia dalam keterangannya, Senin (20/6/2022).
Draf pasal tersebut, kata dia sangat bepotensi mengancam kebebasan berpendapat terutama pengguna media sosial. Apalagi kata penghinaan dinilai memiliki pemaknaan luas, sehingga berpeluang memunculkan pasal karet atau multitafsir.
"Tentu ini rentan disalahgunakan oleh pemerintah untuk membungkam atau mempidanakan para aktivis dalam mengkritik pemerintah baik melalui demonstrasi maupun melalui teknologi informasi," tegasnya.
Hikmahbudhi berpandangan di dalam negara demokrasi, kritik maupun perbedaan pendapat merupakan hal yang sah dan wajar. Kritik, kata Wiryawan, juga merupakan bagian dari checks and balances masyarakat untuk terlibat mengontrol dan menjaga keseimbangan, supaya tidak terjadi kesewenangan oleh pemerintah.
"Oleh sebab itu tidak perlu dibatasi oleh pasal-pasal bermasalah tersebut, semangat dan cita cita reformasi tidak boleh tercederai," kata Wiryawan.
Pemerintah dan DPR, kata Wiryawan sepatutnya lebih banyak mendengar saran dari masyarakat dan lebih fokus dalam bekerja. Mereka diharapkan lebih peka terhadap berbagai kondisi rakyat saat ini yang masih banyak mengalami persoalan.
"Rakyat membutuhkan uluran tangan dan kebijakan-kebijakan yang pro rakyat bukan produk undang undang yang justru mengancam kebebasan rakyat dalam bersuara menuntut hak-hak mereka," tandasnya.
tulis komentar anda