Kekerasan Seksual di Kampus dan Kebijakan Berbasis Bukti

Kamis, 16 Juni 2022 - 11:59 WIB
Ketiga yaitu jaminan kredibilitas informasi (publikasi). Artinya, kebijakan tersebut dijamin oleh transparansi yaitu keterbukaan, akses dan peluang debat dari komunitas epistemik dan publik. Di samping itu, terdapat independensi dengan indikator kemandirian, objektivitas dan inklusivitas lembaga dan hasil kerja.

Berbasis Bukti

Apakah Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi merupakan sebuah solusi? Peraturan ini memiliki tiga tujuan. Pertama, mengatasi kasus kekerasan di perguruan tinggi. Kedua, menjamin hak Warga Negara Indonesia untuk mendapatkan pelayanan di pendidikan tinggi yang aman. Ketiga, memungkinkan pimpinan perguruan tinggi memiliki kepastian hukum untuk mengambil langkah tegas.

Apakah peraturan ini didukung latar belakang, data dan informasi akurat? Data kasus yang diadukan ke Komnas Perempuan (2015-2020) menunjukkan kasus tertinggi pada universitas (27%), diikuti pesantren atau pendidikan berbasis Islam (19%), SMU/SMK (15%), SMP (7%), dan bahkan pada TK, SD, SLB dan Pendidikan Berbasis Kristen (12%).

Hasil survei Value Champion (2019) menunjukkan Indonesia sebagai negara ke-2 paling berbahaya bagi perempuan di Kawasan Asia Pasifik. Survei Ditjen Diktiristek (2020) mengungkapkan 77% dosen menyatakan “kekerasan seksual pernah terjadi di kampus“, dan 63% dari mereka tidak melaporkan kasus yang diketahuinya kepada pihak kampus.

Dari regulasi maka belum ditemukan aturan khusus pada jenjang Perguruan Tinggi. Regulasi yang ada didominasi identitas yang belum terlindungi seperti UU Perlindungan Anak, UU KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga), dan UU Nomor 21 Tahun 2007 tentang TPPO (Tindak Pidana Perdagangan Orang). Adapun yang lain yaitu Permendikbud Nomor 82 Tahun 2015 yang mengatur jenjang pendidikan dasar dan menengah.

Apakah peraturan ini disusun secara sistematis dan melibatkan berbagai pihak? Terungkap adanya tiga fase penyusunan yaitu pengumpulan data (Maret 2020), pembahasan substansi (Juni 2020), dan persiapan infrastruktur pelaksanaan (September 2020).

Pengumpulan data melibatkan dengar pendapat mahasiswa, pendidik, praktis dan pejabat lintas Kementerian/Lembaga. Juga, mempertimbangkan praktik baik di beberapa perguruan tinggi. Pembahasan subtansi dilakukan dengan uji publik di beberapa kota. Uji publik melibatkan sivitas akademika, pegiat isu kekerasan seksual, Lembaga Pendampingan Korban Kekerasan Seksual (LPKKS), Forum Lintas Iman, dan Kementerian/Lembaga lain.

Apakah perangkat implementasi peraturan sudah disiapkan? Terungkap, pedoman pelaksanaan peraturan dalam bentuk animasi dan buku sudah disiapkan. Juga pedoman pembentukan panitia dan modul pelatihan untuk seleksi (pansel) dan satuan tugas (satgas), modul pembelajaran bagi mahasiswa, sivitas akademika, dosen atau tenaga kependidikan. Hal yang menarik, sudah dikembangkan aplikasi pelaporan bagi korban yang dijaga dan dijamin kerahasiaannya.

Tindaklanjut Kebijakan
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
Halaman :
tulis komentar anda
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More