Kisah Kasih Klasik

Sabtu, 11 Juni 2022 - 08:49 WIB
“Lare tidak secantik perempuan kebanyakan yang pernah kutemui, tetapi wajahnya tidak gampang dilupakan. Itu sebabnya, sepanjang perjalanan menuju Madaskara, aku sibuk berupaya mendeskripsikan kecantikannya dalam bentuk puisi.” (halaman 32)

Proses Kreatif

Membaca buku ini, saya jadi teringat salah satu novel Colleen Hoover yang berjudul Slammed, sebuah novel romantis yang salah satu karakternya ternyata pencinta puisi. Ya, tentu saja, sejumlah bait-bait tersebar di beberapa bagian naskah. Usman sendiri menempatkan puisi-puisi itu di awal bab, serta beberapa di tengah dan akhir bab.

Selayaknya sebuah kisah cinta, puisi-puisi yang tersaji adalah ungkapan sukacita dan dukacita. Diksinya sederhana saja. Tidak ada lema yang sulit dimengerti atau jarang dipakai dalam percakapan sehari-hari. Alurnya pun mengalir lancar, meskipun saya yakin, pambaca akan sedikit dibuat gemas dengan tingkah dua tokoh utama kita.

Satu lagi yang cukup menarik perhatian adalah set lokasi yang dipakai Usman. Ini kembali mengingatkan saya akan karya fiksi lain, seperti Batman dengan Kota Gotham atau Clark Kent dengan Kota Metropolis. Usman membangun sendiri tempat yang mendukung kisahnya. Pantai Caraca, Pulau Madaskara, dan Selat Sisilia adalah tiga lokasi yang berperan penting dalam Perempuan Laut.

Saya yakin, jika tidak menemukan sebuah kota atau tempat yang pas untuk latar kisah, seorang penulis yang baik akan menciptakannya sendiri. Tidak heran jika akhirnya sebuah pulau kecil nan indah, dikelilingi lautan dengan gradasi warna biru yang lengkap, ditambah sekian banyak fasilitas premium dan sebuah perpustakaan modern, juga panggung kesenian supermegah, tercipta di benak Usman. Dan, ia namai tempat itu sebagai Pulau Madaskara.

Usman juga membangun set sebuah kafe dengan pajangan berupa bait-bait puisi milik penyair terkenal. Tersebut nama-nama seperti Sapardi Djoko Damono, Sutardji Calzoum Bachri, Joko Pinurbo, W. S. Rendra, dan Goenawan Mohammad dalam naskah. Tak tanggung-tanggung, diceritakan bahwa lembar-lembar puisi berpigura mewah itu dilengkapi dengan tanda tangan para penciptanya. “Aku merasa Pulau Madaskara ini lebih berfungsi sebagai lumbung dokumentasi kesenian ketimbang destinasi wisata.” (halaman 37)

Mungkin kalimat itu semacam afirmasi terselubung Usman terhadap negeri ini. Saya pun yakin, ini tidak sekadar bangunan set untuk cerita yang ia susun. Kita lazim menyadari, bahwa pada sebuah karya, selalu ada secuil jiwa penulisnya ikut serta di sana. Jiwa-jiwa indah selalu memiliki harapan-harapan yang indah pula. Ada yang dipendam sendiri, ada yang rela berbagi dengan sesamanya, termasuk Usman. “Saya memiliki cinta, dan saya harus menyampaikannya sebagai gagasan utama dalam sebuah karangan.” (halaman 6)

Sebagian orang mungkin tidak percaya adanya cinta, sebagian lagi menganggap cinta hanyalah efek dari serangkaian hormon dalam tubuh. Akan tetapi, akan selalu ada orang-orang seperti Usman Arrumy, yang menuangkan cintanya sedemikian rupa dengan tulus ke dalam sebuah kisah kasih klasik. Sekian.

Judul buku : Perempuan Laut
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More