Konsep Omnibus Law Harus Disesuaikan dengan Kondisi Pandemi COVID-19
Minggu, 26 April 2020 - 06:13 WIB
JAKARTA - Klaster ketenagakerjaan dalam Omnibus Rancangan Undang-Undang Law Cipta Kerja (RUU Ciptaker) boleh dibilang yang paling kontroversi dan banyak diprotes. Istana dan DPR akhirnya menunda pembahasannya.
Pengamat Politik Universitas Indonesia (UI), Cecep Hidayat mengatakan undang-undang sapu jagat ini merupakan janji politik Presiden Joko Widodo (Jokowi) jadi harus direalisasikan. Tantangannya, saat ini masyarakat lebih banyak bekerja pada sektor informal.
“Pemerintah harus melahirkan banyak lapangan pekerjaan pada sektor formal,” ujarnya saat dihubungi SINDOnews, Sabtu (25/04/2020).
Anggota DPR dari Fraksi Golkar Firman Soebagyo mengakui serapan tenaga kerja sektor informal itu cukup besar. Masalahnya, sektor ini belum tersentuh secara menyeluruh oleh pemerintah dan payung hukum yang jelas.
Sektor lain yang memerlukan perhatian dan masuk dalam pembahasan omnibus law adalah koperasi. Usaha, mikro, kecil, dan menengah (UMKM), menurutnya, mempunyai kesulitan untuk memasarkan produknya ke provinsi dan negara lain. Hambatannya ada pada komunikasi, akses pasar, dan mendapatkan sertifikat halal.
Firman mengatakan semua itu akan diatur dalam omnibus law dan diusahakan diberikan kemudahan. Menurutnya, sekarang yang harus dipikirkan adalah jumlah pengangguran yang terus meningkatkan apalagi ada pandemi Covid-19.
Dia menyebut angka penggangguran terbuka sekitar 7,05 juta orang dan angkatan kerja baru 2,5 juta orang tiap tahunnya. Dalam pandemi COVID-19 ini diperkirakan suda ada 2-3 juta orang yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) dan dirumakan.
Dijelaskannya ini memerlukan penciptaan regulasi dan insentif yang memadai antara dunia usaha dan pekerja. Ini agar perusahaan tetap jalan dan buruh bisa bekerja.
Sementara itu, setelah pandemi ini diprediksi dunia usaha masih lesu. Justru akan ada PHK yang mungkin akan meningkat. Untuk itu, Firman menjelaskan pemerintah perlu mempertahankan usaha-usaha yang sudah ada. Ini jangan sampai hengkang dan terlalu banyak melakukan PHK.
Pengamat Politik Universitas Indonesia (UI), Cecep Hidayat mengatakan undang-undang sapu jagat ini merupakan janji politik Presiden Joko Widodo (Jokowi) jadi harus direalisasikan. Tantangannya, saat ini masyarakat lebih banyak bekerja pada sektor informal.
“Pemerintah harus melahirkan banyak lapangan pekerjaan pada sektor formal,” ujarnya saat dihubungi SINDOnews, Sabtu (25/04/2020).
Anggota DPR dari Fraksi Golkar Firman Soebagyo mengakui serapan tenaga kerja sektor informal itu cukup besar. Masalahnya, sektor ini belum tersentuh secara menyeluruh oleh pemerintah dan payung hukum yang jelas.
Sektor lain yang memerlukan perhatian dan masuk dalam pembahasan omnibus law adalah koperasi. Usaha, mikro, kecil, dan menengah (UMKM), menurutnya, mempunyai kesulitan untuk memasarkan produknya ke provinsi dan negara lain. Hambatannya ada pada komunikasi, akses pasar, dan mendapatkan sertifikat halal.
Firman mengatakan semua itu akan diatur dalam omnibus law dan diusahakan diberikan kemudahan. Menurutnya, sekarang yang harus dipikirkan adalah jumlah pengangguran yang terus meningkatkan apalagi ada pandemi Covid-19.
Dia menyebut angka penggangguran terbuka sekitar 7,05 juta orang dan angkatan kerja baru 2,5 juta orang tiap tahunnya. Dalam pandemi COVID-19 ini diperkirakan suda ada 2-3 juta orang yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) dan dirumakan.
Dijelaskannya ini memerlukan penciptaan regulasi dan insentif yang memadai antara dunia usaha dan pekerja. Ini agar perusahaan tetap jalan dan buruh bisa bekerja.
Sementara itu, setelah pandemi ini diprediksi dunia usaha masih lesu. Justru akan ada PHK yang mungkin akan meningkat. Untuk itu, Firman menjelaskan pemerintah perlu mempertahankan usaha-usaha yang sudah ada. Ini jangan sampai hengkang dan terlalu banyak melakukan PHK.
tulis komentar anda