Profil KH Dimyati Rois, Mustasyar PBNU yang Dikenal Sederhana dan Berwibawa
Jum'at, 10 Juni 2022 - 08:31 WIB
JAKARTA - Mustasyar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Dimyati Rois atau akrab disapa Abah Dim meninggal dunia hari ini, Jumat (10/6/2022). Kiai sepuh asal Kendal Jawa Tengah ini wafat di usia 77 tahun.
Dikutip dari situs resmi NU, Abah Dim merupakan pengasuh Pesantren Al-Fadlu wal Fadilah yang ia dirikan di Kp. Djagalan, Kutoharjo, Kaliwungu pada 1985. Kiai Dimyati sendiri dilahirkan di daerah Brebes Jawa Tengah tanggal 5 Juni 1945.
Sebagaimana tradisi kiai besar di lingkungan NU, ia merupakan orator ulung yang mampu membius massa. Ia dengan setia selalu memenuhi undangan dari masyarakat untuk memberi nasihat dalam berbagai ceramah agama.
Karena pengaruhnya yang besar, kediamannya selalu menjadi persinggahan tokoh nasional. Kiai Dimyati dikenal dekat dengan Matori Abdul Djalil, Ketua Umum pertama Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).
Sebagai seorang ulama, Kiai Dimyati memiliki kepribadian yang sangat baik dan penuh kesederhanaan, baik dengan para pengikut (santrinya) maupun dengan masyarakat yang lain. Kesederhanaannya ditunjukkan dengan berpakaian yang sederhana dan dia juga tidak akan makan apabila tidak benar-benar lapar.
Salah satu kelebihan yang tidak banyak dimiliki kiai lain adalah kemampuannya dalam kewirausahaan. Tak hanya mengajar mengaji, ia memiliki berbagai usaha yang menghasilkan uang sekaligus melatih para santrinya untuk bisa berwirausaha, terutama dalam bidang pertanian dan perikanan.
Kiai Dimyati sejak kecil memang sudah terlihat berbeda jika dibandingkan dengan para saudaranya yang lain. Dia dikenal pendiam, tetapi rajin, disiplin, dan ulet. Dengan sikap rajinnya tersebut, beliau memulai pendidikannya dengan belajar di di SR (Sekolah Rakyat). Di sekolah formal tersebut, dia menyelesaikannya dan mendapatkan sertifikat sebagai tanda kelulusan.
Setelah selesai pendidikan formal, Abah Dim melanjutkan pendidikannya dengan belajar di Pondok Pesantren APIK, Kauman, Kaliwungu, Kendal yang diasuh oleh KH Ahmad Ru’yat sekitar tahun 1956 beliau. Dia mondok di Pondok Pesantren APIK selama kurang lebih 14-15 tahun.
Setelah selesai di Pondok Pesantren APIK, kemudian beliau melanjutkan pendidikannya dengan berguru kepada KH Mahrus Aly di Ponpes Lirboyo, Kediri, Jawa Timur meski hanya sebentar. Setelah itu, Kiai Dimyati kemudian melanjutkan berguru pada Mbah Imam, pengasuh Pondok Pesantren Sarang, Rembang, Jawa Tengah kurang lebih sekitar 5 tahun.
Dikutip dari situs resmi NU, Abah Dim merupakan pengasuh Pesantren Al-Fadlu wal Fadilah yang ia dirikan di Kp. Djagalan, Kutoharjo, Kaliwungu pada 1985. Kiai Dimyati sendiri dilahirkan di daerah Brebes Jawa Tengah tanggal 5 Juni 1945.
Sebagaimana tradisi kiai besar di lingkungan NU, ia merupakan orator ulung yang mampu membius massa. Ia dengan setia selalu memenuhi undangan dari masyarakat untuk memberi nasihat dalam berbagai ceramah agama.
Karena pengaruhnya yang besar, kediamannya selalu menjadi persinggahan tokoh nasional. Kiai Dimyati dikenal dekat dengan Matori Abdul Djalil, Ketua Umum pertama Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).
Sebagai seorang ulama, Kiai Dimyati memiliki kepribadian yang sangat baik dan penuh kesederhanaan, baik dengan para pengikut (santrinya) maupun dengan masyarakat yang lain. Kesederhanaannya ditunjukkan dengan berpakaian yang sederhana dan dia juga tidak akan makan apabila tidak benar-benar lapar.
Salah satu kelebihan yang tidak banyak dimiliki kiai lain adalah kemampuannya dalam kewirausahaan. Tak hanya mengajar mengaji, ia memiliki berbagai usaha yang menghasilkan uang sekaligus melatih para santrinya untuk bisa berwirausaha, terutama dalam bidang pertanian dan perikanan.
Kiai Dimyati sejak kecil memang sudah terlihat berbeda jika dibandingkan dengan para saudaranya yang lain. Dia dikenal pendiam, tetapi rajin, disiplin, dan ulet. Dengan sikap rajinnya tersebut, beliau memulai pendidikannya dengan belajar di di SR (Sekolah Rakyat). Di sekolah formal tersebut, dia menyelesaikannya dan mendapatkan sertifikat sebagai tanda kelulusan.
Setelah selesai pendidikan formal, Abah Dim melanjutkan pendidikannya dengan belajar di Pondok Pesantren APIK, Kauman, Kaliwungu, Kendal yang diasuh oleh KH Ahmad Ru’yat sekitar tahun 1956 beliau. Dia mondok di Pondok Pesantren APIK selama kurang lebih 14-15 tahun.
Setelah selesai di Pondok Pesantren APIK, kemudian beliau melanjutkan pendidikannya dengan berguru kepada KH Mahrus Aly di Ponpes Lirboyo, Kediri, Jawa Timur meski hanya sebentar. Setelah itu, Kiai Dimyati kemudian melanjutkan berguru pada Mbah Imam, pengasuh Pondok Pesantren Sarang, Rembang, Jawa Tengah kurang lebih sekitar 5 tahun.
Lihat Juga :
tulis komentar anda