Bahas RUU KUHP, Pasal Penodaan Agama Direformulasi
Rabu, 25 Mei 2022 - 17:21 WIB
JAKARTA - Rancangan Undang-Undang Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ( RUU KUHP ) kembali dibahas DPR RI bersama pemerintah pada hari ini. Dalam rapat Komisi III DPR itu, pemerintah diwakili Wakil Menteri Hukum dan HAM ( Wamenkumham ) Edward Omar Sharif Hiariej.
Wamenkumham menjelaskan bahwa rumusan pasal RUU KUHP ini, pemerintah menyesuaikan putusan Mahkamah Konstitusi (MK), ada yang tetap, tapi ada juga yang dilakukan reformulasi namun tidak menghilangkan substansi dengan penghalusan terhadap bahasa yang ada. Seperti misalnya dalam Pasal 252, dia menjelaskan terkait dengan tindak pidana karena memiliki kekuatan gaib menjadi delik formil.
Sehingga, bukan orang yang mengaku memiliki kekuatan gaib yang ditindak pidana. “Pembuktian ini sangat rumit kami merumuskannya secara formil,” kata pria yang akrab disapa Eddy ini dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (25/5/2022).
Kemudian, Eddy melanjutkan, terkait dokter atau dokter gigi yang melaksanakan pekerjaannya tanpa izin. Pemerintah mengusulkan untuk dihapus, karena selain adanya putusan MK, juga dalam Pasal 276 ini sudah diatur dalam UU Praktek Kedokteran. Sehingga menimbulkan duplikasi dan diusulkan untuk dihapus.
Kemudian, kata dia, Pasal 278-279 yang mengatur mengenai unggas dan ternak yang merusak kebun yang ditaburi benih. “Pasal ini sebetulnya sudah ada di KUHP yang lama, kami memperhalus untuk mengubah pasla ini menjadi delik materiel,” terangnya.
Terkait Pasal 281 tentang contempt of court, Eddy menjelaskan, yang berkaitan dengan larangan publikasi. Yang dimaksud publikasi sidang secara langsung, misalnya live streaming, dan audio visual tidak diperkenankan. Sehingga, pemerintah menambahkan penjelasan.
“Sementara yang kami usulkan untuk dihapus adalah ketentuan mengenai advokat curang. Pemerintah mengusulkan ketentuan ini agar dihapus karena berpotensi menimbulkan bias pada salah satu profesi penegak hukum kalau salah satu yang diatur,” papar Eddy.
Mengenai penodaan agama yang diatur pada Pasal 304, kata Eddy, pemerintah dengan mempertimbangkan usulan masyarakat, melakukan reformulasi mengenai definisi penodaan agama. “Yakni melakukan perbuatan yang bersifat permusuhan, menyatakan kebencian atau permusuhan, atau menghasut untuk melakukan permusuhan, kekerasan atau diskriminasi terhadap agama, orang lain, golongan, atau kelompok atas dasar agama atau kepercayaan di Indonesia,” jelas Eddy.
“Mengenai penganiayaan hewan Pasal 342 ayat 1, yang dimaksud dengan kemampuan kodrat adalah kemampuan hewan yang alamiah,” tambahnya.
Wamenkumham menjelaskan bahwa rumusan pasal RUU KUHP ini, pemerintah menyesuaikan putusan Mahkamah Konstitusi (MK), ada yang tetap, tapi ada juga yang dilakukan reformulasi namun tidak menghilangkan substansi dengan penghalusan terhadap bahasa yang ada. Seperti misalnya dalam Pasal 252, dia menjelaskan terkait dengan tindak pidana karena memiliki kekuatan gaib menjadi delik formil.
Sehingga, bukan orang yang mengaku memiliki kekuatan gaib yang ditindak pidana. “Pembuktian ini sangat rumit kami merumuskannya secara formil,” kata pria yang akrab disapa Eddy ini dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (25/5/2022).
Kemudian, Eddy melanjutkan, terkait dokter atau dokter gigi yang melaksanakan pekerjaannya tanpa izin. Pemerintah mengusulkan untuk dihapus, karena selain adanya putusan MK, juga dalam Pasal 276 ini sudah diatur dalam UU Praktek Kedokteran. Sehingga menimbulkan duplikasi dan diusulkan untuk dihapus.
Kemudian, kata dia, Pasal 278-279 yang mengatur mengenai unggas dan ternak yang merusak kebun yang ditaburi benih. “Pasal ini sebetulnya sudah ada di KUHP yang lama, kami memperhalus untuk mengubah pasla ini menjadi delik materiel,” terangnya.
Terkait Pasal 281 tentang contempt of court, Eddy menjelaskan, yang berkaitan dengan larangan publikasi. Yang dimaksud publikasi sidang secara langsung, misalnya live streaming, dan audio visual tidak diperkenankan. Sehingga, pemerintah menambahkan penjelasan.
“Sementara yang kami usulkan untuk dihapus adalah ketentuan mengenai advokat curang. Pemerintah mengusulkan ketentuan ini agar dihapus karena berpotensi menimbulkan bias pada salah satu profesi penegak hukum kalau salah satu yang diatur,” papar Eddy.
Mengenai penodaan agama yang diatur pada Pasal 304, kata Eddy, pemerintah dengan mempertimbangkan usulan masyarakat, melakukan reformulasi mengenai definisi penodaan agama. “Yakni melakukan perbuatan yang bersifat permusuhan, menyatakan kebencian atau permusuhan, atau menghasut untuk melakukan permusuhan, kekerasan atau diskriminasi terhadap agama, orang lain, golongan, atau kelompok atas dasar agama atau kepercayaan di Indonesia,” jelas Eddy.
“Mengenai penganiayaan hewan Pasal 342 ayat 1, yang dimaksud dengan kemampuan kodrat adalah kemampuan hewan yang alamiah,” tambahnya.
(rca)
Lihat Juga :
tulis komentar anda