Idul Fitri Titik Nol Menuju Transformasi Struktural
Selasa, 10 Mei 2022 - 10:25 WIB
Urgensi Optimalisasi Belanja Pemerintah
Kondisi penurunan belanja di kuartal I/2022 akan berdampak pada capaian pertumbuhan ekonomi kuartal I. Dorongan terhadap belanja masih menjadi salah satu motor utama dalam mencapai target pemulihan ekonomi. Kontribusi tetap belanja pemerintah sekitar 9-10% dari Produk Domestik bruto (PDB).
Data juga menunjukkan bahwa pada kuartal I/2022 pendapatan atau konsumsi rumah tangga masyarakat belum bisa kembali ke era sebelum pandemi. Untuk itu, kuartal II/2022 pemerintah harus mendorong belanja, melalui percepatan pencairan untuk proyek maupun pencairan untuk belanja barang dan jasa yang memiliki daya ungkit bagi peningkatkan konsumsi masyarakat.
Terlebih, kini terdapat hal yang tak terduga terjadi yang dapat mengguncang stabilitas ekonomi nasional, di antaranya seperti konflik Rusia-Ukraina, tinggginya inflasi global, dan juga biaya produksi mengalami kenaikan signifikan karena adanya lonjakan harga komoditas. Oleh sebab itu, pemerintah perlu segera mengupayakan peningkatan belanja mengingat kontribusinya terhadap pertumbuhan ekonomi saat ini masih sangat dibutuhkan.
Tak dapat dihindari fakta bahwa upaya peningkatan belanja pemerintah membutuhkan dukungan penerimaan negara yang memadai. Salah satu komponen penerimaan negara berasal dari ekspor komoditas. Selama pandemi, neraca perdagangan Indonesia selalu mengalami surplus.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan Indonesia sepanjang 2021 kembali mengalami surplus senilai USD35,34 miliar. Surplus tersebut terjadi karena nilai ekspor tercatat USD231,54 miliar dan impor USD196,2 miliar. Bahkan, capaian surplus tersebut menjadi yang terbesar dalam lima tahun terakhir.
Selain itu, surplus pada Desember 2021 tersebut menjadi surplus yang terjadi secara beruntun dalam 20 bulan terakhir. Begitu juga dengan penerimaan negara bea keluar dan PNBP seperti non migas, menunjukkan peningkatan yang signifikan dalam beberapa bulan terakhir.
Diversifikasi Komoditas Pertumbuhan Ekonomi
Melihat dinamika ekspor impor Indonesia dalam beberapa tahun terakhir, terlihat betapa penting kita melakukan transformasi struktural, terutama pada sektor industri pengolahan. Kita tidak bisa lagi berharap besar pada ekspor komoditi. Pemerintah perlu mencari alternatif penerimaan melalui diversifikasi komoditas untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.
Salah satunya adalah dengan terus mendorong sektor industri sebagai mesin penggerak pertumbuhan ekonomi. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), sebanyak 63,8% Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia pada kuartal IV/2021 didorong oleh lima sektor lapangan usaha, di mana salah satunya adalah sektor industri.
Kondisi penurunan belanja di kuartal I/2022 akan berdampak pada capaian pertumbuhan ekonomi kuartal I. Dorongan terhadap belanja masih menjadi salah satu motor utama dalam mencapai target pemulihan ekonomi. Kontribusi tetap belanja pemerintah sekitar 9-10% dari Produk Domestik bruto (PDB).
Data juga menunjukkan bahwa pada kuartal I/2022 pendapatan atau konsumsi rumah tangga masyarakat belum bisa kembali ke era sebelum pandemi. Untuk itu, kuartal II/2022 pemerintah harus mendorong belanja, melalui percepatan pencairan untuk proyek maupun pencairan untuk belanja barang dan jasa yang memiliki daya ungkit bagi peningkatkan konsumsi masyarakat.
Terlebih, kini terdapat hal yang tak terduga terjadi yang dapat mengguncang stabilitas ekonomi nasional, di antaranya seperti konflik Rusia-Ukraina, tinggginya inflasi global, dan juga biaya produksi mengalami kenaikan signifikan karena adanya lonjakan harga komoditas. Oleh sebab itu, pemerintah perlu segera mengupayakan peningkatan belanja mengingat kontribusinya terhadap pertumbuhan ekonomi saat ini masih sangat dibutuhkan.
Tak dapat dihindari fakta bahwa upaya peningkatan belanja pemerintah membutuhkan dukungan penerimaan negara yang memadai. Salah satu komponen penerimaan negara berasal dari ekspor komoditas. Selama pandemi, neraca perdagangan Indonesia selalu mengalami surplus.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan Indonesia sepanjang 2021 kembali mengalami surplus senilai USD35,34 miliar. Surplus tersebut terjadi karena nilai ekspor tercatat USD231,54 miliar dan impor USD196,2 miliar. Bahkan, capaian surplus tersebut menjadi yang terbesar dalam lima tahun terakhir.
Selain itu, surplus pada Desember 2021 tersebut menjadi surplus yang terjadi secara beruntun dalam 20 bulan terakhir. Begitu juga dengan penerimaan negara bea keluar dan PNBP seperti non migas, menunjukkan peningkatan yang signifikan dalam beberapa bulan terakhir.
Diversifikasi Komoditas Pertumbuhan Ekonomi
Melihat dinamika ekspor impor Indonesia dalam beberapa tahun terakhir, terlihat betapa penting kita melakukan transformasi struktural, terutama pada sektor industri pengolahan. Kita tidak bisa lagi berharap besar pada ekspor komoditi. Pemerintah perlu mencari alternatif penerimaan melalui diversifikasi komoditas untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.
Salah satunya adalah dengan terus mendorong sektor industri sebagai mesin penggerak pertumbuhan ekonomi. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), sebanyak 63,8% Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia pada kuartal IV/2021 didorong oleh lima sektor lapangan usaha, di mana salah satunya adalah sektor industri.
tulis komentar anda