Seabad Rosihan Anwar (1922-2022): Wartawan yang Tidak Bisa Dikalahkan
Minggu, 08 Mei 2022 - 13:02 WIB
Pertanyaaan pertama, dari mana saya tahu beliau masuk RS? Kedua, apakah tulisannya sudah diterima? "Tolong umumkan, mulai minggu depan saya absen,” katanya. Kenapa? “Karena saya, kan, masuk ICU,” alasannya. "Jangan khawatir, Pak Ros segera sembuh," sambar saya cepat.
Informasi mengenai Pak Ros masuk RS saya tulis di twitter yang segera disambung dengan "retweet" oleh berbagai pihak, selanjutnya informasi itu berkembang di berbagai media online. Sejumlah televisi menyiarkan di running text. Keluarga dan pihak RS terkejut karena kurang setengah jam sejak itu, RS MMC diserbu "sejuta umat" insan media.
Keluarga sempat cemas, mereka menghubungi saya. Saya mencoba menenangkan. Itu hal wajar, Pak Ros bukan hanya milik keluarga, bukan hanya milik pers, tetapi milik seluruh bangsa Indonesia. RS memang berhak melarang wartawan masuk, tapi keluarga wajib memberi keterangan kepada wartawan, di luar. Begitu nasihat saya pada keluarga. Ada beberapa lama RS melarang Pak Ros dibesuk.
Tapi suatu sore, saya dan rekan Marah Sakti bisa "lolos" membesuk beliau di ruang ICU. Dokter yang memergoki saya memeringatkan supaya jangan lama-lama. Pak Ros menyahuti dokter, " dia anak saya" menunjuk kami. Sore itu ia bersemangat sekali menceritakan telah berhasil merampungkan buku kisah Pak Ros dengan almarhum istrinya, Ibu Hj Zuraida.
Dari MMC, Pak Ros dirujuk ke RS Medistra untuk menjalani kateter. Dari Medistra kemudian pindah ke RS Harapan Kita. Di sini proses observasi dilakukan. Saya dan Marah Sakti kembali menjenguk beliau menjelang tindakan bypass.
Wajahnya sumringah menyambut. Tak tampak kesan gentar menghadapi operasi bedah jantung yang menurut dokter sendiri adalah pilihan terakhir karena itu amat berisiko dilakukan pada orang seusia Pak Ros.
Sumbangannya kepada dunia kedokteran
Presiden SBY melayat ke rumah duka memberi penghormatan terakhir kepada almarhum. Sewaktu diberi kesempatan memberi sambutan mewakili sahabat Pak Ros di rumah duka menjelang penyerahan resmi jenazah almarhum kepada negara untuk pemakaman di TMP Kalibata, saya menyinggung itu.
Bukan hanya kepada dunia pers, film, teater, sastra, Pak Ros punya kontribusi besar. Tetapi juga ternyata kepada dunia kedokteran. Sangat boleh jadi Pak Ros adalah pasien pertama berusia 89 tahun yang menjalani operasi bypass jantung di Indonesia.
Kabarnya, pilihan terakhir itu diambil dokter karena kondisi Pak Ros memungkinkan. Tapi dewaktu besoek di RS Harapan kita, saya sempat cemas, ketika Pak Ros meminta perawat pribadinya memotret saya bersama beliau.
Informasi mengenai Pak Ros masuk RS saya tulis di twitter yang segera disambung dengan "retweet" oleh berbagai pihak, selanjutnya informasi itu berkembang di berbagai media online. Sejumlah televisi menyiarkan di running text. Keluarga dan pihak RS terkejut karena kurang setengah jam sejak itu, RS MMC diserbu "sejuta umat" insan media.
Keluarga sempat cemas, mereka menghubungi saya. Saya mencoba menenangkan. Itu hal wajar, Pak Ros bukan hanya milik keluarga, bukan hanya milik pers, tetapi milik seluruh bangsa Indonesia. RS memang berhak melarang wartawan masuk, tapi keluarga wajib memberi keterangan kepada wartawan, di luar. Begitu nasihat saya pada keluarga. Ada beberapa lama RS melarang Pak Ros dibesuk.
Tapi suatu sore, saya dan rekan Marah Sakti bisa "lolos" membesuk beliau di ruang ICU. Dokter yang memergoki saya memeringatkan supaya jangan lama-lama. Pak Ros menyahuti dokter, " dia anak saya" menunjuk kami. Sore itu ia bersemangat sekali menceritakan telah berhasil merampungkan buku kisah Pak Ros dengan almarhum istrinya, Ibu Hj Zuraida.
Dari MMC, Pak Ros dirujuk ke RS Medistra untuk menjalani kateter. Dari Medistra kemudian pindah ke RS Harapan Kita. Di sini proses observasi dilakukan. Saya dan Marah Sakti kembali menjenguk beliau menjelang tindakan bypass.
Wajahnya sumringah menyambut. Tak tampak kesan gentar menghadapi operasi bedah jantung yang menurut dokter sendiri adalah pilihan terakhir karena itu amat berisiko dilakukan pada orang seusia Pak Ros.
Sumbangannya kepada dunia kedokteran
Presiden SBY melayat ke rumah duka memberi penghormatan terakhir kepada almarhum. Sewaktu diberi kesempatan memberi sambutan mewakili sahabat Pak Ros di rumah duka menjelang penyerahan resmi jenazah almarhum kepada negara untuk pemakaman di TMP Kalibata, saya menyinggung itu.
Bukan hanya kepada dunia pers, film, teater, sastra, Pak Ros punya kontribusi besar. Tetapi juga ternyata kepada dunia kedokteran. Sangat boleh jadi Pak Ros adalah pasien pertama berusia 89 tahun yang menjalani operasi bypass jantung di Indonesia.
Kabarnya, pilihan terakhir itu diambil dokter karena kondisi Pak Ros memungkinkan. Tapi dewaktu besoek di RS Harapan kita, saya sempat cemas, ketika Pak Ros meminta perawat pribadinya memotret saya bersama beliau.
Lihat Juga :
tulis komentar anda